I. PENGERTIAN DAN SEJARAH TASAWUF
Menurut bahasa, istilah tasawuf berasal dari kata shaf, shuf, dan shuffah. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan - Nya dalam barisan (haffan) yang teratur seakan-akan mereka seperti bangunan yang tersusun kokoh.”
Jika dilihat dari asal kata shaf, maka tasawuf berarti menyusun barisan di jalan Allah. Shuf adalah bulu domba yang sering digunakan oleh pemimpin Yahudi dan Kristen sebagai simbol kesederhanaan. Jika ditinjau dari asal kata shuf, maka tasawuf berarti hal yang identik dengan kesederhanaan.
Shuffah adalah tempat duduk kecil yang terbuat dari kayu atau batu yang digunakan oleh para sahabat Nabi saw sehingga mereka disebut Ahlus - shuffah. Tasawuf diyakini berasal dari kebiasaan para sahabat Nabi saw tersebut. Kesimpulannya, tasawuf adalah barisan - barisan yang senantiasa berada di jalan Allah dan hidup sederhana dengan mencontoh teladan para sahabat Nabi saw.
Ada beberapa ulama yang telah mendefinisikan istilah tasawuf, antara lain : Abu Muhammad al-Jariri, al-Kattani, al-Ruwaim, Dzun-Nun al-Mishri, dan al-Junaid. Abu Muhammad al-Jariri berkata, “Tasawuf adalah memasuki akhlak yang baik dan keluar dari akhlak yang buruk.” Al-Kattani berkata, ”Tasawuf adalah akhlak. Barangsiapa bertambah baik akhlaknya, bertambah baik pula tasawufnya.” Al-Ruwaim berkata, “Tasawuf adalah membiarkan diri bersama Allah menurut apa yang dikehendaki-Nya.” Sedangkan Dzun-Nun al-Mishri berkata, “Sufi adalah orang yang tidak berpayah-payah meminta dan tidak kecewa oleh penolakan.” Jadi, Tasawuf bisa didefinisikan sebagai pendidikan tentang bagaimana seorang hamba harus berakhlak mulia serta menyerahkan urusannya kepada Allah.
Ada lagi pendapat lain yang mengatakan tentang awal kemunculan kata tasawuf. Ibnu Taimiyah dan sebelum itu Ibnu Al Jauzi dan Ibu Khaldun menyebutkan bahwa kata sufi tidak dikenal di tiga abad hijriyah, namun pembicaran tentang tasawuf dikenal setelah itu. As Siraj Ath Thusi berkata di bab khusus yang ia buat untuk mengkounter pendapat yang menyatakan, ”Kami tidak mendengar penyebutan orang-orang sufi pada zaman dulu dan kata tersebut adalah kata baru ”Kata As Siraj”, Jika penanya bertanya dengan berkata bahwa kami tidak mendengar penyebutan orang-orang sufi dikalangan sahabat-sahabat Nabi SAW atau generasi sesudah mereka, kami hanya mengenal istilah orang-orang ahli ibadah, orang-orang zuhud, para pengembara, para orang miskin, Selain itu, tidak pernah dikatakan kepada seorang sahabat bahwa ia orang sufi.
Hal yang sama dikatakan As-Sahruradi .”kata tasawuf tidak dikenal pada zaman Rasullullah, ada lagi yang mengatakan bahwa kata tasawuf ( sufi ) tidak dikenal hingga tahun 200 Hijriyah. Abdurrahman Al Jami menegaskan, ”Abu Hasyim Al Kufi adalah orang yang pertama kali dipanggil dengan nama sufi dan sebelumnya tidak ada seorang pun yang diberi nama dengan nama tersebut, Khaniqah yang pertama kali ialah khaniqah di Ramlah, Syam.
Adapun Al Hajuwiri, ia menyebutkan kata tasawuf sudah ada pada zaman Rasullullah dan denga kata yang sama Al Hajuwiri berhujjah dengan hadits palsu Yang diatasnamakan kepada Rasullullah, katanya Beliau bersabda, ”Barangsiapa mendengar suara orang-orang sufi, namun tidak mengamankan doa mereka, ia ditulis disisi Allah sebagai orang yang lalai.
Padahal Al Hajuwiri sendiri menulis di akhir bab yang sama ketika menjelaskan perkataan Abui Al Hasan Al Busynaji. ”Tasawuf pada hari ini adalah nama tanpa hakekat dan sebelum itu adalah hakekat tanpa nama, Maksudnya, nama tasawuf tidak ada pada zaman sahabat dan generasi salaf sedang maknanya ada pada setiap orang dari mereka, sedang sekarang namanya ada, namun maknanya tidak ada.
Adapun para orientalis yang menulis tasawuf seperti Nichelson, ia berpendapat bahwa kata tasawuf pertama kali diberikan kepada Abu Hasyim Al Kufi ( meninggal pada tahun 150 H).
Bentuk jamak kata sufi , yaitu shufiyah ( orang - orang sufi) yang muncul pada tahun 189 H ( 814 M ) di Iskandariyah, maka itu menunjukkan dekatnya periode ketika itu dengan salah satu aliran tasawuf islam, yang nyaris merupakan aliran Syiah dan muncul di Kufah. Abdak adalah imam terakhir tasawuf dan termasuk orang yang berpendapat imamah ( kepemimpinan ) itu bisa dimiliki dengan pewarisan dan penunjukan . Abdak tidak makan daging dan meninggal dunia di Baghdad kira-kira pada tahun 210 H, jadi penggunaan kat sufi terbatas di Kufah.
Menurut sejarah, orang yang pertama kali memakai kata sufi dalah Abu Hasyim al Kufi (zahid Irak, w. 150). Sedangkan menurut Abdul Qosim Abdul Karim bin Hawazin bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad al Qusyairi (tokoh sufi dari Iran 376-465 H), istilah tasawuf telah dikenal sebelum tahun 200 H. Tetapi ajaran pokok yang selanjutnya merupakan inti tasawuf itu baru muncul secara lengkap pada abad ke 3 Hijriyah. Pada abad ke 2 Hijriyah itu itu belum diketahui adanya orang-orang yang disebut sufi; yang terlihat adalah aliran Zuhud (penganutnya disebut zahid).
Seperti diketahui dalam sejarah, para zahid besar dalam abad ke 2 H. (seperti al Hasan al Basri, abu Hasyim al Kufi, Sufyan as Sauri, Fudail bin Iyad, Rabi’ah al Adawiyah dan Makruf al Karkhi) dan lebih-lebih lagi mereka yang hidup pada abad-abad berikutnya (seperti al Bistaami, al Halaj, Junaid al Bagdadi, al Harawi, al Gazali, Ibn Sab’in, Ibni Arabi, abu al Farid, Jalaluddin ar Rumi) telah mengolah atau mengembangkan sikap atau emosi agama dalam hati mereka dengan kesungguhan yang luar biasa. Sebelum munculnya Ar Rabbi’ah al Adawiyah (w.185 H) tujuan tasawuf yang diupayakan oleh para zahid menurut penilaian para ahli, tidak lain dari terciptanya kehidupan yang diridhai oleh Tuhan didunia ini, sehingga di akhirat terlepas dari azab Tuhan (neraka) dan memperoleh surga-Nya.
Untuk tiba pada identifikasi akhir tasawuf dengan thariqah, yang kita ketahui terjadi pada abad ke 3 H, kita harus meneliti apa yang sebenarnya terjadi dalam tradisi Islam yang mengakibatkan timbulnya tasawuf. Ada sejumlah peristiwa yang berlangsung pada masa itu, yang kesemuanya membuat tasawuf mengemuka :
1. Kecenderungan mencampuradukan asketisme dengan jalan itu
2. semakin mantapnya aliran-aliran yurisprudensi eksetorik.
3. Pernyataan-pernyataan kaum syi’ah mengenai para imam.
4. Munculnya filsafat Islam
5. Meningkatnya formalism ahli-ahli hokum
6. Tuntutan untuk memastikan bahwa pesan integral dari wahyu.
Sejak saat itu dikaitkan dengan tasawuf, dan jika diperhatikan keenam hal tersebut diatas, sangat erat kaitannya dengan kemunculan tasawuf.
Hakikat Tasawuf
Hakikat Tasawuf Seringkali tasawuf dituduh sebagai ajaran sesat. Tasawuf dipersepsikan sebagai ajaran yang lahir dari rahim non Islam. Ia adalah ritual keagamaan yang diambil dari tradisi Kristen, Hindu dan Brahmana. Bahkan gerakan sufi, diidentikan dengan kemalasan bekerja dan berfikir. Betulkah?
Untuk menilai apakah satu ajaran tidak Islami dan dianggap sebagai terkena infiltrasi budaya asing tidak cukup hanya karena ada kesamaan istilah atau ditemukannya beberapa kemiripan dalam laku ritual dengan tradisi agama lain atau karena ajaran itu muncul belakangan, paska Nabi dan para shahabat. Perlu analisis yang lebih sabar, mendalam, dan objektif. Tidak bisa hanya dinilai dari kulitnya saja, tapi harus masuk ke substansi materi dan motif awalnya.
Tasawuf pada mulanya dimaksudkan sebagai tarbiyah akhlak-ruhani: mengamalkan akhlak mulia, dan meninggalkan setiap perilaku tercela. Atau sederhananya, ilmu untuk membersihkan jiwa dan menghaluskan budi pekerti. Demikian Imam Junaid, Syeikh Zakaria al-Anshari mendefiniskan.
Asal kata sufi sendiri ulama berbeda pendapat. Tapi perdebatan asal-usul kata itu tak terlalu penting. Adapun penolakan sebagian orang atas tasawuf karena menganggap kata sufi tidak ada dalam al-Qur\'an, dan tidak dikenal pada zaman Nabi, Shahabat dan tabi\'in tidak otomatis menjadikan tasawuf sebagai ajaran terlarang! Artinya, kalau mau jujur sebetulnya banyak sekali istilah-istilah (seperti nahwu, fikih, dan ushul fikih) yang lahir setelah periode Shahabat, tapi ulama kita tidak alergi, bahkan menggunakannya dengan penuh kesadaran.
Urgensitas Tasawuf
Imam Ghazali dalam an-Nusrah an-Nabawiahnya mengatakan bahwa mendalami dunia tasawuf itu penting sekali. Karena, selain Nabi, tidak ada satupun manusia yang bisa lepas dari penyakit hati seperti riya, dengki, hasud dll. Dan, dalam pandangannya, tasawuf lah yang bisa mengobati penyakit hati itu. Karena, tasawuf konsentrasi pada tiga hal dimana ketiga-tiganya sangat dianjurkan oleh al-Qur\'an al-karim. Pertama, selalu melakukan kontrol diri, muraqabah dan muhasabah. Kedua, selalu berdzikir dan mengingat Allah Swt. Ketiga, menanamkan sifat zuhud, cinta damai, jujur,sabar, syukur, tawakal, dermawan dan ikhlas.
Melihat konsenstrasi bahasan tasawuf di atas, jelas sekali bahwa tasawuf bagian dari Islam.
Tasawuf dan Tuduhan-Tuduhan Miring
Demi objektifitas, menilai apakah tasawuf melenceng dari ajaran Islam apa tidak, kita harus melewati beberapa kriteria di bawah ini. Dengan kriteria ini secara otomatis kita bisa mengukur hakikat tasawuf.
Pertama sekali, penilaian harus melampaui tataran kulit, dan langsung masuk pada substansi materi dan tujuannya.
Lantas apa substansi materi tasawuf? Seperti dijelaskan di atas tujuan tasawuf adalah dalam rangka membersihkan hati, mengamalkan hal-hal yang baik, dan meninggalkan hal-hal yang jelek. Seorang sufi dituntut selalu ikhlas, ridha, tawakal, dan zuhud - tanpa sama sekali mengatakan bahwa kehidupan dunia tidak penting.
Kedua, Menilai secara objektif, jauh dari sifat tendensius dan menggenalisir masalah.
Sikap ini sangat penting. Karena pembacaan terhadap sebuah kasus yang sudah didahului oleh kesimpulan paten akan menghalangi objektifitas, dan memburamkan kebenaran sejati.
Ketiga, memahami istilah atau terminologi yang biasa digunakan para sufi, sehingga kita tidak terjebak kepada ketergesa-gesaan dalam memvonis sebuah masalah.
Misalnya dalam dunia sufi dikenal istilah zuhud. Kemudian orang sering salah mengartikan bahwa zuhud adalah benci segala hal duniawi. Zuhud identik dengan malas kerja, dst. Padahal kalau kita teliti dengan sedikit kesabaran tentang apa itu arti zuhud yang dimaksud para sufi, maka kita akan menemukan bahwa zuhud yang dimaksud tidak seperti persepsi di atas. Abu Thalib al-Maki, seorang tokoh sufi, misalnya, punya pandangan bahwa bekerja dan memiliki harta sama sekali tidak mengurangi arti zuhud dan tawakal.
Keempat, dalam vonis hukum, kita perlu membedakan antara hukum sufi yang mengucapkan kata-kata dalam keadan ecstasy dan dalam keadaan sadar.
Konsep ini penting sekali, supaya kita tidak terjebak pada sikap ekstrim seperti memvonis kafir, musyrik, fasik, dll.
Kenyataan di atas sama sekali tidak berarti mau mengatakan bahwa sejarah sufi, putih bersih. Ada masa-masa dimana sufi atau oknum kaum sufi melenceng dari hakikat ajaran Islam, terutama setelah berkembangnya tasawuf falsafi.
Beberapa penyimpangan kaum sufi:
1. Menyepelekan kehidupan duniawi
2. Terjebak pada pola pandang jabariah
3. Mengaku-ngaku bahwa Allah Swt telah membebaskannya dari hukum taklif, seperti shalat, puasa, dll. Dan semua hal bagi dirinya halal.
Kesimpulan
Setelah mengetahui hakikat ajaran tasawuf di atas jelaslah bahwa ajaran tasawuf, adalah bagian dari kekayaan khazanah Islam. Ia bukanlah aliran sesat. Bahwa ada penyimpang oknum atau lembaga sufi itu tidak berarti tasawuf secara keseluruhan jelek dan sesat. Kita jangan sekali-kali terjebak apada generalisir masalah. Karena sejatinya, tokoh-tokoh sufi berpendapat ajaran tasawuf harus bersendikan al-Qur'an dan Hadis. Diluar itu ditolak.
Tasawuf, seperti dinyatakan Syeikh Yusuf al-Qaradhawi, adalah bagian tak terpisahkan dari ajaran Islam. Karena misi tasawuf memperbaiki akhlak. Dan akhlak jelas sekali bagian dari Islam. Karena Nabi Muhamad Saw diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Download Software Perpus
Translate
search
Youre comment
Time In Indonesia
Labels
- Agama-Agama (16)
- Fresh (66)
- Inspirasi (84)
- Kata Mutiara dan Kata Bijak (6)
- Knowledge Science (40)
- Library Science (21)
- Ramalan (12)
- Sehat Herbal (30)
- Study Islam (124)
- Teknologi Informasi (5)
- Tokoh-Tokoh Dunia (66)
0 komentar:
Posting Komentar