Senin, 15 April 2013

Sejarah Islam di Jawa



BAB I
PENDAHULUAN
A .Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara yang terdiri banyak pulau. Negara maritim terkenal dikawasan asia tenggara ketika itu, sehingga tidak mengherankan mengundang para pedagang dari berbagai penjuru dunia untuk datang.
Islam masuk ke Indonesia mempunyai banyak teori, Teori mekkah diusung Hamka berpendapat Islam datang ke Indonesia melalui orang arab tepatnya mekkah. Beliau menolak teori Gujarat, menurutnya Gujarat hanyalah tempat singgah, sedangkan mekkah menjadi pusatnya.[1]sedangkan teori kedua atau teori Gujarat berpendapat bahwa Islam datang dari anak benua India, para pedagang membawa misi agama tersebut disamping berjualan.
 Tidak bisa dipungkiri Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7, namun beberapa temuan menyebutkan bahwa proses islamisasi yang lebih terorganisir terjadi tahun 1200. Artinya sebelum itu mungkin saja Islam sudah masuk namun sifat dakwahnya masih perorangan.[2]
            Para sejarahwan bersepakat Islam datang ke Jawa pada masa pemerintahan raja-raja Hindu. Keberadaan Islam di Jawa diketahui melalui sebuah prasasti makam Fatimah binti Maimun di Gresik, wafat tahun 1087 M. dan prasasti ini memberi bukti Islam telah menyebar di Jawa.[3]
            Pulau Jawa atau terkenal Jawadwipa menjadi pusat perdagangan karena posisi majapahit sebagai pusat pemerintahan. Maka akulturasi tidak dapat dibendung dengan masuknya berbagai kebudayaan asing dan berbaur dengan kebudayaan setempat.
            Perkembangan Islam di Jawa cukup pesat semula mayoritas penduduk beragama hindu-budha menjadi Islam. Banyak faktor melatar belakangi keberhasilan tersebut baik faktor internal maupun eksternal, namun  menurut Agusssalim Sitompul terdapat tiga faktor:
1.      Ajaran Islam menekankan prinsip ketauhidan dalam sistem theloginya. Kemudian mempunyai prinsip persamaan antara manusia sehingga menghilangkan kasta yang berlaku di ajaran Hindu.
2.      Fleksibilitas ajaran Islam, dalam pengertian ia kodifikasi nilai-nilai universal. Artinya ajaran Islam dapat menyesuaikan diri dengan berbagai bentuk dan jenis kemasyarakatan.
3.      Pada gilirannya nanti, Islam dianggap oleh masyarakat Indonesia sebagai institusi yang dianggap mampu melawan penjajah.[4]   
            Pada akhirnya beberapa daerah menjadi pusat perkembangan Islam seperti Demak, Cirebon, Pajang, mataram, dan banten. Dari daerah-daerah tersebut menyebar Islam keseluruh penjuru jawa.
B. Perumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapatlah ditetapkan rumusan masalah hal-hal yang akan diteliti dan dibahas adalah:
1.      Bagaimana Islam masuk ke jawa? Dan siapakah yang membawa?
2.      Bagaimana kondisi sosial politik ketika Islam masuk ke Jawa?
3.      Bagaimana peran walisongo dalam penyebaran Islam di jawa?
4.      Bagaimana perkembangan sosial politik diberbagai daerah khususnya Demak, Cirebon, Pajang, Mataram, dan Banten?
C. Tujuan Dan kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
            Berdasarkan rumusan diatas maka tujuan ddari penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana Islam masuk ke Jawa, pembawanya serta kondisi sosial politik diberbagai daerah setelah kedatangan Islam.
2. Kegunaan Penelitian
            Adapun kegunaan penelitian ini, diharapkan dapat memenuhi beberapa hal:
A.    untuk memberikan sumbangsih pemikiran (ide dan saran) bagi khazanah keislaman khususnya Sejarah Islam Indonesia
B.     dapat memberikan gambaran tentang sejarah Islam di bumi Jawa.


D. Tinjauan Pustaka
            Tinjauan pustaka untuk mengetahui pembahasan-pembahasan yang pernah ditulis, dan mengetahui letak persamaan dan perbedaan pembahasan sehingga posisi penulis jelas.
            Pertama “ Sejarah Kebudayaan islam Asia Tenggara ” ditulis oleh DR. H. Saifullah, SA. MA. Buku ini membahas masuk dan berkembangnya Islam di Negara-negara kawasan Asia Tenggara atau ASEAN.
Kedua “ Kerajaan Islam Nusantara Abad ke 14-17”  ditulis oleh Harun Yahya. Buku ini membahas kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang pernah ada. Sejarah dimulai perintisan, kejayaan, kemunduran hingga tumbang sebuah kerajaan disajikan dengan sistematis. 
             Ketiga “ Islam Pesisir” ditulis oleh Dr. Nur Syam. Buku ini berisi perkembangan Islam didaerah pesisir jawa dan peranan pedagang dalam meyebarkan Islam.
             Keempat “ Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa” ditulis oleh Dr. H.J. de Graaf dan Dr. Th. G.Th. Pigeaud. Buku ini berisi tentang sejarah peraliran majapahit ke mataram.  peristiwa beralihnya kekuasaan majapahit kemudian kerajaan-kerajaan sesudahnya hingga berujung di kerajaan mataram.
             Kelima “ Indonesia Kita” ditulis oleh Nurcholish Madjid. Buku ini berisi tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di bumi nusantara termasuk selayang pandang kedatangan Islam ke Indonesia.
             Keenam “ Usaha-usaha Mendirikan Negara Islam dan Pelaksanaan Syariat Islam di Indonesia” ditulis oleh Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul. Buku ini berisi peranan Islam di Indonesia dan usaha-usaha untuk mendirikan Negara Islam baik sebelum kemerdekaan maupun setelahnya.
E. Metode penelitian
            Penelitian ini pada dasarnya penelitian library Research. Yaitu semua sumber berdasarkan bahan-bahan yang tertulis dan berkaitan dengan permasalahan yang penulis bahas.      











BAB II
PEMBAHASAN
A.Islam masuk ke Jawa
            Pada saat puncak peradaban Islam, kawasan Asia Tenggara menyatu dalam pola budaya global yang meliputi hampir keseluruhan belahan timur dimulai wilayah- wilayah Afrika dan Eropa pada tepi lautan atlantik sampai wilayah cina. Pola itu terkenal dengan hemispheric artinya meliputi seluruh bumi ( timur ) perlu diketahui ketika itu wilayah barat belum ditemukan.[5]
            Dengan budaya seperti diatas menjadi akses bagi Islam untuk masuk ke wilayah Asia Tenggara. Kawasan yang jauh dari pusat muncul agama Islam. Peranan pedagang tetap berlanjut dan dominan. Terlepas para pedagang berasal dari India atau arab.[6]
            Islam mulai datang ke tanah Jawa pada abad ke-12 atau ke-13. Sekarang di daerah yang berabad-abad memeluknya, nama orang-orang yang berjasa menyebarkan islam disebut dengan hormat dan khidmat. Masuk Islam ke berbagai daerah menempuh jalan yang berbeda.[7]
            Islam masuk ke jawa dengan damai, pemandangan unik yang jarang terjadi di wilayah-wilayah yang dibuka oleh Islam. Islam juga tersebar begitu meluas karena karakter orang arab arab yang gemar berkelana dan berdagang. Ini terekam dalam Al-quran surat Quraish:
É#»n=ƒ\} C·÷ƒtè% ÇÊÈ   öNÎgÏÿ»s9¾Î) s's#ômÍ Ïä!$tGÏe±9$# É#ø¢Á9$#ur ÇËÈ   (#rßç6÷èuù=sù ¡>u #x»yd ÏMøt7ø9$# ÇÌÈ   üÏ%©!$# OßgyJyèôÛr& `ÏiB 8íqã_ NßgoYtB#uäur ô`ÏiB ¤$öqyz ÇÍÈ        
1. karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
2. (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas[1602].
3. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah).
4. yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
                Jawa ketika Islam datang telah mengakar kuat budaya hindu- budha. Ini bisa dilihat dari banyaknya kerajaan-kerajaan bercorak hindu dan budha. Maka sinkretisasi tidak bisa dibendung karena benturan antara Islam dan Hindu-Budha. Bahkan Cillford Geertz berpendapat bahwa Islam di Jawa bercorak Islam sinkretik.[8]
B. Keadaan Sosial-Budaya Jawa Ketika Datangnya Islam
            Pada saat Islam berkembang di Jawa pada abad 15, Bandar-bandar di pesisir utara awalnya merupakan pangkalan dagang kemudian berkembang menjadi tempat penimbunan rempah-rempah sehingga tempat tersebut ramai banyak orang. Kemudian sering terjadi perkawinan campur antara para pedagang dengan orang-orang yang hidup disekitar kerajaan. Sedikit banyak memperluas ajaran Islam ke dalam kerajaan.[9]
            Seiring dengan berjalannya waktu Islam mulai dipeluk masyarakat golongan menengah, pedagang, dan buruh-buruh pelabuhan ( hal ini terjadi dihampir didaerah dimana Islam berkembang terlebih kawasan Asia Tenggara). Setelah berkumpulnya komunitas muslim, mereka membangun masjid, ini penting dalam kehidupan masyarakat. Ia pusat berkumpulnya orang-orang beriman dan menjadi lambang kesatuan jamaah.[10]
            Masjid menjadi tempat strategis untuk pengembangan komunitas Islam. Selain sebagai tempat ritual , masjid juga sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Islam. Dari masjid mereka menyusun rencana dalam penyebaran ketengah masyarakat. [11]
Di Jawa, raja yang memiliki perhatian terhadap pengembangan Islam mendirikan Masjid dan pesantren ialah Sultan Agung. Atas dasar perintahnya setiap ibukota didirikan masjid yang dipimpin naib dan disetiap distrik masjid dipimpin modin.[12]
Suma oriental karangan tome pires, menggambarkan keadaan masyarakat Jawa tahun 1515. Menurutnya perpindahan kekuasaan kepada orang-orang Islam terdapat dua cara:
Pertama: Bangsawan-bangsawan Jawa dengan sukarela memeluk agama Islam. Ini untuk mempertahan status quo mereka sebagai penguasa.
 Kedua: Orang-orang asing beragama Islam membentuk pemukiman sehingga menguasai Bandar secara keseluruhan.
Bolehlah diperkirakan bahwa proses pengislaman yang pertama itulah yang tertua. Dan bahwa Bandar-bandar kuno di pantai utara Jawa. Dengan cara demikian jawa menjadi Islam.[13]
C. Peranan Walisongo Dalam Penyebaran Islam Di Jawa
            Penyebaran Islam di Jawa tidak terlepas dari peranan walisongo. Secara sederhana walisongo berarti Sembilan orang wali. Sedangkan secara filosofis maksudnya Sembilan orang yang telah mampu mencapai derajat “wali” status tingkat tertinggi yang mampu mengawal babahan hawa sanga ( mengawal Sembilan lubang dalam diri manusia)[14]
            Nama-nama walisongo adalah:
1.      Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Berasal dari magribi (maroko) Afrika Utara. Setelah menetap di Gresik mempunyai beberapa julukan Yaitu Syekh magribi, Maulana Magribi dan Sunan Gresik. Datang ke Indonesia pada masa majapahit. Dan meninggal di Gresik.
2.      Sunan Ampel lahir 1401, dengan nama kecil Raden Rahmat. Merupakan putra dari raja campa (kamboja)  dakwah beliau dengan membuat syair dengan ide-ide dan budaya lokal.
3.      Sunan Bonang, putra sulung dari Sunan Ampel. Beliaulah sunan yang menyisipkan ajaran Islam melalui media wayang. Menyempurnakan instrumen gamelan dan tembang-tembang.
4.      Sunan Drajat juga merupakan putra dari Sunan Ampel, beliau hidup pada masa akhir kekuasaan majapahit tahun 1478. Pada saat itu beliau tampil sebagai pembela wong cilik.
5.      Sunan Kalijaga diakui masyarakat jawa sebagai Guru Suci ing Tanah Jawi. Mempunyai kemampuan dakwah dengan hikmah dan bijaksana.
6.      Sunan Giri, termasuk salah satu murid sunan Ampel. Ayah beliau maulana Ishak dari Pasai dan ibunya Sekardhadu putrid raja belambangan (Jawa Timur).
7.      Sunan Kudus mempunyai nama asli Ja’far Shodiq. Beliau menyebarkan Islam di daerah kudus. Peninggalannya antara lain masjid Kudus.
8.      Sunan Muria mempunyai nama raden Umar Said. Beliau menyebarkan Islam di daerah sekitar gunung muria sehingga mendapat gelar tersebut. Karyanya tembang Jawa-Islam tembang sinom dan tembang kinanthi.
9.      Sunan Gunung jati memiliki nama lain Syarif Hidayatullah mempunyai kekuasaan dakwahnya di Banten dan Cirebon, kemudian meninggal dimakamkan di gunung jati.[15]
Perjuangan walisongo tidak mengenal lelah. Cara bil Al-Hikmah menjadi metode yang jitu untuk menarik minat masyarakat jawa. Para walisongo melihat celah yang ada dalam masyarakat Jawa tersebut sehingga menggabungkan budaya lokal setempat yang selaras dengan Islam  dengan ajaran murni Islam.       
Demikian perjuangan walisongo dalam menyebarkan Islam ditanah Jawa, sehingga tidak mungkin membicarakan Islam di Jawa tanpa walisongo.[16]
Demak
Letak Demak sangat menguntungkan, baik perdagangan dan pertanian. Pada zaman dahulu Demak terletak dipantai selat yang memisahkan gunung muria dari Jawa. Sebelumnya selat tersebut agaknya lebar namun pada abad ke-17 pelabuhan tersebut tidak bisa dimasuki kapal-kapal besar.[17]       
            Pada abad ke-16 agaknya Demak telah menjadi tempat penimbunan hasil panen khususnya padi yang berasal dari berbagai daerah-daerah sekitar Demak. Ini membuat Demak menjadi terkenal ketika itu.[18]
            Puncaknya didirikan kerajaan Islam di demak, Atas prakarsa walisongo. Dan mengangkar raja yang pertama yang bernama Raden Fatah. Beliau mempunyai gelar Senopati Jimbun Ngabdulrahman panembahan Palembang Sayyidin Panotogomo.[19]
            Setelah Demak resmi menjadi kerajaan, mulailah melakukan ekspansi keberbagai tempat sasaran utama adalah kerajaan Majapahit yang telah lemas pasca perang parengrek. Majapahit runtuh pada tahun 1478. Mulailah bergeser kekuatan Hindu beralih ke Islam. Ditangan Pangeran Trenggono Demak dapat menaklukkan beberapa daerah seperti Tuban, Madiun, Blora, Surabaya, Pasuruan, Lamongan, Blitar, Wirosobo, dan Kediri.[20]
            Konflik mulai merebak sepeninggalan Pangeran Trenggono. Perebutan kekuasaan antara Sunan Prawoto dengan Aria Penangsang membawa konsekuensi dengan terbunuhnya Sunan Prawoto ( suami Ratu Kalinyamat ).  Kemudian muncul Jaka Tingkir dan mengalahkan Aria Penangsang. Pasca kemenangan tersebut, Jaka Tingkir mengambil inisiatif untuk memindahkan kekuasaan kedaerah pajang.[21]
Pajang
            Pajang berada diantara Gunung Lawu dan Merapi. Pada zaman Majapahit kuno daerah ini tidak begitu strategis dalam hal ekonomi maupun politik. Raja-raja hindu memerintahkan untuk membangun candi-candi hingga tudak heran peninggalannya mulai banyak ditemukan di daerah tersebut.[22]
            Pada abad 15 sampai16 tidak banyak sejarahwan yang menceritakan Pajang karena kurangnya interaksi orang asing dengan kerajaan yang berada di pedalaman. Kesultanan Pajang adalah pelanjut dan dipandang sebagai pewaris kerajaan Islam Demak. Kesultanan yang terletak di daerah Kartasura saat itu merupakan kerajaan Islam pertama yang terletak di daerah pedalaman pulau Jawa. Usia kesultanan ini tidak panjang. Singkatnya kekuasaan mereka disebabkan adanya makar Sutawijaya dengan bantuan Pangeran Benowo untuk menggulingkan kekuasaan. Dengan segala upaya mereka menguasai kerajaan kemudian memerintahkannya pindah ke Mataram.[23]
Raja pertama yaitu jaka tingkir. Setelah itu, ia memerintahkan agar semua benda pusaka Demak dipindahkan ke Pajang. Setelah menjadi raja yang paling berpengaruh di pulau Jawa, ia bergelar sultan Adiwijaya. Pada masanya sejarah Islam di Jawa mulai dalam bentuk baru, titik politik pindah dari pesisir (Demak) ke pedalaman. Peralihan pusat politik itu membawa akibat yang sangat besar dalam perkembangan peradaban Islam di Jawa.
Sultan Adiwijaya memperluas kekuasaannya di tanah pedalaman ke arah Timur sampai daerah Madiun, di aliran anak sungai Bengawan Solo yang terbesar. Selain itu, secara berturut-turut ia dapat menundukkan Blora (1554) dan Kediri (1577). Pada tahun 1581, ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai Sultan Islam dari raja-raja terpenting di Jawa Timur.
Dalam segi budaya Kerajaan Pajang sedikit banyak telah memperkenalkan peradaban mapan di Demak dan Jepara kepada masyarakat pedalam Jawa. Mereka mulai mengenal Islam dengan segala ajarannya yang berakulturasi dengan budaya Jawa.[24] Banten
Sejak zaman sebelum Islam Banten telah menjadi daerah yang diperhitungkan. Dalam tulisan sunda kuno yaitu carita parahyangan nama Wahanten Girang sering dihubungkan dengan banten. Peletak dasar nilai keislaman di kawasan Sunda ialah Nurullah dari Samudra Pasai. Beliau datang pada tahun 1525 atau 1526 atas perintah Sultan Demak (Trenggono). Kedatangan Nurullah menjadi Sunan Gunung Jati di Jawa bagian barat itu dengan missi penyebaran Islam dan memperluas wilayah kekuasaan Demak.[25]
Setelah menyingkirkan bupati setempat, pada tahun 1527 Sunda Kelapa dapat direbutnya. Runtuhnya pelabuhan Sunda Kelapa yang amat berharga bagi kerajaan Pajajaran Hindu itu kemudian sebagai peringatan atas peristiwa yang bersejarah itu maka kota tersebut diberi nama Jayakarta yang kemudian pada abad 20 dikenal dengan nama Jakarta.[26]
Sekitar tahun 1570 M Sultan pertama Banten wafat dan digantikan putra sulungnya, pangeran yusuf . Dibawah kuasa Pangeran Yusuf, charisma Banten naik selangkah lebih tinggi. Proses islamisasi pun nampak semakin sempurna. Seluruh wilayah Banten, baik di pusat kota Banten Girang, Banten Surowowan maupun daerah selatan telah mengikuti agama Islam, hal ini disebabkan karena Adipati Pucuk umum (penguasa tertinggi Banten Hindu) telah menyerahkan kekuasaannya kepada penguasa Islam.[27]
Masa keemasan Banten dipegang oleh Sultan Agung Tiryasa. Keadaan Banten semenjak diperintah Sultan Ageng Tirtayasa lebih baik lagi, baik di bidang politik, sosial budaya, terutama perekonomiannya. Dalam bidang perdagangan juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kurang lebih dua puluh tahun lamanya Banten merasakan suasana aman dan tentram dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Tapi setelah putra sulungnya Sultan Abu Nas’r Abdul Kahar atau Sultan Haji kembali dari tanah suci (1676) suasana menjadi berubah karena ia lebih berpihak kepada Kompeni dibanding orang-orang yang dekat dengan ayahnya. Pada tahun 1680 Sultan Ageng Tirtayasa benar-benar mengalami kesulitan sebab putranya telah membelokkan serta memotong politiknya. Dan akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa hijrah ke Tirtayasa dan membentuk front disana beserta pengikut setianya.
Untuk menghadapi putranya sendiri, ia beserta para pengikut setianya terus melancarkan serangan kepada Kompeni yang kian intensif pengaruhnya terhadap istana Surosowan. Pada 27 Pebruari 1682 istana Surosowan diserbu, namun berkat bantuan Kompeni Sultan Haji masih bisa mempertahankan kekuasaannya sedangkan Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjarakan oleh Kompeni sampai wafatnya tahun 1692. Pengaruh Belanda semakin terasa intensif setelah Daendeles menganeksasi Banten pada tahun 1808, Sultan dan alat-alat politiknya dipertahankan akan tetapi berada dibawah pengawasan ketat pemerintah Belanda. Para penguasa Banten diperbolehkan menggunakan gelar Sultannya, karena itu hanyalah simbol saja sedangkan penguasa sebenarnya adalah Kompeni.[28]
Cirebon
            Di Cierbon kedatangan Islam dimulai sejak kedatangan Syekh Datuk Kahfi yang membuat perkampungan Batuampar, Gunung Jati. Kemudian dikembang oleh salah satu muridnya yaitu Pangeran Walangsungsang. Perkampungan tersebut menyebar sampai daerah Kebun Pesisir Lemah Wungkuk. Nama terakhir menjadi cikal bakal Cirebon.[29]
Kesultanan Cirebon adalah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Di awal abad ke-16, Cirebon masih merupakan sebuah daerah kecil di bawah kekuasaan Pakuan Pajajaran. Sunan Gunung Jati lahir tahun 1448 M dan wafat pada 1568 M dalam usia 120 tahun. Karena kedudukannya sebagai salah seorang Wali Songo, ia mendapat penghormatan dari raja-raja lain di Jawa, seperti Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang bebas dari kekuasaan Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan kerajaan Pajajaran yang masih belum menganut Islam. Dari Cirebon, Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat seperti Majalengka, kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan kaum Muslimin di Banten diletakkan oleh Suanan Gunung Jati tahun 1524 atau 1525 M. Ketika ia kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada anaknya, Sultan Hasanuddin. Sultan inilah yang menurunkan raja- raja Banten. Di tangan raja-raja Banten tersebut akhirnya kerajaan Pajajaran dikalahkan. Atas prakasa Sunan Gunung Jati juga penyerangan ke Sunda Kelapa dilakukan (1527 M). Penyerangan ini dipimpin oleh Falatehan dengan bantuan tentara Demak.[30]
Mataram
            Mataram pada mulanya hanyalah hutan tropis diatas puing-puing kerajaan mataram kuno (Hindu).lima abad sebelum berdirinya kerajaan Mataram Islam yang akan kita bicarakan ini.
            Wilayah ini diakhir abad ke-16 telah dibedah kembali oleh seorang panglima Pajang (Ki Gedes Nginis) yang kemudian populer dengan Ki Pamenahan dengan suatu misinya memasukkan wilyah tersebut kedalam pengaruh Islam dibawah kerajaan Pajang. Wilayah Mataram dianugrahkan oleh Sultan Pajang kepadanya sebagai bentuk terima kasih atas bantuannya melumpuhkan pemberontakan Aria Penangsang.[31]
            Ki Pamenahan merupakan raja yang patuh terhadap kerajaan Pajang. Ia mulai naik tahta pada tahun 1577 M di Kotagede sampai tutup usia pada tahun 1584. Kekuasaanya diturunkan kepada Anaknya, Ngabehi Loring Pasar yang terkenal dengan Panembahan Senopati.[32]
Masa kejayaan kerjaan ini pada masa raja ketiga, Sultan Agung. Ketika itu banyak melakukan ekspansi-ekspansi ke Jawa Timur hingga berhasil menguasai hampir keseluruhan. Kemudian diarahkan kebagian barat namun suatu yang aneh Sultan tidak pernah berpikir untuk menyerang karena merasa masih satu keturunan berasal dari Sunan Giri. Dan menganggap penguasa Cirebon sebagai orang-orang suci.[33]
Masa kemunduran kerajaan ini dikarenakan pengganti Sultan Agung tidak mampu mengemban secara amanah. Susuhan Amungkarat  memimpin secara otoriter dan antipati terhadap ulama. Tercatat dalam sejarah ia telah membantai lebih dari dua ribu ulam termasuk mertuanya, Sunan Giri. Seorang yang bersekongkol dengan belanda hidup penuh glamor sehingga tidak disukai oleh masyarakat luas.[34]
Tercatat banyak pemberontakan pada masa Susuhan Amungkarat seperti, Trunojoyo (Madura), K. Kajoran (tokoh agama), dan anaknya sendiri Adipati Anom. Kerajaan ini terpecah pada tahun 1755 M. di Yogyakarta di pimpin oleh Hamengkubuwono dan di Surakarta oleh Pakubuwono.[35]
 Ulama pada masa kerajaan Mataram mendapat tempat terhormat sebagai terima kasih dalam mewujudkan stabilitas kerajaan terutama di bidang kerohanian dan mental spiritual
Kaitannya dengan permasalah ini De Graff  mensinyalir bahwa raja-raja Mataram mengangkat wali-wali Kadilungu sebagai pensehat dan pembimbingnya. Sering tokoh bernama Sunan Kalijaga dimunculkan dalam berbagai cerita. Ia dianggap orang  yang berinisiatif untuk membangun tembok keliling kerajaan bersama senopati Kediri.[36]












BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
            Bahwa Islam masuk ke tanah Jawa dengan damai, terlepas teori apa yang lebih pas. Ini sesuai dengan ajaran Islam bahwa tidak ada paksaan dalam beragama.
            Kedatangan Islam ketanah Jawa bukanlah sebuah penaklukan melainkan dakwah akn indahnya ajaran Islam. Kedatangan dinanti untuk menyamakan status kemasyarakatan yang selam ini terbelenggu dengan sistem kasta. Kemudian penyebararan atau dakwah Islam menyelaraskan dengan budaya setempat agar relatif bisa diterima oleh masyarakat sekitar.
            Gambaran tentang kerajaan di berbagai tempat menambah pemahaman kita bahwa sejak dahulu agama sering dijadikan tunggangan politik walau tidak dipungkiri ini membuat penyebaran Islam lebih cepat.
B.Saran-saran
            kita diharapkan mengambil sejarah dari masa lalu agar kesalahan-kesalahan dimasa lalu tidak terulang kembali. Hingga tidak ada darah yang tumpah demi kekuasaan sementara.Menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup agar keberadaan kita di dunia mempunyai arti dan berguna. Mustahil kita sempurna tetapi setidaknya kita mendekati kearah tersebut.
  
Daftar Pustaka
Syam, Nur,  Islam Pesisir, Yogyakarta: LKis, 2005
H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986
 Harun, Yahya, Kerajaan Islam Nusantara. Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera. 1995.
Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Sitompul, Agussalim, Usaha-usaha Untuk Mendirikan Negara Islam Dan Pelaksanaan Syariat Islam DI   Indonesia, Jakarta: Misaka Galiza. 2008.
Madjid, Nurcholish, Indonesia Kita, Jakarta: Universitas Paramadina 2004.


[1]  Agussalim Sitompul. Usaha-usaha Untuk Mendirikan Negara Islam Dan Pelaksanaan Syariat Islam DI   Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza. 2008. Hlm: 33
[2]  Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hlm: 18
[3]  Nur Syam. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKis. 2005. Hlm: 60
[4] Agussalim Sitompul. Usaha-usaha Untuk Mendirikan Negara Islam Dan Pelaksanaan Syariat Islam DI   Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza. 2008. Hlm: 36-37
[5] Nurcholish Madjid. Indonesia Kita. Jakarta: Universitas Paramadina 2004. Hlm: 12
[6] Ibid. Hlm: 12
[7] H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 18
[8] Agussalim Sitompul. Usaha-usaha Untuk Mendirikan Negara Islam Dan Pelaksanaan Syariat Islam DI   Indonesia. Jakarta: Misaka Galiza. 2008. Hlm: 36
[9]  H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986.
[10]  H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 27
[11]  Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hlm: 73
[12]  Ibid. hlm: 74
[13] H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm:28-29
[14] Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hlm: 21-22
[15] Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hlm: 22-25
[16]  Ibid. hlm: 25
[17]  H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 37
[18]  Ibid. hlm: 37
[19]  Nur Syam. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKis. 2005. Hlm: 76
[20]  Ibid. hlm: 77
[21]  Ibid. hlm: 77-78
[22]  H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 256
[23]  Nur Syam. Islam Pesisir. Yogyakarta: LKis. 2005. Hlm: 78
[24] H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 270
[25] Ibid. hlm: 147
[26] Yahya Harun. Kerajaan Islam Nusantara. Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera. 1995. Hlm: 33
[27] Ibid. hlm: 35
[28] Ibid. hlm:40
[29] Saifullah. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hlm: 19
[30] H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm:138-141
[31]  Ibid. Hlm:277-281
[32] Yahya Harun. Kerajaan Islam Nusantara. Yogyakarta: Kurnia Kalam Sejahtera. 1995. Hlm: 24
[33] Ibid. hlm: 25-27
[34] Ibid. hlm: 27
[35] Ibid. hlm: 28
[36] H. J. Graaf dan TH. TH. Pigeaud. Kerajaan-kerajaan Islam Di Jawa. Jakarta: Pustaka Grafitipers 1986. Hlm: 295

0 komentar: