BAB I
A.
PENDAHULUAN
Logika dalam kaitannya dengan filsafat merupakan
cabang yang membahas tentang tata cara berfikir. Filsafat berusaha untuk
memahami watak dari pemikiran yang benar dan mengungkapkan cara berfikir yang
sehat. Satu hal yang kita jumpai dalam seluruh sejarah filsafat adalah
ajakannya kepada akal, argumentasi dan logika.
Kita semua memakai argumentasi dalam kehidupan
sehari-hari untuk menopang pendapat kita atau menolak pendapat orang lain yang
tidak cocok bagi kita. Argumentasi harus mempunyai dasar yang sehat dan masuk
akal. Tugas untuk menciptakan ukuran untuk menetapkan manakah argumen yang
benar (valid) dan yang tidak benar adalah termasuk dalam cabang filsafat yang
dinamakan logika. Logika adalah pengkajian yang sistematis tentang
aturan-aturan untuk menguatkan sebab-sebab yang mengenai konklusi (kesimpulan),
aturan-aturan itu dapat kita pakai untuk membedakan argumen yang baik dari
argumen yang tidak baik.
Logika
sendiri mempunyai banyak variasi. Logika berfungsi untuk mencegah adanya
kesesatan berfikir. Logika terbagi menjadi beberapa aliran, seperti
Materialisme, Positivisme, Pragmatisme dan lain-lain.
BAB
II
B. PEMBAHASAN
A. Pengertian Materialisme
Materialisme
adalah suatu aliran dalam filsafat yang pandangannya bertitik tolak pada materi
(benda)[1].
Materialisme memandang bahwa benda itu primer sedangkan ide itu skunder, sebab materi lebih dulu ada, baru muncul ide.
Pandangan ini berdasarkan atas kenyataan menurut waktu dan zat. Misal, menurut
proses waktu, lama sebelum manusia yang mempunyai ide itu ada didunia, alam
raya ini sudah ada. Menurut zat, manusia tidak bisa berfikir atau mempunyai ide
bila tidak mempunyai otak, otak itu adalah sebuah benda yang bisa dirasakan
oleh panca indera kita. Otak atau materi ini yang lebih dulu ada baru muncul
ide. Seperti kata Marx “ bukan fikiran yang menentukan pergaulan, melainkan
keadaan pergaulan yang menentukan fikiran. Maksudnya sifat atau fikiran seorang
individu itu ditentukan oleh keadaan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat
sekelilingnya ini menjadi materi atau sebab yang mendorong terciptanya fikiran
dalam individu tersebut.
Materialisme
pada umumnya menganggap bahwa dunia ini
tak ada selain materi, atau nature (alam)
dan dunia fisik adalah satu[2].
Pada abad pertama masehi faham ini tidak mendapat tanggapan yang serius, dan
pada abad pertengahan orang masih menganggap asing terhadap faham ini. Baru
pada zaman Aufklarung (pencerahan), materialisme mendapat tanggapan dan
penganut yang penting di Eropa Barat. Pada abad ke-19 pertengahan, aliran ini tumbuh
subur di Barat disebabkan dengan faham ini, orang-orang merasa mempunyai
harapan-harapan yang besar atas hasil-hasil ilmu pengetahuan alam.
Selain
itu, faham Materialisme ini praktis tidak memerlukan dalil-dalil yang
muluk-muluk dan abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan-kenyataan
yang jelas dan mudah dimengerti. Kemajuan aliran ini mendapat tanggapan yang
keras dan hebat dari kaum agama di mana-mana. Hal ini disebabkan bahwa faham
ini pada abad ke-19 tidak mengakui adanya Tuhan (atheis) yang sudah diyakini
menganut budi masyarakat. Pada masa ini, kritik pun muncul di kalangan
ulama-ulama barat yang menentang materialisme.
Adapun
beberapa kritik yang dilontarkan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Materialisme menyatakan bahwa alam wujud
ini terjadi dengan sendirinya dari chaos (kacau balau). Padahal, kata Hegel,
kacau balau yang mengatur bukan kacau balau namanya.
b. Materialisme menerangkan bahwa segala
peristiwa diatur oleh hukum alam. Padahal pada hakikatnya hukum alam ini adalah
perbuatan ruhani juga.
c. Materialisme mendasarkan segala kejadian
dunia dan kehidupan pada asal benda itu sendiri. Padahal dalil itu menunjukkan
adanya sumber dari luar alam itu sendiri yaitu Tuhan.
d. Materialisme tidak sanggup menerangkan
suatu kejadian ruhani yang paling mendasar sekalipun.[3]
Diantara
tokoh aliran ini adalah Anaximenes (585-528), Anaximandros (610-545), Thales
(625-545), Democritos (460-545), Thomas Hobbes (1588-1679), Lamettrie
(1709-1715), Feuerbach (1804-1877), Spencer (1820-1903), dan Karl Marx
(1818-1883).
Materialisme
kadang-kadang disamakan orang dengan naturalisme[4].
Sebenarnya ada sedikit perbedaan di antara dua faham ini. Naturalisme adalah
aliran filsafat yang menganggap alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam
tidak ada (Tuhan yang di luar alam tidak ada). Sedang yang dimaksud alam
(natural) adalah segala-galanya, alam meliputi benda dan roh. Jadi benda dan
roh sama nilainya yaitu dianggap sebagai alam yang satu. Sebaliknya
materialisme menganggap roh adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nilai
benda dan roh seperti dalam naturalisme. Meskipun begitu materialisme dapat
dianggap sebagai suatu penampakan diri dari naturalisme.
Biasanya materialisme juga disangkut-pautkan dengan teori atomistik
(atomisme) dalam bentuknya yang kuno (klasik). Menurut teori ini semua benda
tersusun dari sejumlah bahan yang disebut unsur. Unsur-unsur itu bersifat
tetap, tak dapat dirusakkan. Dan bagian-bagian yang kecil daripada unsur-unsur
itulah dinamakan atom-atom.
Sedangkan
materialisme modern mengatakan bahwa alam (universe) itu merupakan kesatuan
material yang tak terbatas. Alam, termasuk di dalamnya segala materi dan energi
(gerak atau tenaga) selalu ada dan akan tetap ada, dan bahwa alam (world)
adalah realitas yang keras, dapat disentuh, material, objectif, yang dapat
diketahui oleh manusia. Materialisme modern mengatakan bahwa materi ada sebelum
jiwa (mind), dan dunia material adalah yang pertama, sedangkan pemikiran
tentang dunia ini adalah nomor dua.
Materialisme Mekanik
Materialisme
mekanik adalah menarik karena kebanyakan orang sangat banyak hubungannya dengan
benda-benda material, dan suatu filsafat yang menganggap bahwa hanya
benda-benda itulah yang riil tentu mempunyai daya tarik bagi banyak orang.
Problema mencari makan, pakaian, dan tempat tinggal adalah problema yang selalu
ada[5].
Dari titik tolak ini dengan sangat mudah orang percaya bahwa benda-benda
material adalah satu-satunya yang riil dalam kehidupan, satu-satunya yang
sungguh menentukan.
Menurut
materialisme mekanik, akal dan aktivitas-aktivitasnya merupakan bentuk-bentuk
behavior (tindak-tanduk makhluk hidup). Karena itu, psikologi menjadi suatu
penyelidikan tentang behavior, dan akibatnya, otak dan kesadaran dijelaskan
sebagai tindakan-tindakan otot, urat syaraf dan kelenjar-kelenjar.
Proses-proses tersebut kemudian dapat dijelaskan dengan fisika dan kimia.
Akhirnya, nilai dan ideal hanya menjadi cap subyektif bagi situasi dan
hubungan-hubungan fisik.
Bagi
seorang pengikut aliran materialisme mekanik, semua perubahan di dunia, baik
perubahan yang menyangkut atom atau perubahan yang menyangkut manusia, semuanya
bersifat kepastian semata. Terdapat suatu rangkaian sebab musabab yang sempurna
dan tertutup. Rangkaian sebab musabab ini hanya dapat dijelaskan dengan
prinsip-prinsip sains alam semata, dan tidak perlu memakai ide seperti “maksud”
(purpose). Materialisme mekanik adalah doktrin yang mengatakan bahwa alam itu
di atur oleh hukum-hukum alam yang dapat dituangkan dalam bentuk-bentuk
matematika jika data-datanya telah terkumpul. Ia adalah corak metafisik yang memperluas
konsep “mesin” dan menekankan sifat mekanik dari segala proses baik organik
maupun in-organik. Seorang pengikut aliran materialisme mekanik berpendirian
bahwa semua fenomena dapat dijelaskan dengan cara yang dipakai dalam sains
fisik, ini berarti bahwa konsep mekanisme, determinisme dan hukum alam
mempunyai aplikasi yang universal. Dasar-dasar materialisme di bentuk oleh
sains matematika dan fisika.
DEMOCRITUS
Democritus
adalah seorang filosof Yunani Kuno yang hidup sekitar tahun 460-370 SM. Ia
adalah atomis yang pertama, materialis yang pertama dan perintis sains mekanik[6].
Ketika ditanya tentang dari apa alam ini dibuat ia menjawab, alam terdiri dari
dua bagian. Pertama adalah atom, bagian yang sangat kecil sekali dan tak
terbatas jumlahnya, mempunyai kwalitas yang sama tetapi mengandung perbedaan
yang bermacam-macam tentang besar dan bentuknya. Kedua adalah ruang kosong di
mana atom-atom tersebut bergerak. Atom adalah terlalu kecil untuk dilihat
dengan mata, dan tak dapat rusak, menggabungkan diri berkombinasi dengan cara
bermacam-macam membentuk manusia, binatang, tanaman, batu-batuan dan
sebagainya. Democritus adalah seorang rasionalis yang mengatakan bahwa akal itu
tahu benda-benda secara benar. Persepsi benda hanya memberi pengetahuan yang
relatif. Democritus dinamakan “Laughing Philosopher” karena wataknya yang
selalu gembira serta pendapatnya bahwa kegembiraan dan kesederhanaan adalah
kunci kepada kehidupan yang bahagia. Ia adalah salah satu dari beberapa pemikir
yang memiliki patung perunggu yang dibuat sewaktu ia msih hidup, dan yang
jenazahnya dikubur secara kebesaran atas biaya negara.
Materialisme dialetik
Materialisme
dialetik timbul dari perjuangan sosial yang hebat, yang muncul sebagai akibat
dari revolusi industri. Ide tersebut banyak kaitannya dengan Karl Marx
(1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895), dan telah menjadi filsafat resmi
dari Rusia dan RRC. Doktrin Marx dan Engels telah diberi tafsiran dan diperluas
oleh Lenin, Stalin, Mao tse tung dan lain-lainnya. Disini pembahasannya tentang
materialisme dialetik sebagai pendirian metafisik dan tidak akan membicarakan
pandangan-pandangan dan praktek-praktek pemerintah di Rusia, Cina dll.
Materialisme dialetik tidak sama dengan
materialisme mekanik. Dan untuk memahami materialisme dialetik, kita perlu
menelusuri kembali ide-idenya George Hegel (1770-1831). Hegel, seorang idealis
yang tulisannya mempengaruhi Marx, berpendapat bahwa alam ini adalah proses
menggelarnya fikiran-fikiran. Dari situlah timbul proses alam, sejarah manusia,
organisme dan kelembagaan masyarakat. Bagi Hegel, materi adalah kurang riil daripada
jiwa, karena fikiran atau jiwa adalah esensi dari alam. Marx menolak idealisme
Hegel. Ia membalikkan filsafat Hegel dan mengatakan bahwa materilah (bukan jiwa
atau ide) yang pokok. Materi, khususnya yang diperlihatkan oleh organisasi
ekonomi dari masyarakat serta cara-cara produksi, menentukan kelembagaan
politik dan sosial dari masyarakat. Kemudian hal tersebut mempengaruhi pemikiran
filsafat, etika dan agama.
Marerialisme Dialektis
adalah salah satu jenis logika yang dinisbatkan kepada Hegel dan Marx. Mereka
dipandang berupaya membuktikan tiga hukum berpikir, yaitu tesis, antitesis, dan
sintesis. Dari hukum itu mereka mengembangkan suatu logika yang disebut “logika menjadi” (logic of becoming). Walaupun Marx dan
Engels menolak idealisme Hegel, tetapi mereka menerima metodologi filsafatnya
dan juga menerima dialetik, mereka mengatakan bahwa memang orang-orang Yunani
kunolah yang menemukannya, akan tetapi Hegel-lah yang menjelaskan untuk pertama
kali secara sempurna. Kekeliruan Hegel, menurut Marx dan Engels adalah karena
Hegel menyajikannya dalam bentuk mistik. Jika dibebaskan dari bentuk mistiknya
dan dibalikkan maka anggapan bahwa perkembangan sejarah adalah dialetik akan merupakan
kebenaran yang mendalam.
Menurut
Materialisme dialetik, manusia dapat mempengaruhi kehidupannya sendiri, dan
juga mempengaruhi sejarah sampai batas tertentu. Kehidupan berasal dari
benda-benda inorganik, dan manusia adalah suatu bagian dari alam. Oleh karena
itu, manusia dan binatang berbeda hanya dalam tingkat dan tidak dalam
esensinya. Manusia dapat mempergunakan bagian lain dari alam untuk
keperluan-keperluannya. Ialah satu-satunya makhluk yang dapat mengganti kondisi
kehidupannya, dan ikut membikin sejarahnya. Tetapi pendorong untuk tindakan
tidak terdapat dalam ide atau dalam keinginan seseorang atau dalam otak
seseorang, akan tetapi dalam pokoknya terdapat dalam proses produksi dan
hubungan kelas masyarakat.
Materialisme historis
Materialisme
historis mengungkapkan konsep Marxisme yang sempurna tentang sejarah,
masyarakat dan hukum-hukum susunan serta perkembangan masyarakat[7].
Karena itu, materiaime historis memperlakukan ide-ide dan pengetahuan umum
manusia sebagai suatu bagian dari susunan masyarakat manusia
Ide
pokok materialisme historis adalah bahwa kondisi ekonomi yang ditentukan oleh
sarana produksi adalah rasa real masyarakat dengan segala seginya. Karena itu,
segala fenomena kemasyarakatan timbul dari segi ekonomi, dan berkembang mengikuti
perkembangan ekonomi. Di Inggris misalnya, ketika keadaan ekonomi berubah dari
feodalisme ke kapitalisme, dan mesin giling uap menggantikan mesin giling
angin, berubahlah semua kondisi kemasyarakatannya, dan beradaptasi dengan
kondisi ekonomi yang baru.
Dari
kondisi yang seperti itu, maka wajar jika materialisme historis menghubungkan
pengetahuan manusia secara umum dengan kondisi ekonomi juga, karena pengetahuan
adalah bagian dari struktur masyarakat yang semuanya bergantung pada faktor ekonomi.
Jadi fikiran manusia adalah cerminan mental dari kondisi ekonomi dan
hubungan-hubungan yang dilahirkan oleh kondisi seperti itu. Maka pikiran
manusia tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi dan hubungan itu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Materialisme adalah aliran dalam
filsafat yang pandangannya bertitik tolak pada materi (benda). Materialisme
memandang bahwa benda itu primer sedangkan ide itu skunder, sebab materi lebih dulu ada daripada ide. Pandangan ini
berdasarkan atas kenyataan menurut waktu dan zat. Misal, menurut proses waktu,
lama sebelum manusia yang mempunyai ide itu ada didunia, alam raya ini sudah
ada.
Aliran
ini terbagi menjadi beberapa macam, yakni :
a.
Materialisme Mekanik
Materialisme
mekanik adalah menarik karena kebanyakan orang sangat banyak hubungannya dengan
benda-benda material, dan suatu filsafat yang menganggap bahwa hanya
benda-benda itulah yang riil tentu mempunyai daya tarik bagi banyak orang.
Seperti mencari makan, dll. akal dan aktivitas-aktivitasnya merupakan
bentuk-bentuk behavior (tindak-tanduk makhluk hidup).
b.
Materialis Dialektik
bahwa
alam ini adalah proses menggelarnya fikiran-fikiran. Dari situlah timbul proses
alam, sejarah manusia, organisme dan kelembagaan masyarakat.
c.
Materialis Historis
Ide
pokok materialisme historis adalah bahwa kondisi ekonomi yang ditentukan oleh
sarana produksi adalah rasa real masyarakat dengan segala seginya.
Tokoh
aliran Materialis antara lain : Anaximenes (585-528), Anaximandros (610-545),
Thales (625-545), Democritos (460-545), Thomas Hobbes (1588-1679), Lamettrie
(1709-1715), Feuerbach (1804-1877), Spencer (1820-1903), dan Karl Marx
(1818-1883).
DAFTAR PUSTAKA
Ø Bakry Hasbullah, Sistematik Filsafat, Jakarta
: PT Widjaja, 1986
Ø Titus H. Harold, dkk, Persoalan-Persoalan
Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang, 1984
Ø Baqir Ash-Shadr, Muhammad , Falsafatuna
, Jakarta : Mizan1993
Ø Maksum, Ali, Pengantar Filsafat, Yogyakarta, Ar Ruzz Media, 2008.
Ø www.wikipedia.com
0 komentar:
Posting Komentar