A. Pengertian Qira’at dan
Perbedaanya dengan Riwayat dan Tariqah
Menurut bahasa, Qira’at (قراءات) adalah bentuk jamak dari qira’ah (قراءة)
yang merupakan isim masdar dari qaraa (قرأ), yang artinya : bacaan Pengertian
Qira’at menurut istilah cukup beragam. Hal ini disebabkan oleh keluasan makna
dan sisi pandang yang dipakai oleh ulama tersebut. Berikut ini akan diberikan
dua pengertian Qira’at menurut istilah. Qira’at menurut al-Zarkasyi merupakan
perbedaan lafal-lafal al-Qur’an, baik menyangkut huruf-hurufnya maupun cara
pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain.
Dari pengertian di atas, tampaknya
al-Zarkasyi hanya terbatas pada lafal-lafal al-Qur’an yang memiliki perbedaan
Qira’at saja. Ia tidak menjelaskan bagaimana perbedaan Qira’at itu dapat terjadi
dan bagaimana pula cara mendapatkan Qira’at itu.
Ada pengertian lain tentang Qira’at yang lebih luas
daripada pengertian dari al-Zarkasyi di atas, yaitu pengertian Qira’at menurut pendapat
al-Zarqani.
Al-Zarqani memberikan pengertian
Qira’at sebagai : “Suatu mazhab yang dianut oleh seorang imam dari para imam
qurra’ yang berbeda dengan yang lainnya dalam pengucapan al-Qur’an al-Karim
dengan kesesuaian riwayat dan thuruq darinya. Baik itu perbedaan dalam
pengucapan huruf-huruf ataupun pengucapan bentuknya.”
Ada beberapa kata kunci dalam
membicarakan Qira’at yang harus diketahui. Kata kunci tersebut adalah Qira’at riwayat dan tariqah.
Berikut ini akan dipaparkan pengetian dan perbedaan antara Qira’at dengan riwayat dan tariqah,
sebagai berikut :
a. Qira’at adalah bacaan yang
disandarkan kepada salah seorang imam dari qurra’ yang tujuh, sepuluh atau
empat belas; seperti Qira’at Nafi’, Qira’at Ibn Kasir, Qira’at Ya’qub dan lain
sebagainya.
b. Sedangkan Riwayat adalah bacaan
yang disandarkan kepada salah seorang perawi dari para qurra’ yang tujuh,
sepuluh atau empat belas. Misalnya, Nafi’ mempunyai dua orang perawi, yaitu
Qalun dan Warsy, maka disebut dengan riwayat Qalun ‘an-Nafi’ atau riwayat Warsy ‘an Nafi’.
c. Adapun yang dimaksud dengan
tariqah adalah bacaan yang disandarkan kepada orang yang mengambil Qira’at dari
periwayat qurra’ yang tujuh, sepuluh atau empat belas. Misalnya, Warsy
mempunyai dua murid yaitu al-Azraq dan al-Asbahani, maka disebut tariq al-Azraq
‘an Warsy, atau riwayat Warsy min thariq al-Azraq. Bisa juga disebut dengan
Qira’at Nafi’ min riwayati Warsy min tariq al-Azraq.
B. Sejarah Perkembangan
Ilmu Qira’at
Pembahasan tentang sejarah dan
perkembangan ilmu Qira’at ini dimulai dengan adanya perbedaan pendapat tentang
waktu mulai diturunkannya qira’at. Ada dua pendapat tentang hal ini; Pertama,
Qira’at mulai diturunkan di Makkah bersamaan dengan turunnya al-Qur’an.
Alasannya adalah bahwa sebagian besar surat-surat al-Qur’an adalah Makkiyah di
mana terdapat juga di dalamnya Qira’at sebagaimana yang terdapat pada surat-surat
Madaniyah. Hal ini menunjukkan bahwa Qira’at itu sudah mulai
diturunkan sejak di Makkah.
Kedua, Qira’at mulai diturunkan di
Madinah sesudah peristiwa Hijrah, dimana orang-orang yang masuk Islam sudah
banyak dan saling berbeda ungkapan bahasa Arab dan dialeknya. Pendapat ini
dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya,
demikian juga Ibn Jarir al-Tabari dalam kitab tafsirnya. Hadis yang panjang
tersebut menunjukkan tentang waktu dibolehkannya membaca al-Qur’an dengan tujuh
huruf adalah sesudah Hijrah, sebab sumber air Bani Gaffar – yang disebutkan
dalam hadis tersebut–terletak di dekat kota Madinah.
Kuatnya pendapat yang kedua ini
tidak berarti menolak membaca surat-surat yang diturunkan di Makkah dalam tujuh
huruf, karena ada hadis yang menceritakan tentang adanya perselisihan dalam
bacaan surat al-Furqan yang termasuk dalam surat Makkiyah, jadi jelas bahwa
dalam surat-surat Makkiyah juga dalam tujuh huruf.
Ketika mushaf disalin pada masa
Usman bin Affan, tulisannya sengaja tidak diberi titik dan harakat, sehingga
kalimat-kalimatnya dapat menampung lebih dari satu Qira’at yang berbeda. Jika
tidak bisa dicakup oleh satu kalimat, maka ditulis pada mushaf yang lain.
Demikian seterusnya, sehingga mushaf Usmani mencakup ahruf sab’ah dan berbagai
Qira’at yang ada.
Periwayatan dan Talaqqi (si guru
membaca dan murid mengikuti bacaan tersebut) dari orang-orang yang tsiqoh dan
dipercaya merupakan kunci utama pengambilan Qira’at Al-Qur’an secara benar dan
tepat sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Para
sahabat berbeda-beda ketika menerima Qira’at dari Rasulullah. Ketika Usman
mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota Islam, beliau menyertakan orang yang
sesuai Qira’atnya dengan mushaf tersebut. Qira’at orang-orang ini berbeda-beda
satu sama lain, sebagaimana mereka mengambil Qira’at dari sahabat yang berbeda
pula, sedangkan sahabat juga berbeda-beda dalam mengambil Qira’at dari
Rasulullah SAW.
Dapat disebutkan di sini para
Sahabat ahli Qira’at antara lain adalah : Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,
Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Ibn Mas’ud, Abu al-Darda’, dan Abu Musa
al-‘Asy’ari.
Para sahabat kemudian menyebar ke
seluruh pelosok negeri Islam dengan membawa Qira’at masing-masing. Hal ini
menyebabkan berbeda-beda juga ketika Tabi’in mengambil Qira’at dari para
Sahabat. Demikian halnya dengan Tabiut-tabi’in yang berbeda-beda dalam
mengambil Qira’at dari para Tabi’in.
Ahli-ahli Qira’at di kalangan
Tabi’in juga telah menyebar di berbagai kota. Para Tabi’in ahli Qira’at yang
tinggal di Madinah antara lain : Ibn al-Musayyab, ‘Urwah, Salim, Umar bin Abdul
Aziz, Sulaiman dan’Ata’ (keduanya putra Yasar), Muadz bin Harits yang terkenal
dengan Mu’ad al-Qari’, Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj, Ibn Syihab al-Zuhri,
Muslim bin Jundab dan Zaid bin Aslam.
Yang tinggal di Makkah, yaitu:
‘Ubaid bin’Umair, ‘Ata’ bin Abu Rabah, Tawus, Mujahid, ‘Ikrimah dan Ibn Abu
Malikah.
Tabi’in yang tinggal di Kufah,
ialah : ‘Alqamah, al-Aswad, Maruq, ‘Ubaidah, ‘Amr bin Surahbil, al-Haris bin
Qais,’Amr bin Maimun, Abu Abdurrahman al-Sulami, Said bin Jabir, al-Nakha’i dan
al-Sya’bi.
Sementara Tabi’in yang tinggal di
Basrah , adalah Abu ‘Aliyah, Abu Raja’, Nasr bin ‘Asim, Yahya bin Ya’mar,
al-Hasan, Ibn Sirin dan Qatadah.
Sedangkan Tabi’in yang tinggal di
Syam adalah : al-Mugirah bin Abu Syihab al-Makhzumi dan Khalid bin Sa’d.
Keadaan ini terus berlangsung
sehingga muncul para imam Qira’at yang termasyhur, yang mengkhususkan diri
dalam Qira’at– Qira’at tertentu dan mengajarkan Qira’at mereka masing-masing.
Perkembangan selanjutnya ditandai
dengan munculnya masa pembukuan qira’at. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa
orang yang pertama kali menuliskan ilmu Qira’at adalah Imam Abu Ubaid al-Qasim
bin Salam yang wafat pada tahun 224 H. Ia menulis kitab yang diberi nama
al-Qira’at yang menghimpun qira’at dari 25 orang perawi. Pendapat lain
menyatakan bahwa orang yang pertama kali menuliskan ilmu Qira’at adalah Husain
bin Usman bin Tsabit al-Baghdadi al-Dharir yang wafat pada tahun 378 H. Dengan
demikian mulai saat itu Qira’at menjadi ilmu tersendiri dalam ‘Ulum al-Qur’an.
Pada penghujung Abad ke III
Hijriyah, Ibn Mujahid menyusun Qira’at Sab’ah dalam kitabnya Kitab al-Sab’ah.
Dia hanya memasukkan para imam Qira’at yang terkenal siqat dan amanah serta
panjang pengabdiannya dalam mengajarkan al-Qur’an, yang berjumlah tujuh orang.
Tentunya masih banyak imam Qira’at yang lain yang dapat dimasukkan dalam kitabnya.
Abu al-Abbas bin Ammar mengecam Ibn
Mujahid karena telah mengumpulkan Qira’at sab’ah. Menurutnya Ibn Mujahid telah melakukan hal
yang tidak selayaknya dilakukan, yang mengaburkan pengertian orang awam bahwa Qira’at
Sab’ah itu adalah ahruf sab’ah seperti dalam hadis Nabi itu. Dia juga
menyatakan, tentunya akan lebih baik jika Ibn Mujahid mau mengurangi atau
menambah jumlahnya dari tujuh, agar tidak terjadi syubhat.
Banyak sekali kitab-kitab Qira’at
yang ditulis para ulama setelah Kitab Sab’ah ini. Yang paling terkenal
diantaranya adalah : al-Taysir fi al-Qira’at al-Sab’i yang disusun oleh Abu Amr
al-Dani, Matan al-Syatibiyah fi Qira’at al-Sab’i karya Imam al-Syatibi,
al-Nasyr fi Qira’at al-‘Asyr karya Ibn al-Jazari dan Itaf Fudala’ al-Basyar fi
al-Qira’at al-Arba’ah ‘Asyara karya Imam al-Dimyati al-Banna. Masih banyak lagi
kitab-kitab lain tentang Qira’at yang membahas Qira’at dari berbagai segi secara
luas, hingga saat ini.
C. Pembagian Qira’at dan
Macam-macamnya
Ibn al-Jazari, sebagaimana dinukil
oleh al-Suyuti, menyatakan bahwa Qira’at dari segi sanad dapat dibagi menjadi 6
(enam) macam, yaitu :
a) Qira’at Mutawatir
Qira’at Mutawatir adalah Qira’at yang
diriwayatkan oleh orang banyak dari banyak orang yang tidak mungkin terjadi
kesepakatan diantara mereka untuk berbuat kebohongan.
Contoh untuk Qira’at mutawatir ini
ialah Qira’at yang telah disepakati jalan perawiannya dari imam Qira’at Sab’ah
b) Qira’at Masyhur
Qira’at Masyhur adalah Qira’at yang
sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. diriwayatkan oleh beberapa
orang yang adil dan kuat hafalannya, serta Qira’at-nya sesuai dengan salah satu
rasam Usmani; baik Qira’at itu dari para imam Qira’at sab’ah, atau imam Qira’at
’asyarah ataupun imam-imam lain yang dapat diterima Qira’at-nya dan dikenal di
kalangan ahli Qira’at bahwa Qira’at itu tidak salah dan tidak syadz, hanya saja
derajatnya tidak sampai kepada derajat Mutawatir
Misalnya ialah Qira’at yang diperselisihkan perawiannya dari imam Qira’at
sab’ah, dimana sebagian ulama mengatakan bahwa Qira’at itu dirawikan dari salah satu imam Qira’at Sab’ah
dan sebagian lagi mengatakan bukan dari mereka.
Dua macam Qira’at di atas, Qira’at Mutawatir
dan Qira’at Masyhur, dipakai untuk membaca al-Qur’an, baik dalam shalat maupun
diluar shalat, dan wajib meyakini ke-Qur’an-annya serta tidak boleh
mengingkarinya sedikitpun.
c) Q ira’at Ahad
Qira’at Ahad adalah Qira’at yang
sanadnya bersih dari cacat tetapi menyalahi rasam Utsamani dan tidak sesuai
dengan kaidah bahasa Arab. Juga tidak terkenal di kalangan imam Qira’at.
Qira’at Ahad ini tidak boleh
dipakai untuk membaca al-Qur’an dan tidak wajib meyakininya sebagai al-Qur’an.
d) Qira’at Syazah
Qira’at Syazah adalah Qira’at yang cacat sanadnya dan tidak bersambung sampai
kepada Rasulullah SAW.
Hukum Qira’at Syazah ini tidak
boleh dibaca di dalam maupun di luar sholat.
Qira’at syazah dibagi lagi dalam 5
(lima) macam, sebagai berikut :
1. Ahad, yaitu Qira’at yang sanadnya sahih tetapi tidak sampai mutawatir
dan menyalahi rasam Usmani atau kaidah bahasa Arab.
2. Syaz, yaitu Qira’at yang tidak mempunyai salah satu dari rukun yang
tiga.
3. Mudraj, yaitu Qira’at yang ditambah dengan kalimat lain yang merupakan
tafsirnya.
4. Maudu’, yaitu Qira’at yang
dinisbahkan kepada orang yang mengatakannya (mengajarkannya) tanpa mempunyai
asal usul riwayat Qira’at sama sekali.
5. Masyhur, yaitu Qira’at yang sanadnya shahih tetapi tidak mencapai derajat
mutawatir serta sesuai dengan kaeidah tata bahasa Arab dan Rasam Usmani.
e) Qira’at Maudu’
Qira’at Maudu’ adalah Qira’at yang dibuat-buat dan disandarkan kepada seseorang
tanpa mempunyai dasar periwayatan sama sekali.
f) Qira’at Syabih bil Mudraj
Qira’at Sabih bil Mudraj adalah Qira’at
yang menyerupai kelompok Mudraj dalam
hadis, yakni Qira’at yang telah
memperoleh sisipan atau tambahan kalimat yang merupakan tafsir dari ayat
tersebut.
D. Beberapa bembagian
qiro’at menurut tingkatan
Berikut ini adalah pembagian
tingkatan Qira’at para imam Qira’at berdasarkan kemutawatiran Qira’at tersebut,
para ulama telah membaginya ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
1. Qira’atyanng telah disepakati
kemutawatirannya tanpa ada perbedaan pendapat di antara para ahli Qira’atyaitu
para imam Qira’at yang tujuh orang (Qira’at
sab’ah)
2. Qira’at yang diperselisihkan
oleh para ahli Qira’at tentang kemutawatirannya, namun menurut pendapat yang
shahih dan masyhur Qira’at tersebut mutawatir, yaitu Qira’atpara imam Qira’at yang
tiga; imam Abu Ja’far, Imam Ya’kub dan
Imam Khalaf.
3. Qira’at yang disepakati ketidak
mutawatirannya (Qira’at syaz) yaitu Qira’at selain dari Qira’at para imam yang
sepuluh (Qira’at ‘Asyarah).
E. Mengenal Imam-Imam
Qira’at
Berikut ini adalah para imam Qira’at
yang terkenal dalam sebutan Qira’at sab’ah
dan Qira’at ‘Asyarah , serta Qira’at Arba’ ‘Asyara :
1. Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim
Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub
al-Laitsi. Berasal dari Isfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H.
Ia mempelajari Qira’at dari Abu
Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah
bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi; mereka semua menerima Qira’at yang
mereka ajarkan dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah.
Murid-murid Imam Nafi’ banyak
sekali, antara lain : Imam Malik bin Anas, al-Lais bin Sa’ad, Abu ‘Amar ibn
al-‘Alla’, ‘Isa bin Wardan dan Sulaiman bin Jamaz.
Perawi Qira’atImam Nafi’ yang
terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).
2. Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn
Kasir bin Umar bin Abdullah bin Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di
Makkah tahun 45 H. dan wafat juga di Makkah tahun 120 H.
Beliau mempelajari Qira’at dari Abu
as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas
(maula Ibn ‘Abbas). Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab,
Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung
dari Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Ibn KAsir banyak
sekali, namun perawi Qira’atnya yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w.
250 H) dan Qunbul (w. 251 H).
3. Abu’Amr al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’
bin ‘Ammar bin ‘Aryan al-Mazani at-Tamimi al-Bashr. Ada yang mengatakan bahwa
namanya adalah Yahya. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli Qira’at
Bashrah. Beliau lahir di Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama
ayahnya berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Beliau belajar Qira’at dari Abu
Ja’far, Syaibah bin Nasah, Nafi’ bin Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin
Abu al-Nujud dan Abu al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin
Khattab, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat
ini menerima Qira’atlangsung dari Rasulullah SAW.
Murid beliau banyak sekali, yang
terkenal adalah Yahya bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya
inilah kedua perawi Qira’at Abu ‘Amr menerima Qira’atnya, yaitu al-Duuri (w.
246 H) dan al-Suusii (w. 261 H).
4. Abdullah bin ‘Amir al-Syami
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin
‘Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu
‘Amr, ia termasuk golongan Tabi’in. Beliau adalah imam Qira’at negeri Syam,
lahir pada tahun 8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik.
Ibn ‘Amir menerima Qira’at dari
Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu
Darda’ dari Utsaman bin Affan dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang
menjadi perawi Qira’atnya yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn
Zakwaan (w. 242 H).
5. ‘Ashim al-Kufi
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin
Abu al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang
Abu al-Nujud adalah nama panggilannya. Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalah Abu
Bakar, ia masih tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H.
Beliau menerima Qira’at dari Abu
Abdurrahman bin Abdullah al-Salami, Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar
Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka bertiga menerimanya dari Abdullah bin
Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud menerimanya dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang
menjadi perawi Qira’atnya yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w.
180H).
6. Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin
Habib bin ‘Ammarah bin Ismail al-Kufi. Beliau adalah imam Qira’at di Kufah
setelah Imam ‘Ashim. Lahir pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan,
suatu kota di Iraq.
Beliau belajar dan mengambil Qira’at
dari Abu Hamzah Hamran bin A’yun, Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I,
Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ya’la, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf
al-Yamani dan Abu Abdullah Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul
‘Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud dari
Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang
menjadi perawi Qira’at-nya yang terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad
(w. 229 H).
7. Al-Kisa’i al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin
Hamzah bin Abdullah bin Usman al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia
bergelar Kisa’i karena ia mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun
189 H.
Beliau mengambil Qira’at dari
banyak ulama. Diantaranya adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat, Muhammad bin
Abdurrahman bin Abu Laia, ‘Ashim bin Abun Nujud, Abu Bakar bin’Ilyasy dan
Ismail bin Ja’far yang menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi’
al-Madani), mereka semua mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW.
Murid-murid Imam Kisaa’i yang
dikenal sebagai perawi yang dikenal sebagai perawi qira’at-nya adalah al-Lais
(w. 240 H) dan Hafsh al-Duuri (w. 246 H).
Untuk melengkapi jumlah Qira’at menjadi
Qira’at ‘Asyarah, maka ditambahkan imam-imam Qira’at berikut ini :
8. Abu Ja’far al-Madani
Nama lengkapnya adalah Yazid bin
Qa’qa’ al-Makhzumi al-Madani. Nama panggilannya Abu Ja’far. Beliau salah
seorang Imam Qira’at ‘Asyarah dan termasuk golongan Tabi’in. Beliau wafat pada
tahun 130 H.
Beliau mengambil Qira’at dari
maulanya, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, Abdullah bin Abbas dan Abu
Hurairah, mereka bertiga menerimanya dari Ubay bin Ka’ab. Abu Hurairah dan Ibn
Mas’ud mengambil Qira’at dari Zaid bin Tsabit, dan mereka semua menerimanya
dari Rasulullah SAW.
Murid Imam Abu Ja’far yang terkenal
menjadi perawi Qira’atnya adalah Isa bin Wardaan (w. 160 H) dan Ibn Jammaz (w.
170 H).
9. Ya’qub al-Bashri
Nama lengkapnya adalah Ya’qub bin
Ishaq bin Zaid bin Abdullah bin Abu Ishaq al-Hadrami al-Mishri. Nama
panggilannya Muhammad. Beliau seorang imam Qira’at yang besar, banyak
ilmu,shalih dan terpercaya. Beliau merupakan sesepuh utama para ahli Qira’at
sesudah Abu ‘Amr bin al-‘Alla’. Beliau wafat pada bulan Zul Hijjah tahun 205 H.
Beliau mengambil Qira’at dari Abdul
Mundir Salam bin Sulaiman al-Muzanni, Syihab bin Syarnafah, Abu Yahya Mahd bin
Maimun dan Abul Asyhab Ja’far bin Hibban al-‘Autar. Semua gurunya ini mempunyai
sanad yang bersambung kepada Abu Musa al-Asy’ari dari Rasulullah SAW.
Murid sekaligus perawi dari Qira’at
Imam Ya’qub yang terkenal adalah Ruwas (w. 238 H) dan Ruh (w. 235 H).
Dan masih banyak lg yang lainnya
yang tidak mungkin kami sebutkan.
F. Syarat-Syarat Sahnya Qira’at
Para ulama menetapkan tiga syarat
sah dan diterimanya Qira’at. yaitu :
1) Sesuai dengan salah satu kaidah
bahasa Arab.
2) Sesuai dengan tulisan pada salah
satu mushaf Usmani, walaupun hanya tersirat.
3) Shahih sanadnya.
Yang dimaksud dengan “sesuai dengan
salah satu kaidah bahasa Arab“ ialah: tidak menyalahi salah satu segi dari
segi-segi qawa’id bahasa Arab, baik bahasa Arab yang paling fasih ataupun
sekedar fasih, atau berbeda sedikit tetapi tidak mempengaruhi maknanya. Yang
lebih dijadikan pegangan adalah Qira’at yang telah tersebar secara luas dan
diterima para imam dengan sanad yang shahih.
Sementara yang dimaksud dengan
“sesuai dengan salah satu tulisan pada mushaf Usmani” adalah sesuainya Qira’at
itu dengan tulisan pada salah satu mushaf yang ditulis oleh panitia yang
dibentuk oleh Usman bin ‘Affan dan dikirimkannya ke kota-kota besar Islam pada
masa itu.
Mengenai maksud dari “shahih
sanadnya” ini ulama berbeda pendapat. Sebagian menganggap cukup dengan shahih
saja, sebagian yang lain mensyaratkan harus mutawatir.
0 komentar:
Posting Komentar