Islamedia - Negara-negara Muslim yang kaya raya sebaiknya
ikut memikul tanggung jawab terhadap Muslim Eropa, dengan cara membantu
pendirian lembaga-lembaga pendidikan teologi Islam untuk menanggulangi
kurangnya jumlah imam dan pemimpin intelektual Muslim di sana. Demikian desakan
itu disampaikan seorang profesor Belgia.
"Salah satu masalah utama yang dihadapi Muslim di Eropa, kecuali mungkin di Inggris, ialah absenya kepemimpinan intelektual keagamaan," kata profesor Felice Dassetto, dosen Sosiologi di Universitas Leuven, kepada kantor berita Kuwait (KUNA) pada Ahad (22/01) seperti dikutip laman OnIslam.
Seraya menunjuk bertambah banyaknya populasi Muslim di benua itu, akademisi Belgia tersebut menekankan betapa dibutuhkannya intelektual Eropa untuk membimbing warga Muslim di sana.
Dassetto menyatakan bahwa negara-negara Teluk yang kaya raya seperti Kuwait dan Arab Saudi dapat membantu pendirian fakultas-fakultas keislaman di Eropa.
"Mereka sudah selayaknya membantu, sebab Muslim Eropa mesti berhubungan dengan dunia Islam," kata akademisi Belgia itu menambahkan.
Meskipun begitu, ia juga menegaskan bahwa negara-negara Muslim harus menerima jika Muslim Eropa kemudian mengembangkan interpretasi mereka sendiri dan bersikap otonom dalam pemikiran Islam.
Dassetto, yang juga anggota Royal Academy of Belgium, tertarik dengan antropologi dan sosiologi Islam setelah kedatangan pertama kali rombongan imigran Muslim dari Maroko, Turki, dan negara-negara lainnya ke Belgia pada akhir tahun 70-an.
"(Waktu itu) menjadi hal yang baru di Belgia dan masyarakat Eropa, ketika imigran Muslim mulai membangun masjid, dan Islam menjadi kian terlihat, dan dari sudut pandang sosiologis perkembangan itu sangat menarik sebab merupakan sebentuk realita baru," paparnya menegaskan.
Ia menerbitkan bukunya di Perancis dengan judul "Islam Transplanted" pada tahun 1984, dan buku keduanya berjudul "Islam in Europe" pada tahun 1992.
Pada tahun 2011 lalu, ia menerbitkan karya penelitiannya mengenai Muslim di Brussel, berjudul "Iris and the Crescent" dengan bunga Iris dimaksudkan sebagai simbol Belgia.
Muslim Belgia diperkirakan berjumlah 450.000 dari total populasi 10 juta jiwa. Setengah populasi Muslim itu berasal dari Maroko, sementara 120.000 orang berasal dari Turki.
Lebih dari 20 persen populasi kota Brussel adalah Muslim yang berasal dari Maroko, Turki, Pakistan, Bangladesh, dan negara-negara Afrika lainnya.
Sejumlah tantangan
Minimnya intelektual Muslim turut memengaruhi masjid-masjid di Belgia, sebab hanya ada satu atau dua imam di masjid-masjid Brussel yang bisa berbicara bahasa Belanda atau Perancis.
"Kira-kira tiga puluh tahunan sudah Islam datang ke Belgia, dan alangkah tidak mungkinnya kalau setelah tiga puluh tahun keadaan masih begini-begini saja (kekurangan imam)," kata Dassetto.
Di Brussel sendiri terdapat 77 buah masjid. Sedangkan di seluruh Belgia, terdapat lebih dari 300 masjid.
Di antara kesemua 77 imam masjid itu, hanya ada dua atau tiga orang imam saja yang mampu berbicara dalam bahasa Belanda atau Perancis, bahasa resmi negara Belgia.
Bukan cuma para imam masjid.
Kebutuhan akan hadirnya intelektual Muslim di Belgia juga memengaruhi para siswa, sebab kebanyakan guru pengajar agamanya kurang mendapat pelatihan yang tepat dari institut-institut agama.
Di bawah hukum Belgia, sekolah-sekolah umum wajib menyampaikan pelajaran agama dan pemerintah Belgia membayar sekira 800 guru Muslim untuk mengajarkan Islam di sekolah-sekolah tersebut.
"Pemerintah Belgia sampai membelanjakan uang dalam jumlah besar untuk keperluan ini (pendidikan agama Islam). Ini merupakan kasus unik di Eropa," kata profesor menggarisbawahi.
Berbicara soal banyaknya tantangan umat Islam di Eropa, Dassetto berpendapat bahwa hanya sebagian kecil minoritas parpol di Eropa yang bersikap memusuhi kaum Muslim.
"Masih ada sejumlah pertanyaan dalam benak orang-orang Eropa mengenai radikalisasi, atau hubungan antara perempuan dan laki-laki (dalam Islam), tetapi ini bukan berarti sebentuk permusuhan," ungkapnya.
"Itu berarti kita perlu menyelenggarakan debat, sebab kehadiran Islam di Eropa merupakan suatu fakta baru yang luar biasa. Sedang bagi kaum Muslim sendiri, tinggal di lingkungan non-Muslim juga merupakan sebuah fakta baru yang luar biasa."
Ia menambahkan bahwa telah tiba waktunya bagi kaum Muslim (Eropa) untuk mengembangkan pemahaman mereka sendiri tentang Islam.
"Anda tidak bisa mentransfer berbagai realita, misalnya, dari Turki atau Maroko langsung dipindahkan begitu saja ke Eropa," kata Dassetto.
"Bagiku pendirian fakultas teologi Islam di Eropa ini merupakan sesuatu yang sangat menantang," pungkasnya.[onlislam/zaki]
"Salah satu masalah utama yang dihadapi Muslim di Eropa, kecuali mungkin di Inggris, ialah absenya kepemimpinan intelektual keagamaan," kata profesor Felice Dassetto, dosen Sosiologi di Universitas Leuven, kepada kantor berita Kuwait (KUNA) pada Ahad (22/01) seperti dikutip laman OnIslam.
Seraya menunjuk bertambah banyaknya populasi Muslim di benua itu, akademisi Belgia tersebut menekankan betapa dibutuhkannya intelektual Eropa untuk membimbing warga Muslim di sana.
Dassetto menyatakan bahwa negara-negara Teluk yang kaya raya seperti Kuwait dan Arab Saudi dapat membantu pendirian fakultas-fakultas keislaman di Eropa.
"Mereka sudah selayaknya membantu, sebab Muslim Eropa mesti berhubungan dengan dunia Islam," kata akademisi Belgia itu menambahkan.
Meskipun begitu, ia juga menegaskan bahwa negara-negara Muslim harus menerima jika Muslim Eropa kemudian mengembangkan interpretasi mereka sendiri dan bersikap otonom dalam pemikiran Islam.
Dassetto, yang juga anggota Royal Academy of Belgium, tertarik dengan antropologi dan sosiologi Islam setelah kedatangan pertama kali rombongan imigran Muslim dari Maroko, Turki, dan negara-negara lainnya ke Belgia pada akhir tahun 70-an.
"(Waktu itu) menjadi hal yang baru di Belgia dan masyarakat Eropa, ketika imigran Muslim mulai membangun masjid, dan Islam menjadi kian terlihat, dan dari sudut pandang sosiologis perkembangan itu sangat menarik sebab merupakan sebentuk realita baru," paparnya menegaskan.
Ia menerbitkan bukunya di Perancis dengan judul "Islam Transplanted" pada tahun 1984, dan buku keduanya berjudul "Islam in Europe" pada tahun 1992.
Pada tahun 2011 lalu, ia menerbitkan karya penelitiannya mengenai Muslim di Brussel, berjudul "Iris and the Crescent" dengan bunga Iris dimaksudkan sebagai simbol Belgia.
Muslim Belgia diperkirakan berjumlah 450.000 dari total populasi 10 juta jiwa. Setengah populasi Muslim itu berasal dari Maroko, sementara 120.000 orang berasal dari Turki.
Lebih dari 20 persen populasi kota Brussel adalah Muslim yang berasal dari Maroko, Turki, Pakistan, Bangladesh, dan negara-negara Afrika lainnya.
Sejumlah tantangan
Minimnya intelektual Muslim turut memengaruhi masjid-masjid di Belgia, sebab hanya ada satu atau dua imam di masjid-masjid Brussel yang bisa berbicara bahasa Belanda atau Perancis.
"Kira-kira tiga puluh tahunan sudah Islam datang ke Belgia, dan alangkah tidak mungkinnya kalau setelah tiga puluh tahun keadaan masih begini-begini saja (kekurangan imam)," kata Dassetto.
Di Brussel sendiri terdapat 77 buah masjid. Sedangkan di seluruh Belgia, terdapat lebih dari 300 masjid.
Di antara kesemua 77 imam masjid itu, hanya ada dua atau tiga orang imam saja yang mampu berbicara dalam bahasa Belanda atau Perancis, bahasa resmi negara Belgia.
Bukan cuma para imam masjid.
Kebutuhan akan hadirnya intelektual Muslim di Belgia juga memengaruhi para siswa, sebab kebanyakan guru pengajar agamanya kurang mendapat pelatihan yang tepat dari institut-institut agama.
Di bawah hukum Belgia, sekolah-sekolah umum wajib menyampaikan pelajaran agama dan pemerintah Belgia membayar sekira 800 guru Muslim untuk mengajarkan Islam di sekolah-sekolah tersebut.
"Pemerintah Belgia sampai membelanjakan uang dalam jumlah besar untuk keperluan ini (pendidikan agama Islam). Ini merupakan kasus unik di Eropa," kata profesor menggarisbawahi.
Berbicara soal banyaknya tantangan umat Islam di Eropa, Dassetto berpendapat bahwa hanya sebagian kecil minoritas parpol di Eropa yang bersikap memusuhi kaum Muslim.
"Masih ada sejumlah pertanyaan dalam benak orang-orang Eropa mengenai radikalisasi, atau hubungan antara perempuan dan laki-laki (dalam Islam), tetapi ini bukan berarti sebentuk permusuhan," ungkapnya.
"Itu berarti kita perlu menyelenggarakan debat, sebab kehadiran Islam di Eropa merupakan suatu fakta baru yang luar biasa. Sedang bagi kaum Muslim sendiri, tinggal di lingkungan non-Muslim juga merupakan sebuah fakta baru yang luar biasa."
Ia menambahkan bahwa telah tiba waktunya bagi kaum Muslim (Eropa) untuk mengembangkan pemahaman mereka sendiri tentang Islam.
"Anda tidak bisa mentransfer berbagai realita, misalnya, dari Turki atau Maroko langsung dipindahkan begitu saja ke Eropa," kata Dassetto.
"Bagiku pendirian fakultas teologi Islam di Eropa ini merupakan sesuatu yang sangat menantang," pungkasnya.[onlislam/zaki]
0 komentar:
Posting Komentar