A.
Definisi Logika Pragmatisme
Logika
adalah ilmu tentang proses berfikir. Seorang akhli logika mempelajari
kegiatan-kegiatan proses berfikir yang ada di kepala setiap manusia dan mencoba
merumuskan hukum-hukum, bentuk-bentuk dan inter-relasi semua proses mentalnya.
Namun bila dilihat dari segi bahsa logika berasal dari kata Yunani kuno
λόγος (logos) yang berarti
hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa.
Fudyartanata,
berpendapat
bahwa logika adalah ilmu yang mempelajari secara mendalam tentang kebenaran
berpikir. Dengan kata lain, logika adalah ilmu radikal tentang berpikir yang
benar, sehingga mendapatkan hasil yang benar pula.
Alfred
Cryril Ewing mengatakan, Logic is the study of the different kinds of
propositions and the relations between them which justify inference (studi
tentang jenis-jenis keterangan yang berbeda dan hubungan di antara mereka yang
membenarkan penyimpulan).
Namun
dapat diartikan juga bahwa secara luas logika adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip serta norma-norma penyimpulan yang sah. Secara sederhana
logika adalah cabang fisafat yang membahas metode penalaran yang sah dari
premis ke kesimpuan.
Sedangkan
Definisi Pragmatisme adalah menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme berarti
aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen
(tindak percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibat-akibat yang
memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan
segala sesuatu secara berguna.
Istilah
Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan
(action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme
lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian
Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti
tindakan.
Jadi
bila dilihat dari masing-masing pengertian di atas mengenai logika dan
pragmatisme kita dapat mengetahui definisi sederhananya bahwa logika pragmatisme
adalah logika yang berpaham pragmatis atau praktek, artinya mempraktekkan
simpulan dari sebuah penalaran.
B.
Pragmatisme
1.
Latar belakang pragmatisme
Pragmatisme
telah membawa perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari lewat abad ke 19
hingga kini. Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori
evolusinya dan Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini
cenderung kepada falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki
sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap
nilai atau martabat dan tindakan manusia) dan sedikit perhatian terhadap
metafisik.
.Pada
awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk
menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan
berguna bagi kehidupan praktis manusia Sehubungan dengan masalah tersebut,
Pragmatisme akhirnya berkembang menjadi suatu metode yang memecahkan berbagai
perdebatan filosofis-metafisik yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan
perjalanan filsafat sejak zaman yunani kuno (Guy W.Stroth :1968). Dalam
usahanya (filsuf) untuk memecahkan masalah – masalah metafisik yang selalu
menjadi bahasan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu metode
yang spesifik (metode khusus) yaitu dengan mencari konsekuensi praktis dari
setiap konsep atau gagasan dan pendirian yang di anut masing-masing pihak.
Metode tersebut di terapkan dalam setiap bidang kehidupan manusia. Karena
pragmatisme adalah suatu filsafat tentang tindakan manusia maka setiap bidang
kehidupan manusia menjadi bidang penerapan dari filsafat pragmatisme. Pada
akhirnya filsafat ini lebih terkenal sebagai suatu metode dalam mengambil
keputusan melakukan tindakan tertentu atau yang menyangkut kebijaksanaan
tertentu.
2.
Tokoh-tokoh pragmatisme
Pragmatisme
mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1893-1942), yang kemudian
dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).
a. Charles Sanders
Peirce
Charles
mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu
benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan
Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary
thought(1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga
prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :
Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya
tidak lebih daripada kemurnian opini manusia.
Bahwa apa yang kita namakan “universal “
adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima keyakinan dari “community of
knowers “
Bahwa filsafat dan matematika harus di buat
lebih praktis dengan membuktikan bahwa problem-problem dan
kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal
yang nyata bagi masyarakat(komunitas)
b. William James
William
selain menamakan filsafatnya dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya
“empirisme radikal”. Menurut James, pragatisme adalah aliran yang mengajarkan
bahwa yag benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan
perantaraan yang akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini
bersedia menerima segala sesuatu asal saja membawa akibat praktis, misalnya
pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistik, semuanya bisa diterima sebagai
kebenaran, dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat.
Sedangkan
empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur
alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara langsung. Dalam bukunya The
Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari
segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran
‘plural’. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam
pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman
berikutnya.
Menurut
James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded dan
Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan
empirirs dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera.Sementara,
Tender Minded hanya mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang
bersifat rasional.
Menurut
James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran
dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang
memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat
memberikan keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa
kearah kebaikan.
Disamping
itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme,
sebagai berikut:
Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi
spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi tetapi dunia benar adanya.
Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide
tetapi sesuatu yang terjadi pada ide-ide daam proses yang dipakai dalam situasi
kehidupan nyata.
Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang
menjadi keinginannya untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak
berlawanan dengan pengalaman praktisny maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.
Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan
satu titik ketentuan yang absolut, tetapi semata-mata terletak dalam
kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenaran-kebenaran yang lain tentang
dunia tempat kita tinggal didalamnya (Horton dan Edwards, 1974:172).
c. John Dewey
Dewey
adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah
Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan
aktivitas manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang. Tegasnya,
tugas fiilsafat yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi
perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh
tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat
harus berpijak pada pengalaman (experience) , dan menyelidiki serta mengolah
pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat
menyusun suatu system norma-norma dan nilai.
Instrumentalisme
dalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari
konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam
bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana
pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan
pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai
konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Sehubungan
hal diatas, menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau
terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang
tertentu. Oleh karena itu, penyelidakan dengan penilannya adalah alat(
instrumental) . jadi yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha
untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep,
pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yag
bermacam-macam.
Menurut
Dewey, kita hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaanya. Sikap Dewey
dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meniliti tiga aspek dari yang kita
namakan instrumentalisme.
Pertama, kata temporalisme yang berarti ada
gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk
melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin.
Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat
dibuat lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini juga dianut oleh wiliam
James.
C.
Logika Pragmatisme
Pragmatisme
adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan,
dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya
ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam
kehidupannya. Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika
khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai sebuah upaya
intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad
ini.
Tentu
saja, Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide
sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan
imbas baliknya terhadap ide-ide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa.
William James mengatakan bahwa Pragmatisme yang diajarkannya, merupakan “nama
baru bagi sejumlah cara berpikir lama”. Dan dia sendiri pun menganggap
pemikirannya sebagai kelanjutan dari Empirisme Inggris, seperti yang dirintis
oleh Francis Bacon (1561-1626), yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes
(1558-1679) dan John Locke (1632-1704). Pragmatisme, di samping
itu, telah mempengaruhi filsafat Eropa dalam berbagai bentuknya, baik filsafat
Eksistensialisme maupun Neorealisme dan Neopositivisme.
Berbicara
mengenai pragmatism, ragmatisme sendiri berpegang teguh pada praktik, yaitu
berusaha menemukan asal-mula serta hakikat terdalam segala sesuatu merupakan
kegiatan yang sangat menarik, meskipun kegiatan tersebut luar biasa sulitnya.
Sejarah menunjukkan sengketa mengenai masalah ini dibidang filsafat selalu
menyebabkan adanya sebagian orang yang menolaknya sebagai masalah yang tidak
mengandung harapan untuk dipecahkan, seperti halnya enganut neo-positivisme,
dan menyebabkan sebagian orang yang lain memandangnya sebagai sesuatu yang
tidak berfaidah.
Penganut
pragmatisme menaruh perhatian pada praktik. Mereka memandang hidup manusia
sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang langsung terus-menerus yang di
dalamnya hal yang terpenting ialah konsekuensi-konsekuensi yang bersifat
praktis. Konsekuensi-konsekuensi yang bersifat raktis tersebut erat hubungannya
dengan makna dan kebenaran; demikian eratnya sehingga oleh seorang penganut
pragmatise dikatakan bahwa kedua hal tersebut sesungguhnya meruakan keungguan.
Salah seorang di antara peletak dasar pragmatism, yakni C.S. Peirce, mengatakan
demikian:
“Untuk
memastikan makna apakah yang dikandung oleh sesuatu konsepsi akali, maka kita
harus memperhatikan konsekuensi-konsekuensi praktis apakah yang niscaya akan
timbul dari kebenaran-kebenaran konsepsi tersebut“.
Jika
tidak menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang praktis maka sudah tentu tidak
ada makna yang dikandungnya. Kesimpulan yang terakhir ini dinyatakan dalam
semboyan yang menarik :“Apa yang tidak mengakibatkan perbedaan tidak
mengandung makna.” Makna yang dikandung suatu pernyataan terdapat dalam
konsekuensi yang niscaya timbul dari pertanyaan yang dianggap benar.
Dengan
sjumlah cara, pragmatisme meruakan ajaran yang menarik bagi sementara orang.
Misalnya paham tersebut menitikberatkan pada pengalaman dan bersifat
naturalistik, tetapi sekaligus menyerahkan tugas yang nyata-nyata bersifat
kreatif kepada orang yang memperoleh pengetahuan. Pragmatisme bersangkutan
dengan masalah-masalah mengenai organisme di dalam perjuangan untuk
kelangsungan hidupnya, dan menjadikan penyelesaian masalah sebagai
pendorong bagi tingkah laku, dan karenanya sebagai kunci semua penafsiran
kefilsafatan.
Bahkan
perenungan kefilsafatan dipandang sebagai alat untuk menyelesaikan masalah
mengenai penyesuaian. Selanjutnya pragmatisme memberi dorongan untuk bertindak.
Di sinilah letak kekuatan kreatif suatu organisme. Ia tidak puas hanya dengan
memandang sesuatu secara pasif. Di atas segala-galanya, pragmatisme merupakan suatu
ajaran yang memberikan ukuran bagi makna dan kebenaran berdasarkan atas proses
yang hidup dari penyelesaian masalah. Hal ini merupakan suatu yang sangat
menarik bagi orang-orang pada umumnya, dan bagi seorang yang ingin mengubah
dunia pada khususnya.
Analisis
Kritis atas Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme :
1.
Kekuatan pragmatisme
a.
kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer,
khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi
ilmu pengetahuan maupun teknologi.Pragmatisme telah berhasil membumikan
filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis,
idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan
atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nnati di
akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia
untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi,
dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan
sehari-hari.
b.
Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu
menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut,
pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba
membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan
eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu
pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang
sosial dan ekonomi.
c.
Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada
“kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti
kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui
adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan
kelompo pragmatisme merupakan pendukung terciptanyademokratisasi, kebebasan
manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern.
2.
Kelemahan Pragmatisme
a.
Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan
kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa
terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh
manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu
yang transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada
perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan kemepuan akal dalam mencapai
kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
b.
Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu
yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka
pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha
secara keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka
dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.
c.
Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa
memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia
bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka
dalam struktur masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari
sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.
D.
Simpulan
Istilah
Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan
(action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme
lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Jadi bila dilihat dari
masing-masing pengertian di atas mengenai logika dan pragmatisme kita dapat
mengetahui definisi sederhananya bahwa logika pragmatisme adalah logika yang
berpaham pragmatis atau praktek, artinya mempraktekkan simpulan dari sebuah
penalaran. Sebagai mana halnya dengan paham-paham yang lain pragmatisme juga
mempunyai kekuatan dan kelemahnnya.
Sedangkan
pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1893-1942), yang
kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey
(1859-1952).
Pragmatis
/ Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah
segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada
akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian,
bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana
kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
Awal
Mula
William
James
|
Aliran
ini terutama berkembang di Amerika Serikat, walau pada awal perkembangannya
sempat juga berkembang ke Inggris, Perancis, dan Jerman. William James adalah
orang yang memperkenalkan gagasan-gagasan dari aliran ini ke seluruh dunia.
William James dikenal juga secara luas dalam bidang psikologi. Filsuf awal lain
yang terkemuka dari pragmatisme adalah John Dewey. Selain sebagai filsuf, Dewey
juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam bidang pendidikan.
Secara
etimologis, kata ‘pragmatisme’ berasal dari kata bahasa Yunani pragmatikos yang
berarti cakap dan berpengalaman dalam urusan hukum, dagang, dan perkara negara.
Istilah pragmatisme disampaikan pertama kali oleh Charles Peirce pada bulan
Januari 1878 dalam artikelnya yang berjudul How to Make Our Ideas Clear.
Teori
tentang kebenaran
Menurut
teori klasik tentang kebenaran, dikenal dua posisi yang berbeda, yakni teori
korespondensi dan teori koherensi. Teori korespondensi menekankan persesuaian
antara si pengamat dengan apa yang diamati sehingga kebenaran yang ditemukan
adalah kebenaran empiris, sedangkan teori koherensi menekankan pada peneguhan
terhadap ide-ide a priori atau kebenaran logis, yakni jika proposisi-proposisi
yang diajukan koheren satu sama lain. Selain itu, dikenal lagi satu posisi lain
yang berbeda dengan dua posisi sebelumnya, yakni teori pragmatis. Teori
pragmatis menyatakan bahwa ‘apa yang benar adalah apa yang berfungsi.’
Bayangkan sebuah mobil dengan segala kerumitan mesin yang membuatnya bekerja,
namun yang sesungguhnya menjadi dasar adalah jika mobil itu dapat bekerja atau
berfungsi dengan baik.
Perkembangan
pragmatisme
Apa
yang disebut dengan neo-pragmatisme juga berkembang di Amerika Serikat dengan
tokoh utamanya, Richard Rorty. Salah satu pemikirannya yang terkenal adalah
bagaimana bahasa menentukan pengetahuan. Karena bahasa hadir dalam bentuk
jamak, demikianlah pengetahuan pun tidak hanya satu dan tidak dapat dipandang
universal, atau dengan kata lain, tidak ada pola yang rasional terhadap pengetahuan.
Budaya atau nilai-nilai yang ada dilihat secara fungsinya terhadap manusia.
Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik, sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan filsafat Barat di dalam sejarah.
0 komentar:
Posting Komentar