1. Sejarah
Reog ini berada
di desa talkondo, kabupaten Bantul. Reog
ini dimulai dari perbincangan masyarakat di warung kopi dan muncullah ide untuk
membuat reog atas kesamaan kecintaan masyarakat terhadap kesenian. Kesenian itu
diambil dari cerita wayang kulit dan diangkat menjadi wayang orang yang
kemudian mereka pentaskan di desa talkondo dan sekitarnya sampai sekarang.
Pada tahun 1976
tersebut seorang warga masyarakat talkondo yang mempelopori dan mengajak
teman-temannya untuk mengadakan reog tersebut yaitu bapak almarhum sastro
suharjo.yang kemudian oleh perkumpulan perorangan tersebut mengundang pelatih
(dalang wayang) untuk mengajari gerakan wayang kepada mereka. Kegiatan tari
reog ini didirikan dari orang-orang yang tidak mempunyai latar belakang seni.
Mereka hanya menonton bareng-bareng wayang kulit dan mengeksplorer ke tarian
orang dengan bantuan dalang wayang kulit.
Reog adalah
warisan turun temurun dari nenek moyang. Reog ini berkembang dan semakin
diminati. Budaya seperti ini haruslah dilestarikan, sampai akhirnya pada tahun
1980 dibentuklah struktur organisasi untuk mewadahi kegiatan tersebut pada
program panca maruda. Reog ini diwadahi agar menjadi warisan budaya yang
dilakukan terus-menerus dari generasi ke generasi. Reog ini kemudian dinamakan
REOG RESI BISMO DEWABRATA, karena selain resi bismo adalah tokoh pewayangan
yang paling tua, resi bismo dewabrata juga ada kaitannya dengan sejarah desa
talkondo,. Kata bismo tersebut juga melahirkan nama kepanjangan yaitu ”BINA
SENI MASYARAKAT”.
Talkondo
sendiri merupakan tempat pertapaan resi bismo
yang diperintahkan oleh ayahnya yaitu sentanu, dan ada juga tokoh ulama sesepuh pendiri desa tersebut
yaitu kyai talkih namun beliau sudah lama wafat. Makamnya ada di pemakaman umum
talkondo. Awal mulanya dari cerita desa ini yaitu ketika zaman dahulu rakyat
talkondo mempercayai bahwa desanya tempat bertapa para dewa. Yaitu dewa bisma
yang sering disebut bismo oleh para masyarakat talkondo. Bisma ini
diperintahkan oleh ayahnya sentanu untuk bertapa (ngetalkondo) didesa ini.
Sehingga desa ini bernama desa talkondo. Karena nama desa ini di ambil dari
cerita yang dipercaya masyarakat yaitu ngetalkondo diambil menjadi talkondo
untuk nama desa ini, sehingga reog pun dengan berkembangnya zaman dirubah
menjadi reog resi bismo diambil dari tokoh utama pewayangan di desa talkondo ini.
Reog ini
dibangun dengan kerja keras dan semangat keras. Mimpi dari pada pendiri dan
wujud kecintaannya kepada budayamembuahkan hasil sampai sekarang. Semangat itu
juga diwariskan kepada anggota reog resi bism dewabrata, meskipun mereka harus
merogoh kocek saat pementasan, bukan malah mendapatkan materi, namun ada
kepuasan dan rasa senang akan budayanya.
2. Tokoh dan struktur organisasi
Tokoh yang
diperankan pertama kali pada reog ini, ada 12 tokoh utama dan 4 tokoh tambahan,
yang keseluruhan ada 16 pemain.
16 pemain
tersebut terdiri dari :
a. Pengarep (lembatak sepasang)
yang bersifat melindungi
b. Janoko kembar yang
berwatak halus, ganteng perangainya namun suka kawin
c. Gatot kaca dan sutejo yang
berwatak pahlawan
d. Antareja dan Baladewa yang
berwatak prajurit
e. Janoko dan cakil yang
berperan prajurit juga
f.
Ketek butho gimbal yang mencari kesaktian
badan
Dan tokoh
tambahannya adalah punakawan yaitu semar, petruuk, gareng dan bagong yang
bersifat jujur, setia dan menjadi pesuruh atau kongkonan.
Okoh diatas
merupakan tokoh yang bisa dikategorikan komplit, sedangkan pada
perkembangannya, tokoh ini sekarang diperankan minimal 24 orang dan maksimal
tidak terbatas, tergantung dengan ketersediaan pemain yang ikut serta dalam
reog ini. Tokoh ini haruslah genap, karena nantinya akan dikisahkan peperangan
yang kesemua pemain haruslah berpasang-pasangan dan mempunyai lawannya
semdiri-sendiri. Sa’at ini biasanya pemain yang dipakai ada 32 karakter, yang
meliputi:
a. Lembatak sepasang
b. Penurung (2 orang)
c. Bambangan (janoko kembar)
d. Sembrodo
Ket: biasanya 3
cewek,namun bisa lebih. Menyesuaikan anggota pewayangan
e. Janoko dan karno
f.
Kenyuk (ketek cilik)
g. Janoko dan cakil
h. Sencaki (aslinya sentyaki) dan kurawa
i.
Gatot kaca dan suteja
j.
Anta reja dan baladewa
k. Indrajit dan wibisono
l.
Butho gimbal (4 orang) dan
ketek (putih, hitam, merah, hijau, kuning)
Ket : Butho
gimbal menyesuaikan jumlah ketek yang dimainkan, jika ketek ada 4 maka butho
gimbalnya ada 4.
m. Sugriwo dan subali
n. Kumbo karno dan ketek
o. Dasamuko dan anoman
p. Sinto (2 orang)
struktur
organisasi:
pengayom :
sunaryatman dan sunaryono
pelatih :
mas pur (sekaligus perias), ponco, broto.
ketua :
1. Sunardi, 2. Rosidi
bendahara : ngadiman
bendahara
2 :
mulyono
sekretaris : arif
dan sudaryatno
seksi
keamanan :
heru, pentul
seksi
penerangan :
triyono, marno
seksi
p3k :
resti, harsa
koordinat
lapangan :
Setihandoko, Rosmidi, Tukiyo
3. Anggota baru
Anggota ini didapat dengan cara pendaftaran,
kemudian diseleksi dan dicarikan karakter sesuai dengan perangai,gerakan tangan
dan bentuk wajah. Setelah itu seluruh pemain wajib mengikuti pelatihan.
Mayoritas para anggota mengikuti kegiatan reog ini karna kesenangan. Meskipun
mereka mereka tahu bukan hanya waktu, tenaga, fikiran, dan bahkan uang mereka
sendiri untuk sewa costum dan lain-lain, namun semua itu terbayar hanya dengan
rasa senang dan kecintaan mereka terhadap budaya nenek moyang. Sampai saat ini
pemainnya masih terdiri dari daerah talkondo semua, namun pelatih atau dalang
masih menyewa dari luar.
4. Pendanaan
Sumber dana:
1. Iuran anggota
Setiap anggota
ditarik dana untuk sewa baju sendiri-sendiri dan biaya rias sendiri.
2. Iuran masyarakat.
Masyarakat
ditarik dari rumah ke rumah, terutama yang dipandang mampu seperti PNS dan
juragan warung/toko di desa Talkondo.
3. Iuran masyarakat yang bekerja diluar kota
Banyak
masyarakat talkondo yang bekerja diluar kota dan pada setiap akan pementasan
mereka dimintai dana untuk pementasan didesanya.
4. Donator-donatur
Donature-donature
ini meliputi pihak-pihak dari luar yang menyumbangkan dana tanpa pamrih ataupun
menyewa reog resi bismo dewabrata.
Sudah mengajukan ke dinas
pemerintahan, dijanjikan 21 april namun sampai sekarang dananya tidak turun.
setiap kali pentas pengeluaran
paling tidak 9 juta, meliputi:
Konsumsi 2,5 juta
Sewa pakaian 60.000+rias 15.000 x 32 wayang sudah 3 juta
Penabuh 1 juta
Transportasi truck 2 mobil 5
Jetset sama lampu 250 belum
bensinnya.
Pelatihan 250 sekali latihan.
Pengeluaran :
Dana yang dikeluarkan itu
Dana ditarik setiap ada even.
Anggota itu iuran 30% yang lain dari warga dan donator.
5. Waktu pementasan
Setiap ada even, pas liburan,
atau misalnya pak walikota berkunjung, dan setiap ada undangan.
Latihan setiap mau even sebulan
atau 2 bulan full sebelum pentas 3 kali setiap minggu. Pentas biasanya 8 pagi
sampai 10 malam.
Sewa minimal 300, dihitung dari
perang yang akan ditunjukkan, ada perang yang lama, dan ada perang yang
sebentar waktunya. Kalau sewanya tinggi bisa memilih bebas perangnya dan yang
rame perangnya.
6. Alat music
Sudah dikolaborasi dengan alat
music baru. Yang murni dulu paling gamelan
Alat music sudah milik sendiri.
Alat-alat musiknya seperti gamelan, bende, dondok (4) saron (3) gong (2)
kendang (1) dan drum.
7. Costum itu masih nyewa
Bayar per kostum bayar
sendiri-sendiri per anggorta yang pentas, sewa baju 60.000 dan tata rias 15.000
Iuran masyarakat meliputi : orang
desa yang bekerja ke luar kota biasanya 200-300, warga terutama pns dan
pedagang warung kemudian masyarakat.
Pernah ngajukan proposal ke dinas
pariwisata dan kebudayaan, dijanjikan turunnya 21 april 2013 tapi belum turun.
8. Pesan moral
a.
Perseteruan dari perang
buruk dengan baik dan kemudian yang baik dan menang. Mengajak warnga untuk
mencintai budaya dan melestarikan budaya. Perwatak punya pesan, seperti anoman
rupanya buruk tap hatinya baik, jangan seperti buto rupanya jelek hatinya juga
jelek.
9. Perbedaan resi bismo dengan yang lain
Kalo dibantul
ada banyak reog, kalo di sleman jathilan, dan bedanya di corak. Tarian yang
asli masih ada, dan hanya ditambahi gerakannya. Hanya sedikit campura tangan
dengan budaya islam.
Sudah modern,
berubah total, tapi gerakannya gak bisa dirubah, Cuma menambahkan. Seperti alat
music juga ditambahi
Alur cerita
pertahun ganti. Ceritanya seperti negeri ngalengko, anoman obong dll.
Ada variasi
namun dasarnya masih utuh, intinya sama namun penyampaiannya yang berbeda.
Setiap dalang
berbeda cara penyampaiannya namun dan intinya sama. Dalangnya adalah pelatih.
Corak dan versi pewayangannya.
10. Kendala
Pendanaan
setiap pentas masih harus nyewa kostum, dan tidak mendapat perhatian dari
pemerintah setempat. Proposal tidak pernah diterima karena tidak mempunyai
orang dalam. Wayang itu sudah capek malah bayar,
Setiap pentas
bukan untuk acara pernikahan atau sunatan, tapi hanya untuk senang-senang dan
melestarikan budaya. Setiap rute perjalanan pementasan ditawari siapa yang mau
nyewa.
Inilah yang harus kita pelajari,
banyak orang diluar sana yang mau menyisihkan dan berkorban untuk mencintai
budaya, namun apakah kita akan membiarkan budaya kita hilang dengan sendirinya
atau membiarkan budaya itu atau bahkan tidak mau tau…??? Mari kita cintai
budaya kita dari hal yang paling kecil.
0 komentar:
Posting Komentar