BAB I
PENDAHULUAN
A .Latar
Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara yang terdiri banyak pulau. Negara
maritim terkenal dikawasan asia tenggara ketika itu, sehingga tidak
mengherankan mengundang para pedagang dari berbagai penjuru dunia untuk datang.
Islam masuk ke Indonesia mempunyai banyak teori, Teori mekkah
diusung Hamka berpendapat Islam datang ke Indonesia melalui orang arab tepatnya
mekkah. Beliau menolak teori Gujarat, menurutnya Gujarat hanyalah tempat
singgah, sedangkan mekkah menjadi pusatnya.[1]sedangkan
teori kedua atau teori Gujarat berpendapat bahwa Islam datang dari anak benua
India, para pedagang membawa misi agama tersebut disamping berjualan.
Tidak bisa dipungkiri Islam
datang ke Indonesia pada abad ke-7, namun beberapa temuan menyebutkan bahwa
proses islamisasi yang lebih terorganisir terjadi tahun 1200. Artinya sebelum
itu mungkin saja Islam sudah masuk namun sifat dakwahnya masih perorangan.[2]
Para sejarahwan
bersepakat Islam datang ke Jawa pada masa pemerintahan raja-raja Hindu.
Keberadaan Islam di Jawa diketahui melalui sebuah prasasti makam Fatimah binti
Maimun di Gresik, wafat tahun 1087 M. dan prasasti ini memberi bukti Islam
telah menyebar di Jawa.[3]
Pulau Jawa atau
terkenal Jawadwipa menjadi pusat perdagangan karena posisi majapahit sebagai
pusat pemerintahan. Maka akulturasi tidak dapat dibendung dengan masuknya
berbagai kebudayaan asing dan berbaur dengan kebudayaan setempat.
Perkembangan Islam
di Jawa cukup pesat semula mayoritas penduduk beragama hindu-budha menjadi
Islam. Banyak faktor melatar belakangi keberhasilan tersebut baik faktor
internal maupun eksternal, namun menurut
Agusssalim Sitompul terdapat tiga faktor:
1.
Ajaran
Islam menekankan prinsip ketauhidan dalam sistem theloginya. Kemudian mempunyai
prinsip persamaan antara manusia sehingga menghilangkan kasta yang berlaku di
ajaran Hindu.
2.
Fleksibilitas
ajaran Islam, dalam pengertian ia kodifikasi nilai-nilai universal. Artinya
ajaran Islam dapat menyesuaikan diri dengan berbagai bentuk dan jenis
kemasyarakatan.
3.
Pada
gilirannya nanti, Islam dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai institusi
yang dianggap mampu melawan penjajah.[4]
Pada akhirnya
beberapa daerah menjadi pusat perkembangan Islam seperti Demak, Cirebon,
Pajang, mataram, dan banten. Dari daerah-daerah tersebut menyebar Islam
keseluruh penjuru jawa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka dapatlah ditetapkan rumusan masalah hal-hal yang
akan diteliti dan dibahas adalah:
1.
Bagaimana
Islam masuk ke jawa? Dan siapakah yang membawa?
2.
Bagaimana
kondisi sosial politik ketika Islam masuk ke Jawa?
3.
Bagaimana
peran walisongo dalam penyebaran Islam di jawa?
4.
Bagaimana
perkembangan sosial politik diberbagai daerah khususnya Demak, Cirebon, Pajang,
Mataram, dan Banten?
C. Tujuan Dan
kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan diatas maka tujuan ddari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana
Islam masuk ke Jawa, pembawanya serta kondisi sosial politik diberbagai daerah
setelah kedatangan Islam.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan
penelitian ini, diharapkan dapat memenuhi beberapa hal:
A.
untuk
memberikan sumbangsih pemikiran (ide dan saran) bagi khazanah keislaman
khususnya Sejarah Islam Indonesia
B.
dapat
memberikan gambaran tentang sejarah Islam di bumi Jawa.
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka
untuk mengetahui pembahasan-pembahasan yang pernah ditulis, dan mengetahui
letak persamaan dan perbedaan pembahasan sehingga posisi penulis jelas.
Pertama “ Sejarah
Kebudayaan islam Asia Tenggara ” ditulis oleh DR. H. Saifullah, SA. MA. Buku
ini membahas masuk dan berkembangnya Islam di Negara-negara kawasan Asia
Tenggara atau ASEAN.
Kedua “ Kerajaan Islam Nusantara Abad ke 14-17” ditulis oleh Harun Yahya. Buku ini membahas
kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang pernah ada. Sejarah dimulai
perintisan, kejayaan, kemunduran hingga tumbang sebuah kerajaan disajikan
dengan sistematis.
Ketiga “ Islam Pesisir” ditulis oleh Dr. Nur
Syam. Buku ini berisi perkembangan Islam didaerah pesisir jawa dan peranan
pedagang dalam meyebarkan Islam.
Keempat “ Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa”
ditulis oleh Dr. H.J. de Graaf dan Dr. Th. G.Th. Pigeaud. Buku ini berisi
tentang sejarah peraliran majapahit ke mataram.
peristiwa beralihnya kekuasaan majapahit kemudian kerajaan-kerajaan
sesudahnya hingga berujung di kerajaan mataram.
Kelima “ Indonesia Kita” ditulis oleh
Nurcholish Madjid. Buku ini berisi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di
bumi nusantara termasuk selayang pandang kedatangan Islam ke Indonesia.
Keenam “ Usaha-usaha Mendirikan Negara Islam
dan Pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia” ditulis oleh Prof. Dr. H. Agussalim
Sitompul. Buku ini berisi peranan Islam di Indonesia dan usaha-usaha untuk
mendirikan Negara Islam baik sebelum kemerdekaan maupun setelahnya.
E. Metode penelitian
Penelitian ini
pada dasarnya penelitian library Research. Yaitu semua sumber berdasarkan
bahan-bahan yang tertulis dan berkaitan dengan permasalahan yang penulis bahas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Islam masuk
ke Jawa
Pada saat puncak
peradaban Islam, kawasan Asia Tenggara menyatu dalam pola budaya global yang
meliputi hampir keseluruhan belahan timur dimulai wilayah- wilayah Afrika dan
Eropa pada tepi lautan atlantik sampai wilayah cina. Pola itu terkenal dengan hemispheric artinya meliputi seluruh
bumi ( timur ) perlu diketahui ketika itu wilayah barat belum ditemukan.[5]
Dengan budaya
seperti diatas menjadi akses bagi Islam untuk masuk ke wilayah Asia Tenggara.
Kawasan yang jauh dari pusat muncul agama Islam. Peranan pedagang tetap
berlanjut dan dominan. Terlepas para pedagang berasal dari India atau arab.[6]
Islam mulai datang
ke tanah Jawa pada abad ke-12 atau ke-13. Sekarang di daerah yang berabad-abad
memeluknya, nama orang-orang yang berjasa menyebarkan islam disebut dengan hormat
dan khidmat. Masuk Islam ke berbagai daerah menempuh jalan yang berbeda.[7]
Islam masuk ke
jawa dengan damai, pemandangan unik yang jarang terjadi di wilayah-wilayah yang
dibuka oleh Islam. Islam juga tersebar begitu meluas karena karakter orang arab
arab yang gemar berkelana dan berdagang. Ini terekam dalam Al-quran surat
Quraish:
É#»n=\} C·÷tè% ÇÊÈ öNÎgÏÿ»s9¾Î) s's#ômÍ Ïä!$tGÏe±9$# É#ø¢Á9$#ur ÇËÈ (#rßç6÷èuù=sù ¡>u #x»yd ÏMøt7ø9$# ÇÌÈ üÏ%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ
1. karena kebiasaan orang-orang
Quraisy,
2. (yaitu) kebiasaan mereka
bepergian pada musim dingin dan musim panas[1602].
3. Maka hendaklah mereka menyembah
Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
4. yang telah memberi makanan kepada
mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Jawa ketika Islam datang telah mengakar kuat budaya hindu- budha.
Ini bisa dilihat dari banyaknya kerajaan-kerajaan bercorak hindu dan budha.
Maka sinkretisasi tidak bisa dibendung karena benturan antara Islam dan
Hindu-Budha. Bahkan Cillford Geertz berpendapat bahwa Islam di Jawa bercorak
Islam sinkretik.[8]
B. Keadaan
Sosial-Budaya Jawa Ketika Datangnya Islam
Pada saat Islam
berkembang di Jawa pada abad 15, Bandar-bandar di pesisir utara awalnya
merupakan pangkalan dagang kemudian berkembang menjadi tempat penimbunan
rempah-rempah sehingga tempat tersebut ramai banyak orang. Kemudian sering
terjadi perkawinan campur antara para pedagang dengan orang-orang yang hidup
disekitar kerajaan. Sedikit banyak memperluas ajaran Islam ke dalam kerajaan.[9]
Seiring dengan
berjalannya waktu Islam mulai dipeluk masyarakat golongan menengah, pedagang,
dan buruh-buruh pelabuhan ( hal ini terjadi dihampir didaerah dimana Islam
berkembang terlebih kawasan Asia Tenggara). Setelah berkumpulnya komunitas
muslim, mereka membangun masjid, ini penting dalam kehidupan masyarakat. Ia
pusat berkumpulnya orang-orang beriman dan menjadi lambang kesatuan jamaah.[10]
Masjid menjadi
tempat strategis untuk pengembangan komunitas Islam. Selain sebagai tempat
ritual , masjid juga sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Islam.
Dari masjid mereka menyusun rencana dalam penyebaran ketengah masyarakat. [11]
Di Jawa, raja yang memiliki perhatian terhadap pengembangan Islam
mendirikan Masjid dan pesantren ialah Sultan Agung. Atas dasar perintahnya
setiap ibukota didirikan masjid yang dipimpin naib dan disetiap distrik masjid
dipimpin modin.[12]
Suma oriental karangan tome pires, menggambarkan keadaan masyarakat
Jawa tahun 1515. Menurutnya perpindahan kekuasaan kepada orang-orang Islam
terdapat dua cara:
Pertama: Bangsawan-bangsawan Jawa dengan sukarela memeluk agama
Islam. Ini untuk mempertahan status quo mereka sebagai penguasa.
Kedua: Orang-orang asing
beragama Islam membentuk pemukiman sehingga menguasai Bandar secara
keseluruhan.
Bolehlah diperkirakan bahwa proses pengislaman yang pertama itulah
yang tertua. Dan bahwa Bandar-bandar kuno di pantai utara Jawa. Dengan cara
demikian jawa menjadi Islam.[13]
C. Peranan
Walisongo Dalam Penyebaran Islam Di Jawa
Penyebaran Islam
di Jawa tidak terlepas dari peranan walisongo. Secara sederhana walisongo
berarti Sembilan orang wali. Sedangkan secara filosofis maksudnya Sembilan
orang yang telah mampu mencapai derajat “wali” status tingkat tertinggi yang
mampu mengawal babahan hawa sanga ( mengawal Sembilan lubang dalam diri
manusia)[14]
Nama-nama
walisongo adalah:
1.
Maulana
Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Berasal dari magribi (maroko) Afrika Utara.
Setelah menetap di Gresik mempunyai beberapa julukan Yaitu Syekh magribi, Maulana
Magribi dan Sunan Gresik. Datang ke Indonesia pada masa majapahit. Dan
meninggal di Gresik.
2.
Sunan
Ampel lahir 1401, dengan nama kecil Raden Rahmat. Merupakan putra dari raja
campa (kamboja) dakwah beliau dengan
membuat syair dengan ide-ide dan budaya lokal.
3.
Sunan
Bonang, putra sulung dari Sunan Ampel. Beliaulah sunan yang menyisipkan ajaran
Islam melalui media wayang. Menyempurnakan instrumen gamelan dan
tembang-tembang.
4.
Sunan
Drajat juga merupakan putra dari Sunan Ampel, beliau hidup pada masa akhir
kekuasaan majapahit tahun 1478. Pada saat itu beliau tampil sebagai pembela wong cilik.
5.
Sunan
Kalijaga diakui masyarakat jawa sebagai Guru
Suci ing Tanah Jawi. Mempunyai kemampuan dakwah dengan hikmah dan
bijaksana.
6.
Sunan
Giri, termasuk salah satu murid sunan Ampel. Ayah beliau maulana Ishak dari
Pasai dan ibunya Sekardhadu putrid raja belambangan (Jawa Timur).
7.
Sunan
Kudus mempunyai nama asli Ja’far Shodiq. Beliau menyebarkan Islam di daerah
kudus. Peninggalannya antara lain masjid Kudus.
8.
Sunan
Muria mempunyai nama raden Umar Said. Beliau menyebarkan Islam di daerah
sekitar gunung muria sehingga mendapat gelar tersebut. Karyanya tembang
Jawa-Islam tembang sinom dan tembang kinanthi.
9.
Sunan
Gunung jati memiliki nama lain Syarif Hidayatullah mempunyai kekuasaan
dakwahnya di Banten dan Cirebon, kemudian meninggal dimakamkan di gunung jati.[15]
Perjuangan walisongo tidak mengenal lelah. Cara bil Al-Hikmah menjadi metode yang jitu untuk menarik minat masyarakat jawa. Para
walisongo melihat celah yang ada dalam masyarakat Jawa tersebut sehingga
menggabungkan budaya lokal setempat yang selaras dengan Islam dengan ajaran murni Islam.
Demikian perjuangan walisongo dalam menyebarkan Islam ditanah Jawa,
sehingga tidak mungkin membicarakan Islam di Jawa tanpa walisongo.[16]
Demak
Letak Demak sangat menguntungkan, baik
perdagangan dan pertanian. Pada zaman dahulu Demak terletak dipantai selat yang
memisahkan gunung muria dari Jawa. Sebelumnya selat tersebut agaknya lebar
namun pada abad ke-17 pelabuhan tersebut tidak bisa dimasuki kapal-kapal besar.[17]
Pada
abad ke-16 agaknya Demak telah menjadi tempat penimbunan hasil panen khususnya
padi yang berasal dari berbagai daerah-daerah sekitar Demak. Ini membuat Demak
menjadi terkenal ketika itu.[18]
Puncaknya
didirikan kerajaan Islam di demak, Atas prakarsa walisongo. Dan mengangkar raja
yang pertama yang bernama Raden Fatah. Beliau mempunyai gelar Senopati Jimbun
Ngabdulrahman panembahan Palembang Sayyidin Panotogomo.[19]
Setelah
Demak resmi menjadi kerajaan, mulailah melakukan ekspansi keberbagai tempat
sasaran utama adalah kerajaan Majapahit yang telah lemas pasca perang
parengrek. Majapahit runtuh pada tahun 1478. Mulailah bergeser kekuatan Hindu
beralih ke Islam. Ditangan Pangeran Trenggono Demak dapat menaklukkan beberapa
daerah seperti Tuban, Madiun, Blora, Surabaya, Pasuruan, Lamongan, Blitar,
Wirosobo, dan Kediri.[20]
Konflik
mulai merebak sepeninggalan Pangeran Trenggono. Perebutan kekuasaan antara
Sunan Prawoto dengan Aria Penangsang membawa konsekuensi dengan terbunuhnya
Sunan Prawoto ( suami Ratu Kalinyamat ).
Kemudian muncul Jaka Tingkir dan mengalahkan Aria Penangsang. Pasca
kemenangan tersebut, Jaka Tingkir mengambil inisiatif untuk memindahkan
kekuasaan kedaerah pajang.[21]
Pajang
Pajang berada diantara Gunung Lawu dan Merapi. Pada zaman Majapahit
kuno daerah ini tidak begitu strategis dalam hal ekonomi maupun politik.
Raja-raja hindu memerintahkan untuk membangun candi-candi hingga tudak heran
peninggalannya mulai banyak ditemukan di daerah tersebut.[22]
Pada abad 15
sampai16 tidak banyak sejarahwan yang menceritakan Pajang karena kurangnya
interaksi orang asing dengan kerajaan yang berada di pedalaman. Kesultanan
Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam Demak.
Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura saat itu merupakan kerajaan Islam
pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak
panjang. Singkatnya kekuasaan mereka disebabkan adanya makar Sutawijaya dengan
bantuan Pangeran Benowo untuk menggulingkan kekuasaan. Dengan segala upaya
mereka menguasai kerajaan kemudian memerintahkannya pindah ke Mataram.[23]
Raja pertama yaitu jaka tingkir. Setelah itu, ia memerintahkan agar
semua benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Setelah menjadi raja yang
paling berpengaruh di pulau Jawa, ia bergelar sultan Adiwijaya. Pada masanya
sejarah Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru, titik politik pindah dari
pesisir (Demak) ke pedalaman. Peralihan pusat politik itu membawa akibat yang
sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa.
Sultan Adiwijaya memperluas kekuasaannya di tanah pedalaman ke arah
Timur sampai daerah Madiun, di aliran anak sungai Bengawan Solo yang terbesar.
Selain itu, secara berturut-turut ia dapat menundukkan Blora (1554) dan Kediri
(1577). Pada tahun 1581, ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam
dari raja-raja terpenting di Jawa Timur.
Dalam segi budaya Kerajaan Pajang sedikit banyak telah
memperkenalkan peradaban mapan di Demak dan Jepara kepada masyarakat pedalam
Jawa. Mereka mulai mengenal Islam dengan segala ajarannya yang berakulturasi
dengan budaya Jawa.[24] Banten
Sejak zaman sebelum Islam Banten telah menjadi daerah yang
diperhitungkan. Dalam tulisan sunda kuno yaitu carita parahyangan nama Wahanten Girang sering dihubungkan dengan
banten. Peletak dasar nilai keislaman di kawasan Sunda ialah Nurullah dari
Samudra Pasai. Beliau datang pada tahun 1525 atau 1526 atas perintah Sultan
Demak (Trenggono). Kedatangan Nurullah menjadi Sunan Gunung Jati di Jawa bagian
barat itu dengan missi penyebaran Islam dan memperluas wilayah kekuasaan Demak.[25]
Setelah menyingkirkan bupati setempat, pada tahun 1527 Sunda Kelapa
dapat direbutnya. Runtuhnya pelabuhan Sunda Kelapa yang amat berharga bagi
kerajaan Pajajaran Hindu itu kemudian sebagai peringatan atas peristiwa yang
bersejarah itu maka kota tersebut diberi nama Jayakarta yang kemudian pada abad
20 dikenal dengan nama Jakarta.[26]
Sekitar tahun 1570 M Sultan pertama Banten wafat dan digantikan
putra sulungnya, pangeran yusuf . Dibawah kuasa Pangeran Yusuf, charisma Banten
naik selangkah lebih tinggi. Proses islamisasi pun nampak semakin sempurna.
Seluruh wilayah Banten, baik di pusat kota Banten Girang, Banten Surowowan
maupun daerah selatan telah mengikuti agama Islam, hal ini disebabkan karena
Adipati Pucuk umum (penguasa tertinggi Banten Hindu) telah menyerahkan
kekuasaannya kepada penguasa Islam.[27]
Masa keemasan Banten dipegang oleh Sultan Agung Tiryasa. Keadaan
Banten semenjak diperintah Sultan Ageng Tirtayasa lebih baik lagi, baik di
bidang politik, sosial budaya, terutama perekonomiannya. Dalam bidang
perdagangan juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kurang lebih dua
puluh tahun lamanya Banten merasakan suasana aman dan tentram dibawah
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Tapi setelah putra sulungnya Sultan Abu
Nas’r Abdul Kahar atau Sultan Haji kembali dari tanah suci (1676) suasana
menjadi berubah karena ia lebih berpihak kepada Kompeni dibanding orang-orang
yang dekat dengan ayahnya. Pada tahun 1680 Sultan Ageng Tirtayasa benar-benar
mengalami kesulitan sebab putranya telah membelokkan serta memotong politiknya.
Dan akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa hijrah ke Tirtayasa dan membentuk front
disana beserta pengikut setianya.
Untuk menghadapi putranya sendiri, ia beserta para pengikut
setianya terus melancarkan serangan kepada Kompeni yang kian intensif
pengaruhnya terhadap istana Surosowan. Pada 27 Pebruari 1682 istana Surosowan
diserbu, namun berkat bantuan Kompeni Sultan Haji masih bisa mempertahankan
kekuasaannya sedangkan Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjarakan oleh
Kompeni sampai wafatnya tahun 1692. Pengaruh Belanda semakin terasa intensif
setelah Daendeles menganeksasi Banten pada tahun 1808, Sultan dan alat-alat
politiknya dipertahankan akan tetapi berada dibawah pengawasan ketat pemerintah
Belanda. Para penguasa Banten diperbolehkan menggunakan gelar Sultannya, karena
itu hanyalah simbol saja sedangkan penguasa sebenarnya adalah Kompeni.[28]
Cirebon
Di Cierbon
kedatangan Islam dimulai sejak kedatangan Syekh Datuk Kahfi yang membuat
perkampungan Batuampar, Gunung Jati. Kemudian dikembang oleh salah satu
muridnya yaitu Pangeran Walangsungsang. Perkampungan tersebut menyebar sampai
daerah Kebun Pesisir Lemah Wungkuk. Nama terakhir menjadi cikal bakal Cirebon.[29]
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Di awal abad ke-16, Cirebon
masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Sunan
Gunung Jati lahir tahun 1448 M dan wafat pada 1568 M dalam usia 120 tahun.
Karena kedudukannya sebagai salah seorang Wali Songo, ia mendapat penghormatan
dari raja-raja lain di Jawa, seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi
berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan Pajajaran,
Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan kerajaan Pajajaran yang masih belum
menganut Islam. Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke
daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, kuningan, Kawali (Galuh),
Sunda Kelapa, dan Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan kaum
Muslimin di Banten diletakkan oleh Suanan Gunung Jati tahun 1524 atau 1525 M.
Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya, Sultan
Hasanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja- raja Banten. Di tangan
raja-raja Banten tersebut akhirnya kerajaan Pajajaran dikalahkan. Atas prakasa
Sunan Gunung Jati juga penyerangan ke Sunda Kelapa dilakukan (1527 M).
Penyerangan ini dipimpin oleh Falatehan dengan bantuan tentara Demak.[30]
Mataram
Mataram pada
mulanya hanyalah hutan tropis diatas puing-puing kerajaan mataram kuno
(Hindu).lima abad sebelum berdirinya kerajaan Mataram Islam yang akan kita
bicarakan ini.
Wilayah ini
diakhir abad ke-16 telah dibedah kembali oleh seorang panglima Pajang (Ki Gedes
Nginis) yang kemudian populer dengan Ki Pamenahan dengan suatu misinya
memasukkan wilyah tersebut kedalam pengaruh Islam dibawah kerajaan Pajang.
Wilayah Mataram dianugrahkan oleh Sultan Pajang kepadanya sebagai bentuk terima
kasih atas bantuannya melumpuhkan pemberontakan Aria Penangsang.[31]
Ki Pamenahan
merupakan raja yang patuh terhadap kerajaan Pajang. Ia mulai naik tahta pada
tahun 1577 M di Kotagede sampai tutup usia pada tahun 1584. Kekuasaanya
diturunkan kepada Anaknya, Ngabehi Loring Pasar yang terkenal dengan Panembahan
Senopati.[32]
Masa kejayaan kerjaan ini pada masa raja ketiga, Sultan Agung.
Ketika itu banyak melakukan ekspansi-ekspansi ke Jawa Timur hingga berhasil
menguasai hampir keseluruhan. Kemudian diarahkan kebagian barat namun suatu
yang aneh Sultan tidak pernah berpikir untuk menyerang karena merasa masih satu
keturunan berasal dari Sunan Giri. Dan menganggap penguasa Cirebon sebagai
orang-orang suci.[33]
Masa kemunduran kerajaan ini dikarenakan pengganti Sultan Agung
tidak mampu mengemban secara amanah. Susuhan Amungkarat memimpin secara otoriter dan antipati
terhadap ulama. Tercatat dalam sejarah ia telah membantai lebih dari dua ribu
ulam termasuk mertuanya, Sunan Giri. Seorang yang bersekongkol dengan belanda
hidup penuh glamor sehingga tidak disukai oleh masyarakat luas.[34]
Tercatat banyak pemberontakan pada masa Susuhan Amungkarat seperti,
Trunojoyo (Madura), K. Kajoran (tokoh agama), dan anaknya sendiri Adipati Anom.
Kerajaan ini terpecah pada tahun 1755 M. di Yogyakarta di pimpin oleh
Hamengkubuwono dan di Surakarta oleh Pakubuwono.[35]
Ulama pada masa kerajaan
Mataram mendapat tempat terhormat sebagai terima kasih dalam mewujudkan
stabilitas kerajaan terutama di bidang kerohanian dan mental spiritual
Kaitannya dengan permasalah ini De Graff mensinyalir bahwa raja-raja Mataram
mengangkat wali-wali Kadilungu sebagai pensehat dan pembimbingnya. Sering tokoh
bernama Sunan Kalijaga dimunculkan dalam berbagai cerita. Ia dianggap
orang yang berinisiatif untuk membangun
tembok keliling kerajaan bersama senopati Kediri.[36]
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Bahwa Islam masuk
ke tanah Jawa dengan damai, terlepas teori apa yang lebih pas. Ini sesuai
dengan ajaran Islam bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.
Kedatangan Islam
ketanah Jawa bukanlah sebuah penaklukan melainkan dakwah akn indahnya ajaran
Islam. Kedatangan dinanti untuk menyamakan status kemasyarakatan yang selam ini
terbelenggu dengan sistem kasta. Kemudian penyebararan atau dakwah Islam
menyelaraskan dengan budaya setempat agar relatif bisa diterima oleh masyarakat
sekitar.
Gambaran tentang
kerajaan di berbagai tempat menambah pemahaman kita bahwa sejak dahulu agama
sering dijadikan tunggangan politik walau tidak dipungkiri ini membuat
penyebaran Islam lebih cepat.
B.Saran-saran
kita diharapkan
mengambil sejarah dari masa lalu agar kesalahan-kesalahan dimasa lalu tidak
terulang kembali. Hingga tidak ada darah yang tumpah demi kekuasaan
sementara.Menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup agar keberadaan kita di
dunia mempunyai arti dan berguna. Mustahil kita sempurna tetapi setidaknya kita
mendekati kearah tersebut.
Daftar Pustaka
Syam, Nur, Islam Pesisir, Yogyakarta: LKis, 2005
H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986
Harun, Yahya, Kerajaan Islam Nusantara. Yogyakarta:
Kurnia Kalam Sejahtera. 1995.
Saifullah. Sejarah Dan
Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Sitompul, Agussalim, Usaha-usaha
Untuk Mendirikan Negara Islam Dan Pelaksanaan Syariat Islam DI Indonesia, Jakarta: Misaka Galiza. 2008.
Madjid, Nurcholish, Indonesia
Kita, Jakarta: Universitas Paramadina 2004.
[1] Agussalim Sitompul. Usaha-usaha Untuk Mendirikan Negara Islam Dan Pelaksanaan Syariat Islam
DI Indonesia. Jakarta: Misaka
Galiza. 2008. Hlm: 33
[2] Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2010. Hlm: 18
[3] Nur Syam. Islam
Pesisir. Yogyakarta: LKis. 2005. Hlm: 60
[4]
Agussalim Sitompul. Usaha-usaha Untuk
Mendirikan Negara Islam Dan Pelaksanaan Syariat Islam DI Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza. 2008.
Hlm: 36-37
[5]
Nurcholish Madjid. Indonesia Kita. Jakarta: Universitas Paramadina 2004. Hlm:
12
[6] Ibid. Hlm: 12
[7] H.
J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka
Grafitipers 1986. Hlm: 18
[8]
Agussalim Sitompul. Usaha-usaha Untuk
Mendirikan Negara Islam Dan Pelaksanaan Syariat Islam DI Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza. 2008.
Hlm: 36
[9] H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud.
Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986.
[10] H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud.
Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 27
[11] Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2010. Hlm: 73
[12] Ibid. hlm: 74
[13]
H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta:
Pustaka Grafitipers 1986. Hlm:28-29
[14]
Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam
Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hlm: 21-22
[15]
Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam
Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hlm: 22-25
[16] Ibid.
hlm: 25
[17] H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud.
Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 37
[18] Ibid. hlm: 37
[19] Nur Syam. Islam
Pesisir. Yogyakarta: LKis. 2005. Hlm: 76
[20] Ibid. hlm: 77
[21] Ibid. hlm: 77-78
[22] H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud.
Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 256
[23] Nur Syam. Islam
Pesisir. Yogyakarta: LKis. 2005. Hlm: 78
[24]
H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta:
Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 270
[25] Ibid.
hlm: 147
[26]
Yahya Harun. Kerajaan Islam Nusantara. Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera.
1995. Hlm: 33
[27] Ibid.
hlm: 35
[28] Ibid.
hlm:40
[29] Saifullah.
Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia
Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hlm: 19
[30]
H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta:
Pustaka Grafitipers 1986. Hlm:138-141
[31] Ibid. Hlm:277-281
[32]
Yahya Harun. Kerajaan Islam Nusantara. Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera.
1995. Hlm: 24
[33] Ibid.
hlm: 25-27
[34]
Ibid. hlm: 27
[35] Ibid.
hlm: 28
[36] H.
J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka
Grafitipers 1986. Hlm: 295
0 komentar:
Posting Komentar