Jumat, 03 Mei 2013

HIJRAH KE MADINAH



PENDAHULUAN
Ada beberapa peristiwa penting yang terjadi sebelum hijrah ke Madinah.
1. Dari generasi ke generasi, masyarakat Yahudi di Madinah dengan penuh harapan selalu menantikan Nabi Muhammad (SAW). Mereka ini selalu mengatakan kepada suku Aus dan Khazrij yang berkuasa di Madinah, “Jika Nabi Muhammad (SAW) telah datang maka dengan pertolongannya kami akan meruntuhkan kekuasaan kalian.”
2. Didalam musim haji tahun ke-sebelas Nabawi (kenabian), enam orang suku Khazrij menjumpai Rasulullah (SAW) dan memeluk Islam. Dengan jalan ini mereka berharap dapat menghukum orang-orang Yahudi dengan pertolongan dari beliau (SAW).Tahun berikutnya, bertambah lagi tujuh orang Madinah memeluk Islam. Rasulullah (SAW) mengutus Musaab bin Umair sebagai duta yang pertama sekaligus juru dakwah Islam.
3. Dalam tahun ke-13 Nabawi, 75 orang dari Madinah mengundang Nabi (SAW) untuk datang ke Madinah dan memberikan jaminan perlindungan terhadap beliau (SAW) dalam keadaan yang bagaimanapun juga.
4. Lebih jauh lagi, selain jaminan keamanan, diantara Nabi (SAW) dengan para tamu dari Madinah itu pun terjadi hal terpenting dalam sejarah, dimana ummat Muslim mendapatkan ‘tanah-kelahiran’ baru untuk memulai pengembangan masyarakat Muslim disana. Maka Rasulullah (SAW) pun memberikan ijin hijrah ke Madinah kepada ummat Muslim.
PENGORBANAN TERBESAR
Seorang Arab hanya dapat dikenali melalui ikatan kesukuannya. Jika ikatannya terputus maka ia pun menjadi ‘orang-hilang’ yang tanpa makna sekecil apapun. Siapa saja bisa membunuh si ‘orang-hilang’ itu tanpa harus mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Berhijrah berarti juga memutuskan diri dari ikatan kesukuan yang dimilikinya. Inilah pengorbanan terbesar yang telah dipilih oleh Nabi Muhammad (SAW) dan para pengikutnya, karena siapapun tidak perlu merasa takut untuk membunuh mereka.
Mereka melakukan pengorbanan sejauh itu hanya dan hanya demi untuk melaksanakan keIslaman mereka.
Suku Quraisy di Makkah amat sangat geram mengetahui orang-orang Muslim bersama dengan suku-suku berkuasa di Madinah. Maka mereka berbuat segala cara untuk menimpakan penderitaan kepada orang-orang Muslim atas hijrah mereka itu. Salah satu contoh, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Ishaq, Abu Salamah (RA) mencoba untuk hijrah dari Makkah ke Madinah bersama istri dan seorang anak mereka. Maka para iparnya pun mengambil istrinya secara paksa, sedangkan keluarganya sendiri juga melarikan anaknya. Maka ia pun berhijrah seorang diri. Sang Istri menangis berhari-hari karena dipisahkan dari suami dan anaknya. Berselang setahun kemudian seorang dari suku si istri menaruh iba kepadanya dan membantunya mendapatkan ijin hijrah ke Madinah bagi istri dan anak Abu Salamah (RA).
Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa ketika Suhaib (RA) berusaha hijrah, Orang Quraisy berkata kepadanya, “Ketika dulu kamu datang kemari, kamu sangat miskin dan tak dipandang sebelah mata. Kini kamu kaya raya. Kami tak kan relakan kamu pergi membawa kekayaanmu.” Suhaib (RA) menjawab, “Jika kuberikan semua kekayaanku kepada kalian, akankah kalian relakan aku pergi?" Mereka menyetujui. Suhaib (RA) menyerahkan semua hartanya kepada mereka dan berhijrahlah ia ke Madinah. Mengetahui hal ini Rasulullah (SAW) berkata, “Suhaib telah melakukan pertukaran yang menguntungkan dirinya. Sungguh, Suhaib benar-benar telah melakukan pertukaran yang menguntungkan dirinya.”
Semua muhajirin mengalami hal-hal serupa itu. Meskipun harus menghadapi hal sedemikian, hampir semua Muslim memilih berhijrah ke Madinah. Orang Quraisy begitu marah melihat kenyataan ini. Pada suatu malam, mereka menempatkan pasukan yang beranggotakan perwakilan masing-masing suku; satu suku mengutus satu orang; di sekeliling rumah Rasulullah (SAW). Mereka bahu-membahu untuk melakukan pembunuhan terhadap beliau ketika keluar rumah di pagi hari. Dengan cara demikian maka suku darimana Nabi SAW berasal takkan dapat menuntut balas terhadap semua suku yang terlibat.
Perhatikan Surah Al-Anfal, ayat 30 berikut ini:

Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu-daya.
Allah (SWT) memberitahu Rasulullah (SAW) perihal rencana jahat mereka. Beliau (SAW) kemudian menyampaikan kepada Ali (RA), “Tidurlah kamu di tempat tidurku dan berhijrahlah ke Madinah setelah kamu selesaikan pengembalian seluruh harta-benda (deposit) yang telah diamanahkan/dititipkan oleh orang-orang didalam rumahku.”
Beberapa Catatan Penting:
1. Bagaimanapun kebencian mereka, musuh-musuh yang haus darah itu paham betul bahwa Muhammad (SAW) adalah seorang yang amat dapat dipercaya. Maka mereka biasa menitipkan barang-barang berharga yang mereka miliki kepada beliau (SAW) demi alasan keamanan.
2. Sebelum Rasulullah (SAW) berhijrah, beliau memastikan terlebih dahulu bahwa barang-barang berharga titipan musuh-musuhnya, dalam keadaan bagaimanapun juga, harus dikembalikan kepada mereka.
3. Ali (RA) merasa yakin bahwa ia akan tetap selamat dan sanggup melaksanakan pesan yang sulit itu sebab yang menugaskannya adalah Rasulullah (SAW).
4. Nabi Muhammad (SAW) menhargai bakat yang dimiliki oleh Ali (RA) walaupun ketika itu Ali (RA) masih muda belia.
SEBUAH MUKJIZAT
Rasulullah (SAW) pergi meninggalkan rumah beliau pada malam hari dengan berjalan-kaki melewat musuh-musuh yang mengepung rumah beliau, sambil membaca ayat ke-9 dari Surah Yaa-Siin:

Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.
Maka Allah (SWT) pun menghalangi penglihatan mereka sehingga mereka tak dapat melihat Rasulullah (SAW) meskipun beliau sempat menaburkan debu keatas kepala setiap anggota pasukan yang mengepung di sekitar rumah beliau.
PERJALANAN HIJRAH RASULULLAH (SAW)
Dari rumah beliau; Rasulullah (SAW) pergi menuju rumah Abu Bakar (RA) dan kemudian mereka berdua melompat keluar melalui jendela belakang rumah dan melarikan diri di kegelapan malam sebagaimana telah direncanakan. Berdua saja mereka menempuh jarak lebih-kurang 7.5 Km menuju sebuah goa yang dikenal dengan sebutan “Goa Tsur”.
Orang-orang kafir amat sangat marah karena ternyata adalah Ali (RA) yang berada di tempat tidur Nabi Muhammad (SAW), maka pencarian dan pengejaran secara besar-besaran terhadap Rasulullah (SAW) pun mereka lakukan. Mereka mengumumkan sayembara berhadiah 100 ekor onta bagi siapa saja yang dapat menyerahkan kepala Nabi (SAW).
SATU MUKJIZAT LAGI
Sepasukan orang kafir telah sampai di depan goa Tsur. Mereka mendapati adanya sarang laba-laba di mulut goa. Mereka pun berkesimpulan bahwa Rasulullah (SAW) tidak masuk kedalam goa, sebab jika beliau (SAW) memasuki goa maka tentu sarang laba-laba itu telah rusak. Sekelompok yang lain, juga sampai di mulut goa itu dan mendapati sebuah sarang burung lengkap dengan beberapa butir telur burung yang berada tepat di mulut goa Tsur. Mereka pun berkesimpulan bahwa Rasulullah (SAW) tidak pernah masuk kedalam goa ini, sebab jika hal itu terjadi maka tentulah jaring laba-laba dan sarang burung itu sudah tidak lagi berada pada tempatnya.
Perhatikanlah hal ini; musuh sebenarnya hanya kira-kira satu meter dari beliau (SAW), namun Allah (SWT) melindungi Nabi-Nya dengan ciptaan-Nya yang paling rapuh; yakni sebuah jaring laba-laba.
Setiap kali, Abu Bakar (RA) berujar, “Jika saja musuh kita membungkukkan badan, mereka pasti dapat melihat kita.” Rasulullah pun menjawab, “Janganlah cemas, pertolongan Allah (SWT) menyertai kita.”.
Surah At-Taubah , ayat-40:

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka-cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Maka hanya atas Kasih-sayang Allah (SWT) sajalah mereka berdua bisa bersikap tenang didalam keadaan yang sedemikian genting, dan Allah pun menolong mereka berdua dengan pasukan-Nya yang tak terlihat oleh mata manusia.
DI DALAM GOA TSUR
Rasullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) tinggal di dalam goa Tsur pada hari Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Selama itu, berlangsung pertolongan bagi mereka berdua.
1. Abdullah bin Abu Bakar (RA) mendatangi goa pada malam hari dan menyampaikan berita perihal berbagai rencana dan kegiatan orang-orang kafir kepada mereka berdua. Sebelum fajar ia sudah kembali ke Makkah sehingga seolah-olah ia selalu berada di Makkah.
2. Amar bin Fuhairah menggiring domba-domba gembalaannya ke dalam goa pada malam hari sehingga Rasulullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) bisa minum susu domba hingga cukup kenyang. Amar menggiring kembali domba-dombanya ke Makkah sebelum fajar selang beberapa waktu setelah Abdullah bin Abu Bakar kembali ke Makkah, dengan demikian jejak kaki Abdullah terhapus oleh jejak domba-domba itu.
3. Abdullah bin Ariqat Laitsi, seorang kafir yang dapat dipercaya dan bekerja sebagai pemandu yang diupah oleh Abu Bakar (RA) datang ke goa ini, setelah hari ke-tiga, membawa dua ekor onta.
4. Pada waktu itu Abu Bakar (RA) menawarkan satu dari onta itu kepada Nabi (SAW) sebagai hadiah. Namun beliau (SAW) memaksa membeli onta itu. Abu Bakar (RA) pun akhirnya bersedia menerima pembayaran sebesar empat ratus dirham untuk onta itu. Onta inilah yang kemudian dikenal sebagai onta Rasulullah (SAW) yang dinamai Quswa.
5. Dengan dipandu oleh Abdullah bin Ariqat, mereka berdua memulai perjalanan menuju Madinah. Amar juga menyertai perjalanan mereka.
MUKJIZAT BERIKUTNYA
Selama menempuh perjalanan dari makkah ke Madinah rombongan mereka lewat di dekat kemah Ummu Maabad. Mereka pun bertanya, “Adakah kamu memiliki sesuatu yang boleh kami makan atau minum?” Ia menjawab, “Maaf, sudah tidak ada sama sekali. Bahkan domba-domba kami pun sedang digembalakan jauh dari sini oleh suami saya.” Rasulullah (SAW) melihat seokor domba berada di dekat kemah, maka beliau pun bertanya, “Bagaimana dengan domba ini?” Ummu Maabad berkata, “Domba ini sangat lemah, tidak ada susu padanya setetes pun.” Nabi (SAW) bertanya, “Bolehkah aku coba memerah susunya?” Ia pun mempersilahkan, “Cobalah, sekiranya bisa mendapatkan susu darinya.”
Kemudian beliau (SAW) mengelus domba itu seraya memanjatkan doa dan mulai memerah susu domba itu dan ditampung dalam sebuah wadah. Ummu Maabad pun diberi minum susu domba itu hingga puas. Begitu juga dengan mereka yang menyertai beliau, mereka pun minum hingga puas.
Sekali lagi beliau memerah susu domba itu sepenuh wadah dan meninggalkannya untuk Ummu Maabad. Manakala suami Ummu Maabad kembali ke kemahnya, ia pun terperanjat melihat ada sediaan susu. Diceritakanlah kepada sang suami bahwa seorang yang sangat mulia akhlaqnya baru saja mengunjunginya. Ia gambarkan juga ciri-ciri tamunya itu. Sang suami berkata, “Ciri-cirinya serupa benar dengan seseorang yang sedang dicari-cari oleh orang-orang Quraisy. Semoga saja aku dapat menjadi sahabatnya.” (Zadul Ma'ad).
Adapun rombongan Rasulullah (SAW) melanjutkan perjalanan menuju Madinah. Suraqah bin Malik mengejar mereka dengan menunggang kuda dan berharap dapat menangkap dan menyerahkan Nabi (SAW) kepada kaum Quraisy agar dapat memenangkan hadiah seratus ekor onta. Namun, begitu ia telah begitu dekat dengan rombongan itu, kuda yang ditungganginya terjatuh. Entah bagaimana, kaki kuda itu terbenam kedalam pasir. Ia telah mengupayakan empat hal dengan hasil yang sama. Suraqah menyadari bahwa ia telah berusaha menangkap Rasulullah (SAW). Ia berjalan menghampiri Nabi (SAW) dan menyampaikan maksud jahat dengan kehadirannya disitu. Suraqah memohon agar Rasulullah (SAW) memaafkan dirinya beserta semua warga sukunya, dan juga memohon agar beliau (SAW) tidak menuntut balas terhadap mereka kelak pada waktu menaklukan kaum Quraisy. Rasulullah (SAW) dengan sangat bijaksana meluluskan permintaan Suraqah. Kelak kemudian, Suraqah pun memeluk Islam. (Zadul Ma’ad).
Buraidah Aslami, seorang kepala suku, juga ikut melakukan pengejaran dan pencarian terhadap Rasulullah (SAW) demi memenangi sayembara berhadiah yang diadakan oleh kaum Quraisy. Ia telah mengetahui posisi rombongan Nabi (SAW) dan iapun mendekat dan berbicara kepada beliau (SAW), namun pada akhirnya beliaupun dapat menundukkan hati Buraidah, sehingga Buraidah berikut tujuh-puluh orang lelaki warganya pun memeluk Islam, diantaranya langsung pada saat itu dan ada juga yang kemudian. Ia kibarkan bendera putih yang terbuat dari sorbannya dan kembali pulang ke Makkah sambil mengumumkan dengan suara keras bahwa, Rasulullah; sang raja perdamaian dan keadilan; sedang dalam perjalanan. (dari kitab Rahmatul-‘Alamin oleh Mohammad Sulaiman).
TIBA DI QUBA’
Penduduk Madinah dan suku-suku di sekitarnya telah berhari-hari menantikan kedatangan Rasulullah (SAW), mereka duduk berkelompok di sekitar tempat tinggal mereka. Manakala telah tengah hari dimana terik matahari sudah tak tertahankan, mereka kembali masuk ke dalam rumah masing-masing. Di suatu siang, seorang Yahudi sedang mendaki sebuah bukit kecil bermaksud mencari sesuatu yang bisa berguna. Ia melihat Nabi (SAW) beserta para sahabat beliau dalam pakaian putih-putih sedang berjalan mendekati Quba’. Maka, dengan suara lantang ia umumkan hal ini kepada orang-orang Arab.
Ummat Muslim Quba’ pun bergegas keluar rumah berhiaskan pedang di tangan, penuh keriangan menyambut kehadiran Nabi Muhammad (SAW). Abu Bakar (RA) menjabat tangan dengan mereka satu-persatu, Nabi (SAW) duduk beristirahat. Pada waktu bersamaan, sinar matahari jatuh tepat ke wajah Rasulullah (SAW). Abu Bakar (RA) pun segera memayungkan selembar kain alas keatas Nabi (SAW) untuk melindungi beliau dari sengatan sinar matahari. Dengan demikan mengertilah mereka bahwa itulah Rasulullah (SAW). (Bukhari).
Maka saat itu juga orang-orang Yahudi menjadi saksi atas terpenuhinya janji Allah (SWT) didalam kitab suci mereka, dimana disebutkan didalamnya bahwa datangnya dari arah selatan, dan Sang Quddus (insan suci) itu berasal dari pegunungan Faran.
Selang beberapa hari kemudian, Nabi (SAW) mendirikan masjid di Quba sebagaimana disebutkan didalam Al-Qur’an. Beliau (SAW) dan seluruh sahabat terlibat langsung dalam pembangunan masjid ini. Semua Muslim adalah setara dan mereka semua sangat antusias untuk memperoleh balasan dari Allah (SWT). Setelah bermalam beberapa hari, Rasulullah (SAW) dan para sahabat melanjutkan perjalanan menuju Madinah pada hari Jum’at dan melaksanakan Shalat Jum’at di sebuah lahan di lingkungan suku Banu Salim Bin Auf. Sampai sekarang masih dapat kita saksikan sebuah masjid tegak berdiri di tempat itu, masjid itu dinamakan Masjid Jum’ah.
TIBA DI MADINAH
Setiba Rasulullah (SAW) di Madinah, onta beliau (Quswa) duduk di lahan terbuka di dekat rumah Abu Ayyub Ansari (RA). Maka beliau (SAW) pun menetap di tempat itu sampai terselesaikannya pendirian Masjid Nabawi dan sebuah tempat berteduh untuk beliau. Seluruh sahabat bersama-sama Nabi (SAW) juga secara langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid Nabawi, sebagaimana juga mereka melakukan bersama-sama dalam pembangunan Masjid Quba’.
Beberapa hari kemudian, istri Nabi (SAW); Saudah (RA); dua putri beliau Fatimah (RA) and Ummu Kulsum (RA), Usamah bin Zaid (RA), ‘Aisyah (RA) dan Ummu Aiman (RA) juga menyusul hijrah ke Madinah dibawah kawalan Abdullah bin Abu Bakar (RA). Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab (RA), baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.
Di Madinah, Rasulullah (SAW) memanjatkan doa (yang artinya) sebagai berikut, “Wahai Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan lebih dari itu. Kami mohon, jadikanlah iklimnya menyehatkan bagi kami. Tambahkanlah keberkahan didalam takaran (shaq dan mud) kami, dan pindahkanlah panasnya Madinah hingga ke Juhfah.” Allah (SWT) mengabulkan doa beliau dan beliaupun menetap di Madinah karena begitu cintanya beliau terhadap kota ini. (Bukhari).
ARTI PENTING HIJRAH
Hijrah telah membawa akibat-akibat yang lebih jauh:
1. Dari peristiwa ini, terjadi perubahan sosial. Islam sebagai sebuah kelompok/golongan didalam masyarakat telah berkembang menjadi sebuah kesatuan Ummat Islam. Maka sirnalah diskriminasi atas dasar warna kulit, kredo, ataupun kekayaan. Semua Muslim setara/egaliter.
2. Menurut para ahli sejarah Muslim, Rasulullah (SAW) tiba di Quba‘ pada tanggal 16 Juli 632 M. yang mana berada dalam bulan Muharram, dari sinilah dimulainya perhitungan kalender Hijriyah.
3. Adalah di Madinah, diletakkan dasar-dasar khilafah (pemerintahan) Islam. Peristiwa bersejarah berupa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama dengan kelompok Yahudi dan beberapa suku yang lain menjadi panduan bagi generasi-generasi yang kemudian.
4. Diantara sekian banyak sahabat Nabi (SAW), beliau memilih Abu Bakar (RA) sebagai teman dalam perjalanan hijrah. Hal ini di abadikan didalam Al-Quran, Surah At-Taubah. Ini merupakan penghargaan paling utama bagi Abu Bakar (RA).
5. Setiap orang yang berpola-pikir adil dan terbuka, dari tulisan ini dapat mengambil kesimpulan bahwa Abu Bakar (RA) telah memiliki peranan yang amat penting dalam peristiwa Hijrah. Maka sungguh amat menyedihkan bahwasanya sebagian orang masih menilai secara tidak adil terhadap diri sahabat yang demikian dihormati ini.

 
Fase Mekah
Telah sama diketahui bahwa Nabi Muhammad Saw pada mulanya hanya berdakwah kepada keluarga dekatnya, untuk menyampaikan ajaran pokok Islam tentang tauhid. Baru tiga tahun kemudian, setelah pengikutnya bertambah banyak, Nabi mulai melakukan dakwah secara terbuka kepada lingkungan yang lebih luas. Pada masa itu masyarakat Arab secara umum masih sangat terbelakang dalam hampir semua segi kehidupan. Mereka tenggelam dalam pemujaan berhala dan terpecah belah dalam semangat kesukuan.
Dengan misi suci yang dibawanya, Nabi Saw berusaha menyadarkan dan membimbing masyarakatnya untuk mengikuti nilai-nilai kebenaran yang berasal dari Allah SWT. Kepada mereka diajarkan untuk beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan penyembahan berhala. Demikan pula dalam kehidupan keluarga dan sosial ditanamkan nilai-nilai yang jelas mengenai penghargaan terhadap kaum wanita dan perlakuan yang adil atas setiap orang.
Setelah melihat pengaruh seruan Rasulullah begitu kuat, dalam sebuah pertemuan rahasia, para pemuka Arab Quraisy bersepakat untuk membunuh Nabi Muhammad dengan mengumpulkan wakil dari masing-masing suku. Namun, berkat perlindungan Allah SWT, rencana busuk kaum kafir Quraisy itu akhirnya gagal dan Nabi Saw berhasil lolos keluar dari rumahnya untuk kemudian pergi menuju Madinah. Peristiwa itulah, yang terjadi pada tahun 622 M, dikenal sebagai “hijrah” yang menandai babak baru perjuangan Nabi Muhammad dalam menyebarkan misi Islam yang berbasis di kota Madinah.

Fase Madinah
Di Madinah secara perlahan Nabi mulai membangun kekuatan politik melalui kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya dengan warga Madinah, yang pada intinya untuk memberi kelonggaran baginya dalam merealisasikan ajaran Alquran. Untuk itu, secara internal, Nabi berupaya menguatkan ikatan kaum Muslim dengan cara mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar, dan juga menjalin perjanjian dengan orang-orang Yahudi dari Bani Quraidha, Nadir dan Qainuqa. Untuk mengatur hubungan sosial dan politik di antara suku-suku warga Madinah itu, Nabi mengeluarkan sebuah piagam yang disebut sebagai Piagam Madinah.
Dalam bidang keuangan, Nabi mendirikan lembaga baru yang disebut Baitul Mal. Melalui lembaga ini zakat serta kewajiban-kewajiban finansial kaum Muslim dan masyarakat pada umumnya dikumpulkan, untuk kemudian digunakan membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.
Untuk menghadapi serangan-serangan musuh, baik dari dalam maupun dari luar, Nabi membentuk suatu barisan pertahanan. Musuh pertama yang dihadapi oleh Nabi datang dari Yahudi yang tinggal di Madinah. Mereka memandang kehadiran Nabi sebagai ancaman terhadap kepentingan mereka. Musuh lain, yang jauh lebih berbahaya adalah kaum kafir Quraisy.
Peperangan yang kemudian dihadapi oleh Nabi dan kaum Muslim antara lain perang Badr, Uhud, Ahzab, Khaibar, dan Hunain. Nabi juga menghadapi pemberontakan orang-orang Yahudi. Pemberontakan pertama terjadi pada tahun kedua Hijrah, sepulangnya dari perang Badr. Penyebabnya, suku Banu Qainuqa membunuh seorang pria Muslim. Tindakan ini merupakan pelanggaran atas perjanjian yang telah mereka buat dengan Nabi.
Setelah menghadapi beberapa peperangan, pemberontakan, dan pelbagai peristiwa lainnya, akhirnya Nabi berhasil mencapai puncak kemenangannya. Pada tahun kedelapan Hijrah, ia berhasil masuk kembali ke Mekah. Nabi berhasil menaklukkan Mekah dan penduduknya tanpa menumpahkan darah. Peristiwa ini, kemudian disebut sebagai Fathul Makkah.
Peristiwa hijrah merupakan tonggak sejarah yang sangat menentukan dalam perjalanan risalah ilahiah yang dibawa oleh Nabi, dan pada akhirnya  mengubah masyarakat yang tadinya dikenal sebagai jahiliah menjadi masyarakat yang beradab. Setelah pembukaan kota Mekah, Islam kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh penjuru dunia dan berhasil meciptakan gerakan ilmiah dan kekuatan politik di Barat dan Timur.

Piagam Madinah

Piagam Madinah adalah sebuah loncatan besar pemikiran modern yang dibuat oleh Muhammad sebagai perwakilan dunia timur di saat bangsa barat berkutat dalam abad kegelapan yang berkepanjangan. Bahkan piagam ini secara argumentatif telah dapat dianggap sebagai konstitusi atau undang-undang dasar tertulis pertama di dunia dengan berbagai kelebihan yang salah satunya: sebagai naskah tertulis pertama yang mengakomodasi hak-hak dasar atau asasi manusia (HAM) terutama dalam kebebasan memilih agama.

Berdirinya Negara-Kota Madinah
Terbentuknya Negara-Kota Madinah dapat dijelaskan dengan Teori Perjanjian (Kontrak) Sosial yang diajukan oleh Thomas Hobbes dalam bukunya Leviathan, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau dalam The Social Contract Or Principles Of Political Right. Ketiganya menjelaskan sebuah teori yang sebenarnya memiliki prinsip yang sama. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa masyarakat pada awalnya berada dalam tahap naturalis dengan konsep homohominilupus ‘manusia sebagai serigala bagi yang lainnya’. Dalam perkembangannya, tahapan ini bergerak ke dalam billum omnium contra omnes ‘perang semua melawan semua’. Dua kondisi ini terlihat pada masa pra-perang saudara maupun dalam proses perang saudara di Yastrib antara suku ‘Aws dan Khazraj yang dipecah belah oleh beberapa suku beragama Yahudi yang berada di kota tersebut.

Tahapan pun berkembang menuju kesadaran manusia untuk mencari solusi agar dapat hidup bersama. Dalam tahap ini, suku ‘Aws dan Khazraj yang sudah mulai bosan dengan peperangan memilih Muhammad yang berada di Kota Makkah sebagai pihak netral yang akan menjadi mediator konflik. Muhammad pun mengirimkan satu orang delegasinya, Mush’ab bin ‘Umair, sebagai perwakilannya di Yastrib. Kesempatan ini dimanfaatkan dengan baik oleh Muhammad untuk mempersiapkan “rumah” baru bagi dakwahnya menggantikan situasi Kota Makkah yang tidak kondusif untuk mengembangkan dakwah.

Mush’ab pun berhasil dan rakyat Yastrib mencapai tahapan perjanjian faktum unionis, perang dan permusuhan usai. Dalam beberapa tahun berikutnya, Yastrib telah berkembang dan telah memiliki pendukung terpentingnya sebagai negara: persatuan dan kesatuan rakyat. Muhammad yang telah populer di sana kemudian berhijrah menuju kota tersebut dan mayoritas rakyat Yastrib menerimanya sebagai pemimpin. Ketika itu, beberapa suku beragama Yahudi dan sebagian suku arab di Yastrib masih belum bisa menerima hal ini. Dengan niat yang luhur dan karakter kepemimpinan yang superior, Muhammad mengunjungi seluruh suku tersebut untuk mendengar kebutuhan dan kepentingan mereka. Pada akhirnya, pada tahun 622 M, mereka pun menerima Piagam Madinah sebagai pelindung bagi hak dan kepentingan mereka sebagai rakyat Madinah.

Piagam Madinah sebagai undang-undang dasar telah:
• secara tidak langsung, mendeklarasikan Yastrib bertransformasi menjadi Negara-Kota Madinah (City-State of Madinah);
• membangun aturan-aturan pemerintahan;
• mengamanatkan isu-isu sosial yang spesifik yang dapat mengubur perpecahan yang telah lama terjadi di kota itu;
• mengamanatkan perlindungan terhadap hak dan kewajiban warga negara; dan
• mengamanatkan penyediaan pelayanan hukum yang adil bagi semua pihak sehingga tidak ada lagi penyelesaian masalah dengan aksi-aksi militer dari masing-masing suku.

Dengan demikian, berdirilah Madinah pada tahap faktum subjektionis, penyerahan kekuasaan rakyat kepada pemimpinnya sebagai penjaga perjanjian atau hasil konsensus yang bernama Konstitusi atau Piagam Madinah.


Konstitusi dan Piagam Madinah

Pada pembukaan, penulis menyatakan bahwa lahirnya Piagam Madinah merupakan loncatan besar pemikiran modern di masa itu. Tanpa disadari oleh Muhammad dan rakyat Madinah, mereka telah mempunyai sebuah undang-undang dasar atau konstitusi pertama yang tertulis dan terkodifikasi. Hal ini dapat dijelaskan karena istilah konstitusi atau undang-undang dasar tidak pernah dikenal oleh bangsa Arab pada abad ke-7 M. Artinya, mereka melakukan penemuan yang bersifat mandiri. Istilah konsitusi memang sudah dikenal sejak negara-negara kota Yunani menganut paham demokrasi pada abad ke-6 SM. Namun, seiring perkembangan waktu, istilah ini juga tenggelam ketika Eropa memasuki abad kegelapan mereka.

Penggolongan Piagam Madinah sebagai konstitusi baru lahir setelah ilmu yang mempelajari tentang hukum mulai lebih berkembang sejak masa Renaissance di Eropa sampai masa kini. Berikut ini adalah beberapa definisi konstitusi dari berbagai sumber.
• Constitution: law determining the fundamental political principles of a government ‘Konstitusi: hukum yang menetapkan prinsip-prinsip politik fundamental dari sebuah pemerintahan’. (http://www.thefreedictionary.com/constitution)
• Kostitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (undang-undang dasar). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998)
• “Konstitusi” (“Dustur”): undang-undang yang menentukan bentuk negara, mengatur sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan wewenang badan-badan pemerintahan. “Undang-undang” (“i]Qanun[/i]”): ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan mempunyai kekuatan yang mengikat dalam mengatur hubungan sosial masyarakat. (Mitsaaqul Ummah halaman 5)

Dengan mengacu pada definisi “konstitusi” yang telah dituliskan dan dibandingkan dengan isi dari Piagam Madinah, dapat disimpulkan bahwa Piagam Madinah adalah sebuah konstitusi yang mendasari penyelenggaraan sebuah negara-kota yang bernama Madinah. Komponen bentuk negara terlihat pasal 2 (didasarkan pada pembagian pasal oleh A.Guillaume dalam bukunya The Life of Muhammad) yang menjelaskan Madinah adalah negara di suatu wilayah unik dan spesifik. Dalam pasal-pasal berikutnya maupun berdasarkan pada dokumen-dokumen tertulis tentang praktek Piagam Madinah, dapat dianalisis bahwa Madinah adalah negara berstruktur federal dengan otoritas terpusat. Praktek bentuk federasi mini ini adalah membagi Madinah dalam 20 distrik yang masing dipimpin oleh seorang naqib, kepala distrik, dan ‘arif, wakilnya.

Komponen pengaturan sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan wewenang badan-badan pemerintahan terlihat dengan pemberian otonomi penuh (kecuali dalam masalah pertahanan dan ketahanan negara) pada masing-masing suku dan golongan (terutama suku-suku Yahudi yang cukup dominan di Madinah ketika itu) untuk menjalankan hukumnya sendiri. Ini mirip dengan kebebasan untuk mengatur perda di negara kita dan bahkan jauh lebih bebas seperti halnya undang-undang federal di negara-negara federasi modern. Hanya masalah-masalah pelik yang tidak bisa diselesaikan oleh pihak-pihak federal bisa langsung diputuskan oleh Muhammad. Ini tergambar dalam suatu peristiwa yang dicatat ketika kaum Yahudi kebingungan untuk memutuskan hukuman pada dua orang yang terbukti berzina. Kemudian mereka pun mendatangi Muhammad untuk meminta keputusan, tetapi Muhammad menyerahkan keputusan tersebut kembali merujuk pada kitab suci Yahudi sendiri, dan akhirnya hukuman rajam diberikan pada dua orang pasangan yang berzina itu dengan dilakukan oleh kaumnya sendiri.

Loncatan modern lainnya yang terjadi pada Piagam Madinah ini adalah pengakuan tertulis akan kebebasan setiap orang untuk memilih agama pada Pasal 25 (masih menurut pembagian pasal oleh A.Guillaume). Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh Muhammad menunjukkan distribusi agama rakyat Negara-Kota Madinah adalah sebagai berikut.
1. Penduduk beragama Islam sebanyak 1.500 jiwa.
2. Penduduk beragama Yahudi sebanyak 4000 jiwa.
3. Penduduk musyrik penyembah berhala sebanyak 4500… jiwa.

Dengan total penduduk sebanyak sekitar 10.000 jiwa yang cukup plural dari segi distribusi pemeluk agama, Muhammad bersama Cyrus The Great dan Alexander The Great menjadi pemimpin-pemimpin awal yang menjadi pionir tumbuhnya toleransi antar umat beragama di dunia. Toleransi ini berhasil dipertahankan bahkan diteruskan oleh pemimpin-pemimpin Islam berikutnya, kecuali beberapa tiran yang sempat menjadi khalifah di negara Islam. Keluhuran nilai toleransi ini diperlihatkan dengan sangat sempurna ketika tanah Hispania (Spanyol) dikuasai oleh kekhalifahan Islam.

Di masa Muhammad sendiri, kaum Yahudi Madinah pada awalnya memberontak karena sentimen negatif mereka pada muslim yang terlihat dalam beberapa pengkhianatan mereka pada saat Madinah digempur oleh musuh. Namun setelah Negara-Kota Madinah dibawah kepemimpinan Muhammad berhasil mepersatukan seluruh Arab, Yahudi tetap diterima untuk tinggal di tanah Arab, kecuali di dua kota Makkah dan Madinah.


Konstitusi Tertulis Pertama di Dunia
Dari berbagai hukum dan undang-undang pernah ditulis oleh manusia sebelum tahun 622 M, sebagian belum bisa dikategorikan sebagai konstitusi dan sebagian lagi adalah konstitusi, tetapi belum dituliskan. Berikut ini adalah beberapa undang-undang sebelum Piagam Madinah yang belum bisa dikategorikan sebagai konstitusi.
• Kitab Undang-Undang Ur-Nammu (Code of Ur-Nammu) dan Kitab Undang-Undang Hammurabi (Code of Hammurabi) adalah kitab undang-undang dari tahun 2000-an sebelumMasehi. Dilanjutkan dengan Kitab Undang-Undang Hittite (Hittite Code) dan Kitab Undang-Undang Assyria (Assyrian Code) yang merupakan undang-undang yang masyarakat Mesopotamia kuno setelah dua undang-undang di atas.
• Silinder Cyrus, merupakan silinder batu dengan pahatan undang-undang.
• Berbagai undang-undang negara Romawi: [i]Twelve Tables, Codex Theodosianus, Codex repetitæ prælectionis, dan lain-lain.
• Berbagai undang-undang bangsa Jerman: Lex Burgundonium dan lain-lain.

Semua undang-undang di atas mayoritas hanya berisi pengaturan hubungan antar warga dan hukum-hukum perdata dan pidana, sama sekali tidak memiliki kelengkapan komponen sebagai konstitusi yang seharusnya memiliki lingkup yang lebih fundamental daripada penjelasan detil dalam beberapa undang-undang di atas.

Konstitusi yang pertama kali dibuat kemungkinan adalah konstitusi di negara-negara kota Yunani sekitar abad ke-4 sampai ke-3 sebelum Masehi ketika mereka mulai mengembangkan dan mempraktekkan demokrasi. Namun, bukti teks tertulis dari konstitusi-konstitusi ini belum ditemukan sampai dengan sekarang. Naskah-naskah yang ada hanyalah laporan atau penceritaan tentang keberadaan konstitusi tersebut. Salah satunya adalah Constitution of Athens yang ditulis oleh Aristoteles. Di dalamnya, diceritakan bahwa undang-undang beberapa negara-kota Yunani sudah bisa dikategorikan sebagai konstitusi dengan adanya komponen hukum fundamental negara-kota yang berkaitan.

Beberapa ahli sejarah, politik, dan hukum di masa ini memberikan juga pendapatnya tentang Piagam Madinah. Berikut ini adalah beberapa di antaranya.
• Dr Muhammad Hamidullah menuliskan pendapatnya dalam buku-buku yang ia tulis.
Dalam buku The First Written Constitution of the World, ia menulis, "Undang Undang Dasar negara tertulis pertama yang pernah dikemukakan oleh penguasa dalam sejarah ummat manusia ternyata diumumkan oleh Nabi Muhammad saw, yakni pada tahun pertama Hijrah (622 M), sekarang Undang Undang Dasar tersebut telah sampai di tangan kita."
Sedangkan dalam buku Muhammad Rasulullah, ia menulis, "...Pakta pertahanan ini diperlukan sekali untuk membentuk negara kota di Madinah yang berasaskan persekutuan, dengan otonomi yang sangat luas bagi setiap unitnya. Keadilan pribadi hendak dibuang, permohonan dapat disampaikan kepada Kepala Negara, yang juga mempunyai hak prerogatif untuk memutuskan siapa yang boleh berperanserta dalam suatu ekspedisi. Perang dan damai tidak dapat dibagi-bagi. Pertanggungan sosial dilembagakan berasaskan bentuk piramida dari orang yang paling berat bebannya, seperti, tebusan nyawa bila sipembunuh tidak dituntut nyawanya, dan tebusan untuk membebaskan tawanan perang dari tangan musuh. Kebulatan suara kini dapat dicapai, perbekalan dapat dikurangi dan undang undang dasar negara yang pertama dalam sejarah dimaklumkan oleh pemimpin dunia, sampai sekarang kita masih dapat menyaksikan pakta tersebut secara total".
• Selanjutnya Tor Andrae dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Theophil Menzel kedalam bahasa Ingris dengan judul Muhammad, The Man and His Faith, New York, 1960, halaman 136, menyatakan bahwa, “Perundang-undangan jamaah (ummah) Madinah adalah naskah konstitusi yang pertama yang sedikit demi sedikit dapat menjadikan Islam sebagai negara dunia dan agama dunia...Barangsiapa yang tindakannya berlawanan dengan otoritas keagamaan, maka ia tidak akan mendapat perlindungan dari familinya yang terdekat sekalipun. Islam tidak hanya agama, tetapi juga merupakan persaudaraan. 'Semata-mata orang beriman itu saling bersaudara..',
demikian pernyataan Al-Qur'an, Al-Hujurat,49:10."
• Jimly Asshiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia saat tulisan ini dibuat, mengatakan kepada wartawan berita mahkamah konstitusi pada tanggal 30 November 2007 di Jakarta, “Piagam Madinah merupakan kontrak sosial tertulis pertama di dunia yang dapat disamakan dengan konstitusi modern sebagai hasil dari prakteik nilai-nilai demokrasi. Dan hal itu telah ada pada abad ke-6 saat Eropa masih berada dalam abad kegelapan.”
• Robert N.Bella menuliskan dalam bukunya Beyond Belief (1976)
Perjanjian Antara Kaum Muslimin dengan Orang-orang di Luar Islam

Asas ini merupakan pekerjaan terpenting yang dilakukan Nabi saw sehubungan dengan nilai perundang-undangan bagi negara baru di Madinah. Ibnu Hisyam meriwayatkan bahwa tidak lama setelah Nabi saw tinggal di Madinah, semua orang Arab dari penduduk Madinah memeluk Islam. Seluruh kaum Anshar telah memeluk Islam kecuali beberapa orang kabilah dari kaum Aus. Kemudian Nabi saw menulis sebuah Piagam Perjanjian antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dengan Yahudi. Dalam perjanjian ini ditegaskan secara gamblang mengenai penetapan kebebasan beragama dan hak pemilikan harta benda mereka, serta syarat-syarat lain yang saling mengikat kedua belah pihak.

Ibnu Ishaq menyebutkan perjanjian ini tanpa isnad. Sementara Ibnu Khaitshamah menyebutkannya dengan mencantumkan sanadnya. "Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Junab Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Katsir bin Abdullah bin Amer al-Mazni dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw menulis perjanjian antara Muhajirin dan Anshar.“ Kemudian Ibnu Khaitsamah menyebutkan seperti yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq. Imam Ahmad menyebutkan di dalam Musnadnya dari Suraij ia berkata telah menceritakan kepada kami Ibad dari Hajjaj dari Amer bin Syu‘aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi saw menulis perjanjian antara Muhajirin dan Anshar dan seterusnya."

Di sini kami tidak akan menyebutkan seluruh naskah perjanjian yang sangat panjang itu, tetapi kami kutipkan saja beberapa bagian dari naskah perjanjian sebagaimana tertera dalam naskah perjanjian Rasulullah saw. Isi Piagam perjanjian itu ialah :

1. Kaum Muslimin, baik yang berasal dari Quraisy, dari Madinah maupun dari Kabilah lain yang bergabung dengan berjuang bersama-sama, semuanya itu adalah satu ummat.
2. Semua kaum Mukminin dari kabilah mana saja, harus membayar diyat (denda) orang yang terbunuh di antara mereka dan menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil antara sesama kaum Mukminin.
3. Kaum Mukminin tidak boleh membiarkan siapa saja di antara mereka yang tidak mampu membayar hutang atau denda, tetapi mereka harus menolongnya untuk membayar hutang atau denda tersebut.
4. Kaum Mukminin yang bertakwa akan bertindak terhadap orang dari keluarganya sendiri yang berbuat kezhaliman, kejahatan, permusuhan atau perusakan. Terhadap perbuatan semacam itu semua kaum Mukminin akan mengambil tindakkan bersama, sekalipun yang berbuat kejahatan itu anak salah seorang dari mereka sendiri.
5. Seorang Mukmin tidak boleh membunuh orang Mukmin lainnya lantaran ia membunuh seorang kafir. Seorang Mukmin tidak boleh membantu orang kafir untuk melawan Mukmin lainnya.
6. Jaminan Allah swt adalah satu : Dia melindungi orang-orang yang lemah atas orang-orang yang kuat. Orang Mukmin saling tolong-menolong sesama mereka dalam menghadapi gangguan orang lain.
7. Setiap Mukmin yang telah mengakui berlakunya perjanjian sebagaimana termaktub di dalam naskah, jika ia benar-benar beriman kepada Allah swt, dan Hari Akhir niscaya ia tidak akan memberikan pertolongan atau perlindungan kepada orang yang berbuat kejahatan. Apabila ia menolong dan melindungi orang-orang berbuat kejahatan maka ia terkena laknat dan murka Allah swt. pada Hari Kiamat.
8. Di saat menghadapi peperangan, orang-orang Yahudi turut memikul biaya bersama-sama kaum Muslimin.
9. Orang-orang Yahudi dari Bani Auf dipandang sebagai bagian dari kaum Mukminin. Orang-orang Yahudi tetap pada agama mereka, dan kaum Muslimin pun tetap pada agamanya sendiri, kecuali orang yang berbuat kedhaliman dan kejahatan maka sesungguhnya dia telah membinasakan diri dan keluarganya sendiri.
10. Orang-orang Yahudi harus memikul biayanya sendiri dan kaum Muslimin pun harus memikul biaya sendiri dalam melaksanakan kewajiban memberikan pertolongan secara timbal balik dalam melawan pihak lain yang memerangi salah satu pihak yang terikat dalam perjanjian itu.
11. Jika di antara orang-orang yang terikat perjanjian ini terjadi pertentangan atau perselisihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan maka perkaranya dikembalikan kepada Allah swt dan Muhammad Rasulullah.
12. Setiap orang dijamin keselamatannya untuk meninggalkan atau tetap tinggal di Madinah, kecuali orang yang berbuat kedhaliman dan kejahatan.
13. Sesungguhnya Allah swt-lah yang akan melindungi pihak yang berbuat kebajikan dan taqwa.

Beberapa Ibrah

Perjanjian tersebut di atas mengandung beberapa pelajaran penting berkaitan dengan hukum-hukum pemerintahan bagi masyarakat Islam.

1. Perjanjian tersebut dalam istilah modern lebih tepat disebut sebagai "dustur“. Jika perjanjian ini dianggap sebagai pengumuman suatu dustur maka ia telah memuat semua masalah yang dibahas oleh dustur modern manapun yang meletakkan garis besar haluan negara baik menyangkut masalah dalam ataupun luar negeri.

Dustur yang dibuat Rasulullah saw berdasarkan wahyu Allah swt dan ditulis oleh para sahabatnya kemudian dijadikan sebagai undang-undang dasar yang disepakati oleh kaum Muslimin dan tetangganya (Yahudi), merupakan bukti nyata bahwa masyarakat Islam sejak awal pertumbuhannya tegak berdasarkan asas perundang-undangan yang sempurna. Juga menjadi bukti bahwa Negara Islam sejak awal berdirinya telah ditopang oleh perangkat perundang-undangan dan manajemen yang diperlukan setiap negara manapun.

Perangkat ini merupakan asas yang diperlukan bagi pelaksanakan hukum-hukum syariat Islam dalam kehidupan masyarakat. Sebab hukum-hukum Syariat tersebut secara umum didasarkan pada pemikiran kesatuan ummat Islam dan masalah-masalah struktural lainnya yang berkaitan dengannya. Negara tempat pelaksanaan Hukum dan Syariat Islam tidak akan terwujudkan manakala sistem perundang-undangan yang dibuat oleh Rasulullah saw tersebut tidak ada.

Dari sini tertolaklah tuduhan orang-orang yang mengatakan bahwa Islam hanya mengatur hubungan manusia dengan Rab-nya saja, tidak mengatur urusan negara dan sistem perundang-undangan. Tuduhan ini sengaja dilontarkan oleh para musuh Islam dan antek-antek kolonial untuk membatasi gerak langkah Islam agar tidak lagi berperan aktif dalam masyarakat. Guna mencapai sasaran ini, bagi mereka tidak ada cara lain, kecuali menjadikan Islam sebagai ritual peribadatan semata tanpa negara dan perundang-undangan. Bahkan kalupun dipahami sebagai Agama dan Negara maka harus dirusak dan diputar balikan sedemikian rupa sehingga tidak lain untuk itu.

Tetapi tipu daya ini tidak lama kemudian terpatahkan dan terbongkar kedoknya, sehingga semua kebusukkan yang terkandung di dalamnya telah diketahui oleh semua orang. Bahkan sekedar mempermasalahkannya pun sudah dianggap sebagai omong kosong.

Sekalipun demikian, dalam menganalisa pasal-pasal Perjanjian Madinah ini, kami harus mengatakan bahwa kelahiran masyarakat Islam itu sendiri termuat dalam kerangka struktural negara. Hukum-hukum syariat setelah itu tidak diturunkan kecuali dalam kerangka struktur sosial yang saling menyempurnakan dari segala aspeknya. Dalam hal ini belum lagi jika bagian-bagian dari nilai Hukum-hukum syariat dihimpun secara terpadu yang akan membentuk suatu sistem yang utuh bagi struktur perundang-undangan dan manajemen yang agung.

2. Perjanjian tersebut menunjukkan keadilan perilaku Nabi saw terhadap orang-orang Yahudi. Perjanjian damai yang adil antara kaum Muslimin dengan Yahudi ini semestinya membuahkan hasil yang konkret seandainya tidak dirusak oleh tabiat kaum Yahudi yang suka menipu dan berkhianat. Perjanjian ini tidak berlangsung lama, karena selang beberapa lama kemudian kaum Yahudi merasa tidak senang terhadap isi perjanjian yang telah disepakati tersebut. Mereka melanggar perjanjian dengan beragam penipuan dan pengkhianatan yang insya Allah akan kami jelaskan secara rinci pada kesempatan lain. Dengan demikian, tidak ada piihan lain bagi kaum Muslimin kecuali harus mengembalikan perjanjian itu kepada mereka.

3. Perjanjian tersebut menunjukkan kepada beberapa hukum yang sangat penting dalam syariat Islam, diantaranya :

Pertama,
Pasal pertama menunjukkan bahwa Islam adalah satu-satunya faktor yang dapat menghimpun kesatuan kaum Muslimin dan menjadikan mereka satu Ummat. Semua perbedaan akan sirna di dalam kerangka kesatuan yang integral ini. Hal ini tampak jelas dalam pernyataan Rasululah saw :
"Kaum Muslimin baik yang berasal dari Quraisy dari Madinah maupun dari kabilah lain yang bergabung dan berjuang bersama-sama, semuanya itu adalah satu ummat.“
Ini merupakan asas pertama yang harus diwujudkan untuk menegakkan masyarakat Islam yang kokoh dan sehat.

Kedua,
Pasal kedua dan ketiga menunjukkan bahwa di antara ciri khas yang terpenting dari masyarakat Islam ialah, tumbuhnya nilai solidaritas serta jiwa senasib dan sepenanggungan kepada yang lainnya baik dalam urusan dunia maupun akherat. Bahkan semua hukum syariat Islam didasarkan pada asas tanggung jawab ini seraya menjelaskan cara-cara pelaksanaan prinsip solidaritas dan takaful (jiwa senasib sepenanggungan) sesama kaum Muslimin.

Ketiga,
Pasal keenam menunjukkan betapa dalamnya asas persamaan sesama kaum Muslimin. Ia bukan hanya slogan yang diucapkan, tetapi merupakan salah satu rukun syariat yang terpenting bagi masyarakat Islam yang harus diterapkan secara detail dan sempurna. Contoh pelaksanaan persamaan sesama kaum Muslimin ini dapat kita baca dari pernyataan Rasulullah saw sebagai berikut :
"Jaminan Allah swt adalah satu : Dia melindungi orang-orang yang lemah (atas orang-orang yang kuat).“

Ini berarti bahwa jaminan seorang Muslim, siapa pun orangnya, harus dihormati dan tidak boleh diremehkan. Siapa saja di antara kaum Msulimin yang memberikan jaminan kepada seseorang maka tidak boleh bagi orang lain baik rakyat biasa ataupun penguasa untuk menodai kehormatan jaminan ini. Demikian pula halnya wanita Muslimah, tidak berbeda dari kaum laki-laki. Suaka atau jaminannya pun harus dihormati oleh semua orang. Hal ini telah menjadi kesepatakan semua ulama dan para Imam Madzhab.

Bukhari, Muslim dan lainnya meriwayatkan bahwa Ummu Hani‘ binti Abu Thalib pergi menemui Rasulullah saw, pada hari Fathu Makkah kemudian berkata: “Wahai Rasulullah saw, adikku menuntut untuk membunuh seseorang lelaki yang ada dalam perlindunganku, yaitu Ibnu Hubairah.“ Rasulullah saw menjawab: “Kami telah melindungi orang yang engkau lindungi, wahai Ummu Hani.“

Dari sini dapatlah anda ketahui betapa tinggi derajat wanita dalam perlindungan Islam. Ia berhak mendapatkan semua hak asasi dan jaminan sosial sebagaimana kaum lelaki mendapatkannya.

Tetapi anda harus mengetahui perbedaan di antara persamaan kemanusiaan yang ditegakkan oleh syariat Islam dan bentuk-bentuk persamaan yang diteriakkan oleh para pengagum peradaban dan budaya modern. Persamaan yang ditegakkan oleh Islam adalah persamaan yang didasarkan kepada fitrah manusia, yang memberikan dan menjamin kebahagiaan kepada semua orang, baik lelaki maupun wanita, baik secara individual ataupun sosial. Sedangkan persamaan yang diserukan oleh para pengagum peradaban modern adalah persamaan yang didorong oleh nafsu kebinatangan yang ingin menjadikan wanita sebagai sarana hiburan dan pemuas nafsu kaum lelaki, tanpa mau memandang kepada hal lain.
Keempat,

Pasal kesebelas menunjukkan bahwa Hakim yang adil bagi kaum Muslimin dalam segala perselisihan dan urusan mereka, hanyalah syariat Islam dan hukum Allah swt yaitu apa yang terkandung di dalam kitab Allah swt dan sunnah Rasulullah saw. Jika mereka mencari penyelesaian bagi problematika mereka kepada selain sumber ini maka mereka berdosa dan terancam kesengsaraan di dunia dan siksa Allah di akherat.

Itulah keempat hukum yang terkandung di dalam perjanjian tersebut yang menjadi dasar tegaknya negara Islam di Madinah dan minhaj bagi kaum Muslimin dalam kehidupan mereka sebagai masyarakat yang baru. Bila diperhatikan dan direnungkan, nyatalah bahwa Perjanjian itu pun mengandung beberapa hukum lain yang sangat penting bagi kaum Muslimin.

Dengan pelaksanaan Perjanjian tersebut dan dengan berpedoman kepada pasal-pasal yang termaktub di dalamnya serta berpegang teguh kepada hukum-hukumnya, tegaklah negara Islam di atas asas dan pilar yang sangat kokoh. Kemudian Negara Islam ini berkembang meluas mantap ke barat dan ke timur serta menyumbangkan peradaban dan budaya yang benar kepada ummat manusia. Suatu peradaban dan kebudayaan yang mengagumkan yang sebelumnya tidak pernah disaksikan ummat manusia sepanjang sejarah.




0 komentar: