Abstrak: Analis subyek adalah
kegiatan menganalisa subyek atau pokok bahasan dari suatu bahan pustaka secara
konseptual dan menterjemahkan dalam notasi sehingga akan diperoleh suatu kata atau
kosa kata atau lambang-lambang yang terdapat dalam bahasa indeks. Dengan bahasa
indeks seperti Daftar Tajuk Subyek, Tesaurus, atau skema klasifikasi, maka
dapat diperoleh kata atau kosa kata baku yang dapat menyatakan isi suatu bahan
pustaka dengan tepat dan selanjutnya dapat dipakai untuk mencari nomor klasifikasinya.
Kata
Kunci:
Subyek, Tajuk Subyek, Analisa Subyek, Pengolahan, bahan pustaka
A.
Pendahuluan
Pada
umumnya, seseorang yang memerlukan informasi dalam bentuk buku atau bentuk
bahan pustaka tertentu dari perpustakaan akan mencarinya di dalam katalog
melalui pengarang atau judul. Namun sering pula terjadi bahwa orang tidak
merasa pasti benar mengenai nama pengarang atau judul yang dimaksud. Dalam hal
ini pencarian melalui subyek sangat membantu. Pencarian melalui subyek dapat
memandu orang untuk memperluas atau mempersempit subyek yang dimaksud karena
entri-entri katalog yang disusun dan dikelompokkan menurut subyek disertai
acuan ke subyek-subyek terkait. Oleh karena itu penggunaan tajuk subyek pada
katalog sangat penting untuk membantu pencarian suatu topik atau disiplin ilmu
tertentu yang dimiliki perpustakaan. Sama halnya dengan pencarian melalui tajuk
pengarang atau judul, pencarian melalui tajuk subyek juga mengacu pada karya
atau bahan pustaka tertentu. Katalog sebagai salah satu sarana temu kembali
informasi di perpustakaan, yang membuat segala informasi yang terdapat dalam
buku atau bahan pustaka lainnya. Informasi dalam buku tersebut antara lain
meliputi judul, pengarang, kolasi, impresum, serta subyek. Dalam penentuan
subyek buku atau bahan pustaka lainnya diperlukan analisis subyek yang akurat
dengan dibantu sarana daftar tajuk subyek komprehensif, sedangkan dalam
katalogisasi proses pembuatan tajuk subyek disebut mengkatalog subyek. Pengatalogan
subjek bertujuan menggunakan kata-kata (istilah) yang seragam untuk bahan
pustaka perpustakaan mengenai subyek tertentu. Subyek adalah topik yang merupakan
kandungan informasi (content) dalam buku, pita video, dan bentuk
rekaman lainnya yang terdapat pada koleksi perpustakaan. Sedangkan tajuk subjek
adalah kata (-kata) yang digunakan dalam catalog perpustakaan untuk meringkas kandungan
informasi tersebut. Istilah tajuk subyek dapat juga diartikan sebagai suatu
istilah atau kosa kata yang terkendali dan berstruktur untuk menyatakan suatu
konsep subyek bahan pustaka. Sebagai kosa kata atau frase, karena tidak selalu
terdiri atas satu suku kata, melainkan dapat berbentuk dua atau lebih suku
kata, tetapi bukan suatu kalimat. Dikatakan terkendali karena diarahkan untuk
menggunakan istilah yang tetap untuk menyatakan konsep yang sama, meskipun
banyak istilah padanannya. Sedangkan berstruktur karena ada kaitan antara tajuk
satu dan tajuk yang lain, sesuai dengan struktur ilmu dan pengetahuan. Tajuk
subjek biasanya dicantumkan pada bagian awal entri katalog yang disusun dalam
katalog subyek berabjad, baik dalam catalog bentuk kartu, bentuk buku, bentuk
mikro, maupun OPAC (Online Public Access Catalog). Pada makalah
ini akan di bahas bagaimana cara analisis subyek dan bagaiman cara menggunakan
tajuk subyek.
B.
Analisis Subyek
Kegiatan
analisis subyek memerlukan kemampuan yang memadai, sebab di sinilah pengindek
dituntut kemampuannya untuk menentukan subyek apa yang dikandung dalam bahan
pustaka yang diolah. Ada tiga hal yang mendasar perlu dikenali pengindek dalam menganalisis
subyek yakni jenis konsep dan jenis subyek. Dengan mengenali ketiga hal
tersebut akan membantu dalam menetapkan pada atau dalam subyek apa suatu
dokumen ditempatkan. Berikut akan dibahas kedua hal tersebut secara ringkas.
1.
Jenis Konsep
Dalam
satu bahan pustaka dapat dibedakan tiga jenis konsep yaitu:
a.
Disiplin Ilmu, yaitu istilah yang digunakan untuk satu bidang atau cabang ilmu pengetahuan.
Dibedakan menjadi 2 kategori:
1)
Disiplin Fundamental. Meliputi bagian-bagian utama ilmu pengetahuan. Oleh para ahli
disiplin fundamental dikelompokkan menjadi 3 yakni ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu alamiah,
dan ilmu-ilmu kemanusia.
2)
Sub disiplin, merupakan bidang spesial dalam satu disiplin fundamental.
Misalnya dalam disiplin ilmu fundamental alamiah, sub disiplinnya terdiri atas
fisika, kimia, biologi, dsb.
b.
Fenomena (topik yang dibahas), merupakan wujud/benda yang menjadi objek kajian dari
disiplin ilmu. Misalnya pendidikan remaja. “Pendidikan” merupakan konsep disiplin
ilmu, sedangkan “remaja” adalah fenomena yang menjadi objek atau sasarannya.
c.
Bentuk, ialah cara bagaimana suatu subyek dasajikan. Dibedakan menjadi 3 jenis:
1)
Bentuk Fisik, yakni medium atau sarana yang digunakan dalam menyajikan suatu subyek.
Misalnya dalam bentuk buku, majalah, pita rekaman, dsb.
2)
Bentuk Penyajian, yang menunjukkan pengaturan atau organisasi isi bahan pustaka/dokumen.
Ada tiga bentuk penyajian, yaitu:
a)
Menggunakan lambang-lambang dalam penyajiannya seperti bahasa, gambar, dll.
b)
Memperhatikan tata susunan tertentu misalnya abjad, kronologis, sistematis,
dsb.
c)
Menyajikannya untuk kelimpok tertentu, misalnya bahasa Inggris untuk pemula, Psikologi
untuk ibu rumah tangga.
3)
Bentuk intelektual, yaitu aspek yang ditekankan dalam pembahasan suatu subyek. Misalnya
“Filsafat Sejarah” disini yang menjadi subyeknya adalah sejarah sedangkan
filsafat adalah bentuk intelektual.
2.
Jenis Subyek
Dalam
kegiatan analisis subyek, dokumen terdapat dalam bermacam-macam jenis subyek.
Secara umum digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu:
a.
Subyek Dasar, yaitu subyek yang hanya terdiri dari satu disiplin ilmu atau sub
disiplin ilmu saja. Misalnya: “Pengantar Ekonomi”, yaitu menjadi subyek
dasaranya “Ekonomi”.
b.
Subyek Sederhana, yaitu subyek yang hanya terdiri dari satu faset yang berasal
dari satu subyek dasar (Faset ialah sub kelompok klas yang terjadi disebabkan
oleh satu cirri pembagian. Tiap bidang ilmu mempunyai faset yang khas sedangkan
fokus ialah anggota dari satu faset). Misalnya “Pengantar ekonomi Pancasila”
terdiri dari “subyek dasar ekonomi” dan faset “Pancasila”.
c.
Subyek Majemuk, yaitu subyek yang teridiri dari subyek dasar disertaifokus dari
dua atau lebih fasaet. Misalnya: “Hukum adat di indonesia”. Subyek dasarnya
yaitu “Hukum” dan dua fasetnya yaitu”
Hukum Adat” (fasaet jenis) dan “Indonesia” (faset tempat).
d.
Subyek Kompleks, yaitu subyek yang terdiri dari dua atau lebih subyek dasar dan
saling berinteraksi antara satu sama lain. Misalnya “Pengaruh agama Hindu
terhadap agama Islam”. Disini terdapat dua subyek dasar yaitu “Agama Hindu” dan
Agama Islam”. Untuk menentukan subyek yang diutamakan dalam subyek kompleks
terdapat 4 (empat) fase, yaitu:
1)
Fase Bias, yaitu suatu subyek yang disajikan untuk kelompok tertentu. Dalam hal
ini subyek yang diutamakan ialah subyek yang disajikan. Misalnya “Statistik
untuk wartawan” subyek yang diutamakan ialah “Statistik” bukan “wartawan”.
2)
Fase Pengaruh, yaitu bila dua atau lebih subyek dasar saling mempengaruhi
antara satu sama lain. Dalam hal ini subyek yang diutamakan adalah subyek yang dipengaruhi.
Misalnya “pengaruh Abu Merapi terhadap Pertanian di D.I Yogyakarta”. Disini
subyek yang diutamakan ialah “Pertanian” bukan “Abu Merapi”.
3)
Fase Alat, yaitu subyek yang digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau membahas
subyek lain. Disini subyek yang diutamakan ialah subyek yang dibahas atau
dijelaskan. Misalnya: “Penggunaan alat kimia dalam analisis darah”. Disini yang
diutamakan adalah “Darah” bukan “Kimia”.
4)
Fase Perbandingan, yaitu dalam satu dokumen/bahan pustaka terdapat berbagai subyek
tanpa ada hubungannya antara satu sama lain. Untuk menentukan subyek mana yang
akan diutamakan, ketentuannya sebagai berikut:
•
Pada subyek yang dibahas lebih banyak, misalnya: “Islam dan Ilmu Pengetahuan”.
Jika Islam lebih banyak dibahas, utamakan subyek “Islam” dan sebaliknya.
•
Pada subyek yang disebut pertama kali. Misalnya “Perpustakaan dan Masyarakat” ditetapkan
pada subyek “Perpustakaan”
•
Pada subyek yang erat kaitannya dengan jenis perpustakaan atau pemakai perpustakaan.
Misalnya “Hukum dan Kedokteran”. Di Fakultas Hukum akan ditetapkan subyek “Hukum”
dan bila di perpustakaan kedokteran akan ditempatkan dalam subyek “Kedokteran”.
3.
Urutan Sitasi
Agar
diperoleh suatu urutan yang baku dan taat azas/konsistensi dalam penentuan
subyek dan (nomor kelas) maka oleh Ranganathan menggunakan konsep yang dikenal “Urutan
Sitasi”. Menurutnya ada 5 (lima) faset yang mendasar yang dikenal dengan
akronim P-M-E-S-T, yakni:
P
- Personality (Wujud)
M
- Matter (Benda)
E
- Energy (Kegiatan)
S
- Space (Tempat)
T
- Time (Waktu)
Contoh:
“Konstruksi
Jembatan Beton Tahun 20-an di Indonesia”.
Jembatan
- Personality (P)
Beton
- Matter (M)
Konstruksi
- Energy (E)
Indonesia
- Space (S)
Tahun
20-an - Time (T)
C.
Cara Menentukan Subyek
Sebelum
pustakawan atau pengindeks dapat menempatkan suatu bahan pustaka pada kelas
atau penggolongan yang sesuai, pustakawan perlu mengetahui lebih dahulu subyek
apa yang dibahas dalam buku tersebut, sudut pandangan yang dianut penulis serta
bentuk penyajiannya. Untuk itu pengindeks perlu mengetahui bagaimana membaca
buku secara “teknis” untuk mengetahui isi buku. Beberapa langkah untuk mengetahui
isi buku secara cepat adalah sebagai berikut:
1.
Judul buku tidak selalu mencerminkan isi yang dibahasnya, bahkan kadang-kadang membingungkan.
Untuk itu perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut. Sebagai contoh: buku dengan
judul habis Gelap Terbitlah Terang, Si Hijau Yang Cantik, Gema Tanah Air, tidak
dapat ditentukan subyeknya begitu saja. Untuk memperoleh keterangan atau petunjuk
lebih jauh perlu dilihat anak judul (judul tambahan), serta judul seri (kalau ada).
Namun demikian kadang-kadang judul buku dengan mudah memberikan petunjuk tentang
isinya, seperti Ekonomi, Matematika, Bahasa Indonesia dan sebagainya.
2.
Kata pengantar sebuah buku dapat memberikan petunjuk kepada pengklasir,
tentang, maksud dan ide suatu bahan pustaka yang disampaikan kepada pembaca,
dan sasaran masyrakat pembaca. Kata pengantar biasanya dibuat oleh pengarang.
Tetapi ada kalanya dibuat oleh ahli dalam bidangnya atas pemintaan pengarang.
3.
Daftar isi sebuah buku merupakan petunjuk yang dapat dipercaya tentang subyek
buku tersebut, karena memuat secara terperinci tentang pokok bahasan perbab,
serta subbab.
4.
Bibliografi atau sumber yang dipakai sebagai acuan untuk menyusun buku dapat memberikan
petunjuk tentang subyek suatu buku.
5.
Pendahuluan suatu buku biasanya memberikan informasi tentang sudut pandang pengarang
tentang subyek, dan ruang lingkup pembahasan.
6.
Apabila dari langkah di atas pengklasir belum bisa menemukan subyek buku maka langkah
yang perlu dilakukan adalah membaca teks buku secara keseluruhan atau sebagian,
atau mencari smber informasi dari timbangan bku pada koran atau majalah ilmiah
terpercaya, serta bisa juga dari katalog penerbit.
7.
Meminta pertolongan dari orang yang ahli dalam bidangnya. Ini merupakan jalan
keluar terakhir apabila pengklasir mengalami kesulitan dalam menentukan subyek
buku yang tepat.
D.
Deskripsi Indeks
Setelah
mengetahui “subyek” suatu bahan pustaka melalui analisis subyek, selanjutnya menerjemahkan
ke dalam kata-kata atau lambang-lambang yang terdapat dalam Bahasa Indeks
(Index Language). Bahasa Indeks merupakan Bahasa yang terawasi (Control Language)
sedangkan hasil dari analisis subyek disebut dengan Bahasa Alamiah (Natural
Language). Kegiatan menerjemahkan ini merupakan “Deskripsi Indeks” untuk bahan
pustaka tersebut. Beberapa sistem Bahasa Indeks:
1.
Daftar Tajuk Subyek
Yaitu
mendaftarkan sejumlah istilah atau kata-kata dengan memberikan acuan atau penunjukan
sperti istilah “see also” dsb. Tajuk subyek yaitu frase (kosakata) yang terkendali
dan berstruktur yang digunakan untuk menyatakan topik bahan pustaka. Daftar
Tajuk Subyek misalnya Sears List Subject Headings edited by Barbara M. Wesby
(1997), Pedoman tajuk subyek untuk Perpustakaan (PTSP) oleh Perpustakaan Nasional
RI (1994), Daftar Tajuk Subyek untuk Perpustakaan, Edisi Ringkas oleh J.N.B.
Tairas dan Soekarman K. (1990).
2.
Tesaurus
Yaitu
suatu daftar kosakata atau istilah dengan menyebutkan istilah GU (Gunakan Untuk),
RL (Ruang Lingkup), IK (Istilah Khusus), IB (Istilah Berhubungan). Misalnya: Makrotesaurus
Daftar Istilah Pembangunan Ekonomi dan Sosial (1997).
3.
Skema Klasifikasi
Yaitu
bahasa indeks yang istilah-istilahnya disusun berkelas yang diberi kode/lambang
tertentu. Ada kalanya kode/lambang (notasi) terdiri dari huruf atau angka saja
atau gabungan huruf dan angka. Umumnya skema klasifikasi terdiri dari tiga
unsur yaitu Bagan, indeks Relatif dan Tabel. Beberapa Skema Klasifikasi yang
terkenal:
a.
Dewey Decimal Classifications (DDC) oleh Melvil Dewey (1875)
b.
Colon Classifications (CC) oleh S.R Ranganathan (1933)
c.
Universal Decimal Classifications (UDC) oleh Paul Otlet (1905)
d.
A Bibliographic Classifications oleh H. E. Bliss (1935)
e.
Library of Congress Classifications (1899)
f.
Subject Classifications oleh J. D. Brown (1906)
g.
Readers International Classifications (1961)
E.
Sistem dan Prinsip Penerapan
Kegiatan
analisis subyek akan menghasilkan suatu rangkuman spesifik tentang topik atau
pokok masalah suatu judul bahan pustaka. Hal ini dapat dituangkan sebagai berikut.
Disiplin
Ilmu//Fenomena (PMEST)//Bentuk
Fenomena
adalah perwujudan yang dibicarakan oleh disiplin ilmu. Apabila kita kaitkan dengan
istilah tajuk subyek, maka tajuk subyek adalah kosa kata atau istilah yang
dipilih untuk mengungkapkan fenomena dalam proses analisis subyek. Dalam tajuk
subyek dikenal adanya sistem identik dan semantik karena dalam penggunaannya
dikenal pertunjuk lihat dan lihat juga, ada hierarki (istilah luas dan
istilah sempit) dari suatu pokok bahasan, dan ada cakupan untuk memberikan
penjelasan ruang lingkup yang termasuk dalam istilah tersebut. Semua ini untuk
menjaga konsistensi dalam penggunaan tajuk subyek. Simaklah uraian berikut.
•
Petunjuk lihat. Petunjuk ini berarti bahwa istilah yang disebut sebelum
kata lihat tidak digunakan. Kita diperintahkan untuk melihat istilah
yang disebut sesudah kata Pustakawan lihat.
Istilah ini sama artinya dengan kode satu tanda silang (X). Perhatikan contoh berikut.
Bahasa
Dunia, lihat BAHASA UNIVERSAL
Atau
X Bahasa Dunia
XX
Bahasa Universal
•
Petunjuk lihat juga. Petunjuk ini memerintahkan kita untuk membandingkan
istilah yang disebut sebelum perintah lihat juga dengan istilah yang disebut
sesudahnya. Di sini kita dapat memilih yang lebih tepat untuk menyatakan konsep
subyek yang kita hadapi. Perintah lihat juga sama artinya dengan kode
dua silang
(XX).
Perhatikan contoh berikut.
BALADA
(KESUSASTERAAN), lihat juga
NYANYIAN
RAKYAT
XX
NYANYIAN RAKYAT
•
Cakupan. Cakupan untuk menjelaskan dalam konsep subyek apa saja dapat digunakan
tajuk subyek. Sebagai contoh, Biografi: digunakan untuk kumpulan biografi yang
tidak terbatas pada satu negara/golongan orang. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam proses penerapan tajuk subyek sebagai berikut.
•
Bahasa. Sebaiknya menggunakan bahasa resmi negara kita, yaitu Bahasa
Indonesia yang disempurnakan dengan segala aspeknya.
•
Keseragaman. Banyak sinonim atau kesamaan arti istilah untuk mengungkapkan
maksud yang sama. Dalam memilih tajuk subyek dituntut untuk menentukan satu pilihan
istilah untuk mengungkapkan konsep subyek yang sama.
•
Pemilihan istilah. Hendaknya memilih kata yang diketahui dan biasa
digunakan oleh masyarakat pemakainya.
•
Adaptasi istilah asing. Hal ini dilakukan bila terpaksa. Misalnya karena
belum ada padanan istilah Indonesia yang tepat; ungkapannya terlalu panjang
dalam bahasa
Indonesia;
atau istilah asing lebih popular dari Bahasa Indonesia, dan sebagainya.
•
Ketetapan/kekhususan. Istilah yang dipakai tidak lebih luas
pengertiannya dari judul atau konsep subyek bahan pustaka yang diklasifikasi.
• Urutan sitasi. Agar taat asas dalam
ungkapan, sebaiknya kita konsisten dalam menerapkan PMEST.
F.
Jenis-Jenis Tajuk Subyek
Telah
dijelaskan bahwa tajuk subyek dapat berbentuk istilah, frase, atau kosa kata yang
terbentuk berdasarkan konsep subyek hasil kegiatan analisis subyek. Seiring
dengan banyaknya konsep yang dituangkan dengan kode angka (notasi), ada yang
tunggal/utama, sederhana dan kompleks; maka tajuk subyek mengalami penyesuaian
jenis. Jenis tajuk subyek meliputi tajuk utama, tajuk inversi, tajuk
gabungan, dan tajuk tambahan.
1.
Tajuk Utama
Tajuk
utama merupakan konsep tunggal/sederhana, yang dapat berupa yang berikut.
•
Tajuk kata benda tunggal. Misalnya, ekonomi, hukum, politik, dan
sebagainya.
•
Tajuk ajektif. Tajuk ini terdiri atas dua istilah, yaitu kata benda
diikuti dengan kata ajektif. Misalnya, benda besar, binatang beracun, dan
sebagainya.
•
Tajuk frase/kosa kata. Tajuk ini berupa susunan beberapa istilah.
Misalnya, depresi pada anak, diabetes dalam kehamilan, dan sebagainya.
2.
Tajuk Inversi
Tajuk
inversi (pembalikan istilah) perlu dikatakan karena hal-hal berikut.
•
Masyarakat lebih mengenal istilah dasar. Misalnya, hakim, ahli, hukum, dan pembaruan.
•
Menggunakan istilah yang luas dalam segala aspeknya. Misalnya,
o
Angkatan Bersenjata – Komunikasi
o
Angkatan Bersenjata – Lambang
o
Angkatan Bersenjata – Logistik
o
Angkatan Bersenjata – Manuver
3.
Tajuk Gabungan
Tajuk
gabungan merupakan penggabungan dua unsur yang sederajat atau berkaitan dengan kata
penghubung “dan.” Misalnya, agama dan musik, bank dan perbankan, perawat dan perawatan,
dan sebagainnya.
4.
Tajuk Tambahan
Tajuk
tambahan menyatakan adanya subyek utama dan subyek tambahan, yang merupakan implementasi
dari subdivisi nomor kelas. Perhatikan contoh berikut.
•
Nama pribadi/orang : Kurniawan, Fatah
•
Nama geografi/propinsi : Jawa Timur-Sejarah; Magetan-Geografi
•
Nama bangsa/suku bangsa : Maori-adat kebiasaan, Sunda-Perkawinan
•
Nama barang : Genderang, Baju, dan sebagainya.
•
Nama tanaman : Anthurium-Bunga, Mahoni, Buah, dan sebagainya.
•
Nama perjanjian : Meja Bundar-Perjanjian, Gianti-Perjanjian
•
Nama organisasi/lembaga : Pusat Bahasa, Pemuda Pancasila, dan sebagainya.
5.
Kategori Dalam Pembuatan Subdivisi (Tajuk Tambahan)
Kategori
dalam pembuatan subdivisi (tajuk tambahan) terdiri atas yang berikut.
•
Topik. Topik digunakan untuk membatasi tajuk utama. Contoh: Wanita
Indonesia-keadaan ekonomi
•
Bentuk subdivisi. Bentuk subdivisi untuk memberikan penjelasan bentuk penyajian.
Contoh:
Pertanian-kamus
•
Periode (kronologi). Periode untuk menunjukan periode/waktu yang
dibicarakan
dalam
topik
Contoh:
Indonesia – keadaan ekonomi – abad 20
•
Geografi. Geografi untuk menunjukkan wilayah di mana topik itu berada
Contoh:
Penduduk – Jakarta
G.
Penutup
Dalam
mengalisis subyek suatu bahan pustaka diperlukan pemahaman tentang jenis konsep
dan jenis subyek serta mengetahui jenis-jenis daftar subyek dan dapat menggunakan
sehingga dapat menemukan suatu subyek dan notasi nomor klasifikasi yang tepat
dan akurat, sehingga dapat menempat koleksi pada tempat yang tepat dan memudahkan
pemakai yang ingin menelusur bahan pustaka.
Daftar
Pustaka
Darmono.
2001. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: Gramedia
Widiasarana
Indonesia.
Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Pedoman Tajuk Subyek untuk
Perpustakaan.
Jakarta:
Proyek Pengembangan Perpustakaan – Departemen
Pendidikan
dan Kebudayaan.
Perpustakaan
Nasional RI. [S. a.]. Klasifikasi dan Tajuk Subyek Modul 2: Analisis Subyek
http://pusdiklat.pnri.go.id/elearning/klasifikasi/frameset02.html
Download 12 Mei
2012
Perpustakaan
Nasional RI. [S. a.]. Klasifikasi dan Tajuk Subyek Modul 4: Jenis Tajuk
Subyek,
Praktek Pemakaian dan Penambahan Tajuk
http://pusdiklat.pnri.go.id/elearning/klasifikasi/frameset04.html.
Download 12 Mei
2012
Perpustakaan
Nasional RI. 2001 Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan
Sekolah. Jakarta: Perpustakaan
Naional RI.
Perpustakaan
Universitas Indonesia. 2000. Daftar Tajuk Subyek Universitas Indonesia.
Depok:
Perpustakaan Universitas Indonesia.
Sumantri,
M.T. 2004. Panduan Penyelengaaan Perpustakaan Sekolah. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Yusuf,
Pawit dan Suhendar, Yaya. 2002. Pedoman Penyelenggaraan Perpustakaan
Sekolah.
Jakarta: Media Prenada Media Group.
0 komentar:
Posting Komentar