Jumat, 19 April 2013

Logika Pragmatisme

A.    PENDAHULUAN
Istilah logika pertama kali dikenalkan oleh seorang filosof, Zeno dari Citium (334 – 262 SM ). Logika berasal dari bahasa Yunani, logos. Logos berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal, kata, perkataan dan bahasa. Logikos adalah suatu yang diutarakan mengenai pertimbangan akal, kata, perkataan, dan yang berkenaan dengan bahasa.   
Logika ( dalam bahasa kita ) adalah ilmu yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat dan teratur. Atau bisa juga disebut sebagai cabang dari filsafat yang menyusun, mengembangkan dan membahas asas – asas, aturan – aturan formal dan prosedur – prosedur normatif, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. 
Fudyartanata, berpendapat bahwa logika adalah ilmu yang mempelajari secara mendalam tentang kebenaran berpikir. Dengan kata lain, logika adalah ilmu radikal tentang berpikir yang benar, sehingga mendapatkan hasil yang benar pula.
Logika itu sendiri dalam bahasa lain adalah  cara bagaimana memperoleh pengetahuan – pengetahuan tersebut secara sistematis, yakni ketika mencari pengetahuan – pengetahuan tersebut akal berpikir secara lurus, tepat dan teratur sehingga menghasilkan pengetahuan yang logis pula.
Logika sangat erat kaitannya dengan filsafat. Para filosof ( Pierce ), mengatakan bahwa logika itu adalah sebagai asal atau dasar  filsafat. Ada juga yang mengatakan bahwa logika itu adalah cabang dari filsafat. Intinya, dalam berfilsafat logika berperan aktif dalam mencari sebuah kejelasan tentang suatu kebenaran.
Logika terbagi menjadi beberapa aliran seperti positivisme, pragmatisme dan materialisme. Ketiga aliran tersebut tentunya mempunyai pola pikir tersendiri dalam mencari atau berpikir tentang ilmu pengetahuan.
Logika Pragmatisme merupakan logika yang muncul di sekitar abad 19 – 20 M. Logika pragmatisme muncul seiring dengan munculnya beberapa filosof kontemporer seperti Charles Sanders Pierce, John Dewey dan William James. Pragmatisme pertama kali diperkenalkan oleh Charles Sanders Pierce ( 1839 – 1914 ), seorang filosof Amerika yang pertama kali menggunakan istilah ini sebagai metode filsafat.
Kata “ Pragmatis / Pragmatisme “ sering sekali diucapkan orang. Pada umumnya, kata “ Pragmatis “ itu dimaknai dengan arti “ praktis “. Pengertian yang seperti ini memang tidak begitu jauh dari pengertian Pragmatis / Pragmatisme yang sebenarnya. Hanya saja makna yang demikian itu belum menggambarkan dan menjelaskan arti pragmatisme yang sebenarnya.  


B.    PEMBAHASAN
Pragmatisme seperti yang telah diuraikan di atas sebuah aliran yang muncul di Amerika bersamaan dengan munculnya filosof kontemporer seperti William James, Charles Sanders Pierce maupun John Dewey. Pada awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia. 
Pragmatisme lebih menekankan kepada metode dan pendirian lebih daripada doktrin filsafat yang sistematis. Pragmatisme adalah metode penyelidikan eksperimen yang digunakan dalam segala bidang pengalaman manusia. Pragmatisme memakai metode ilmiah sebagai dasar suatu filsafat. Kelompok aliran ini bersikap kritis terhadap aliran – aliran sebelumnya, seperti realisme , idealisme  maupun materialisme . Namun sejatinya Pragmatisme itu sudah ada sebekum masa William James dan filosof semasanya. Hanya saja dulu mereka tidak menyebut dirinya sebagai orang yang menganut aliran Pragmatisme.
Pragmatisme muncul dari beberapa aspek kehidupan kontemporer, khususnya kehidupan masyarakat Amerika. Ia merupakan ekspresi dari kesenangan orang Amerika, kesenangan teknologi. Pragmatisme telah menurunkan filsafat ke tanah dan menghadapi masalah – masalah kehidupan sekarang. Menurut Pragmatisme pengetahuan kita tidak  hanya mencerminkan dunia, akan tetapi memikir adalah suatu kreatifitas yang mengubah bentuk dunia. Ide dan doktrin adalah sebagai alat dan mengabdi proses penyesuaian antara diri organisme dan lingkungan. Kepercayaan – kepercayaan dikembangkan dan diuji dengan metode eksperimental serta pengalaman.
Menurut Dewey, salah satu tujuan filsafat ( Pragmatisme ) adalah memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktivitasnya untuk memenuhi kebutuhannya. Dia mengatakan : “ kita memerlukan suatu filsafat ( Pragmatisme ) yang menjadikan kehidupan kita lebih baik. Dunia adalah selalu dalam penciptaan, dan usaha – usaha kita akan memberi bentuk kepada hari esok. Jika kita menerima sikap melioristik dan percaya bahwa kehidupan dapat dijadikan lebih baik, kita akan lebih mudah mendapatkan dunia yang lebih daripada jika kita tidak memiliki kepercayaan tersebut. Kita harus menghadapai fakta – fakta pengalaman serta mengungkapkan dan menghayati prinsip yang bertahan menghadapi waktu dan kehidupan sehari – hari .
A.    William James
William selain menamakan filsafatnya dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya “empirisme radikal”. Menurut James, pragatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja membawa akibat praktis, misalnya pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistik, semuanya bisa diterima sebagai kebenaran, dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat.
Sedangkan empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara langsung. Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran ‘plural’. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
James menolak dengan pendapat yang dilontarkan para filosof tradisional yang menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat “ monoistic “. Kebenaran itu relatif, subyektif dan terus berkembang. Nilai perkembangan Pragmatisme tergantung kepada akibatnya, kerjanya, atau tergantung kepada keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangannya itu benar jika bermanfaat bagi pelakunya, jika dapat memperkaya hidup serta kemungkinan – kemungkinan hidup.
Menurut James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded dan Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan empiris dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera. Sementara, Tender Minded dalam mencari kebenaran hanya mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang bersifat rasional.
Menurut James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa kearah kebaikan.
Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme, sebagai berikut:
1.    Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi tetapi dunia benar adanya.
2.     Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ide-ide daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.
3.    Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisnya maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.
4.    Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenaran-kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya
a.    Empirisme Radikal
Dia berpendapat bahwa Empirisisme adalah merasa puas untuk menganggap hasil pekerjaannya dalam bidang materi hanya sebagai hipotesa yang dapat diubah menurut pengalaman di kemudian hari . Dia menambahkan, untuk menjadi radikal, suatu empirisisme harus tidak menerima dalam bentuknya unsur apa saja yang tidak dialami secara langsung. Pragmatisme, seperti yang diungkapkan di atas, adalah tindakan menengok terhadap hasil – hasil dan fakta, bukan terhadap prinsip  - prinsip. Pragmatisme menerima pengalaman – pengalaman dan fakta kehidupan sehari – hari sebagai dasar. Realitas adalah hal yang dialami, baik itu benda maupun perubahan keadaan. Mereka ( Kelompok Pragmatisme ) berpendapat bahwa realitas itu banyak, tidak satu dan tidak monoisthic.
b.    Teori Kebenaran Menurut James
Pendapat James mengenai kebenaran dia nyatakan lewat pernyataan “ Truth happens to an idea “ ( kebenaran itu terjadi kepada suatu ide ) . Kebenaran ( Truth ) adalah yang menjadikan berhasil dalam cara kita berfikir, sedang kebenaran ( right ) adalah keberhasilan dalam bertindak. Suatu ide menjadi benar atau dijadikan benar hanya dibuktikan oleh kejadian – kejadian. Suatu ide menjadi benar jika ia berhasil atau jika ia memberi akibat yang memuaskan. Kebenaran itu bersifat relatif, dan selalu berkembang. Ide, doktrin maupun teori adalah seperangkat alat untuk membantu kita menghadapi situasi. Doktrin bukanlah jawaban terhadap suatu permasalahan. Suatu teori adalah buatan manusia untuk menyesuaikan diri dengan maksud – maksud manusia, dan ukuran kebenaran suatu teori adalah ketika teori tersebut membawa kita kepada hasil yang berfaidah. Workability ( keberhasilan ), Satisfaction ( kepuasan ), Konsekuensi, Result ( hasil ) adalah kunci dalam konsepsi Pragmatisme mengenai kebenaran.
Buku – buku karya James antara lain : Principles of Psychology ( 1890 ), The Dilemma of Determinisme ( 1884 ), The Sentiment of Rationality ( 1879 ), Psychology : The Briefer Cource ( 1892 ), The Will to Believe ( 1897 ), Human Immortality ( 1898 ), The Varietiessof Religius Experience ( 1902 ), Pragmaticism, The Meaning of Truth ( 1909 ), A Pluralistic Universe ( 1909 ), dan Essay in Radikal Empirisme ( 1912 ).
B.    Charles Sanders Pierce
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background Of American Literary Thought ( 1974 ) menjelaskan bahwa Pierce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :
1.    Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini manusia.
2.    Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima keyakinan dari “community of knowers “
3.    Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat ( komunitas ).
Salah satu karya Pierce yang dianggap sebagai kemunculan aliran Pragmatisme adalah yang berjudul “ How to Make Our Ideas Clear “ ( muncul pada tahun 1878 ).
C.    John Dewey
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang. Tegasnya, tugas fiilsafat yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience) , dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu sistem norma-norma dan nilai.
Instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Sehubungan hal diatas, menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang tertentu. Oleh karena itu, penyelidikan dengan penilaiannya adalah alat ( instrumental) . Jadi yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam.
Sedangkan yang dimaksud dengan Experience ( pengalaman ) menurut Dewey adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses “ saling mempengaruhi “ antara organisme yang hidup, lingkungan fisik dan sosial . Pengalaman merupakan salah satu jalan untuk memasuki rahasia - rahasia alam. Filosof masa lalu menggunakan semacam Theoritical Super Experience ( pengalaman tertinggi ) yang dijadikan dasar untuk hidup yang berarti dan tidak tersesat. Dunia saat ini adalah duniapengalaman kita. Kita seharusnya berusaha memaknainya dan kemudian berusaha membentuk suatu masyarakat dimana setiap orang dapat hidup dalam kemerdekaan dan kecerdasan.
Dalam perjalanan pengalaman itu, pikiran muncul untuk memberikan arti dari sejumlah situasi – situasi yang terganggu oleh pekerjaan diluar hipotesis atau membimbing kepada perbuatan yang dilakukan. Kegunaan kerja pikiran, menurut Dewey, tidak lain merupakan salah satu jalan untuk melayani kehidupan. Makanya, ia menuntut dengan keras untuk menggunakan metode alam bagi semua lapangan pikiran, terutama dalam penilaian akhlak ( etika ), estetika, politik, dll . Dengan demikian, cara penilaian bisa berubah dan bisa disesuaikan dengan lingkungan maupun kebutuhan hidup. Menurut Dewey, yang dimaksud dengan metode ilmu alam ( scientific method ) adalah cara yang dipakai oleh seseorang sehingga bisa melampui segi pemikiran semata menuju pada segi amalan. Dengan demikian, suatu pikiran bisa diajukan sebagai pemecahan suatu masalah ( to solve problematic situation ), dan jikalau itu berhasil, maka pikiran itu benar.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Dari sini bisa dipahami melalui tiga aspek yang diungkapkan Dewey atau yang lebih dikenal dengan sebutan “ Instrumentalisme “.
1.    Temporalisme , yakni bahwa ada gerak dan kemajuan yang riil dalam waktu. Pengetahuan manusia tidak hanya mencerminkan dunia, akan tetapi juga merubah watak dan bentuknya.
2.    Futurisme, yang mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak kepada hari kemarin. Hari esok berasal dari hari kemarin, dan tidak akan merupakan pengulangan, akan tetapi adalah hal yang baru.
3.    Meliorisme, bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita.
Salah satu karya / tulisan Dewey adalah : The Quest for Certainity  ( usaha mencari ketentuan ) yang didalamnya mengupas tentang metode yang digunakan manusia untuk menghindari bahaya dan mencapai keamanan. Metode pertama, dengan minta damai dengan kekuatan – kekuatan sekitarnya dengan mengadakan upacara – upacara keagamaan, kurban, berdoa dan lain – lain. Metode kedua, dengan menciptakan alat yang bisa mengontrol kekuatan – kekuatan alam untuk kemashlahatan manusia. Ini merupakan awal mula dari sains, industri dan seni.
1.    Dewey dan Pendidikan Progresif
Dewey memandang bahwa tipe dari Pragmatismenya diasumsikan sebagai sesuatu yang mempunyai jangkauan pengaplikasian dalam masyarakat. Pendidikan dipandang sebagai wahana yang sentral dan tepat dalam kelangsungan hidup di masa mendatang.  Dalam bukunya yang berjudul Democracy and Education ( 1916 ), Dewey menawarkan suatu konsep pendidikan yang progresif bagi perkembangan di masa mendatang.
His theory that school reflect thhe community and be patterned after it so that when children graduated from school they will be properly adjusted to asumse their place in sociaty .
Menurut Dewey, pendidikan harus mampu membekali anak didik sesuai dengan kebutuhan yang ada pada lingkungan sosialnya. Sehingga apabila anak tersebut telah lulus dari sekolah itu, dia bisa beradaptasi dengan lingkungan masyarakatnya. Untuk merealisasikan konsep tersebut, Dewey menawarkan dua jenis metode pendekatan dalam pembelajaran :
a.    Problem solving methode, yakni dengan cara anak didik dihadapkan pada berbagai situasi dan masalah – masalah yang menantang dan anak didik diberi kebebasan sepenuhnya untuk memecahkan masalah – masalah tersebut sesuai dengan perkembangan kemampuannya. Dalam metode ini, guru bukan merupakan satu – satunya sumber poko, melainkan hanya partner bagi anak didik dalam memecahkan kesulitan yang dihadapinya. Dengan metode seperti ini, maka model pendidikan peadagogy  diambil atau tergantikan dengan metode pendidikan andragogy  yang lebih menghargai perbedaan individu anak didik.
b.    Learning by doing, metode ini digunakan untuk menjembatani kesenjangan antara dunia pendidikan dengan kebutuhan masyarakat. Belajar sambil langsung mempraktekkannya. Anak didik dibekali dengan ketrampilan – ketrampilan praktis sesuai dengan kebutuhan masyarakat sosialnya.
D.    Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme
1.    Kekuatan Pragmatisme
Kekuatan Pragmatisme sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, telah membawa kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat yang bercorak metafisis, idealis, abstrak dan materialis ke dalam corak yang memang dibutuhkan pada zaman sekarang. Pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar memercayai pada hal yang sifatnya riil, indrawi dan manfaatnya bisa dinikmati secara praktis – pragmatis dalam kehidupan sehari – hari.
Pragmatisme telah mendorong seseorang untuk berpikir liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Berangkat dari sikap skeptis, pragmatisme telah mendorong seseorang untuk berlomba – lomba membuktikan suatu konsep maupun teori melalui penelitian, pembuktian dan eksperimen sehingga menghasilkan temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sesuai dengan coraknya, pragmatisme tidak mudah percaya pada kepercayaan yang sudah mapan. Suatu kepercayaan ( teori ) dapat diterima
2.    Kelemahan Pragmatisme
Pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang metafisika dan kebenaran yang absolut. Kebenaran hanya diakui apabila sudah teruji dengan penelitian yang ilmiah, dan itu sudah melanggar sesuatu yang fundamental. Pada perkembangannya, pragmatisme sangat mendewakan akal dalam mencapai kebutuhan hidup dan ini menjurus ke sikap atheis.
Pragmatisme hanya membutuhkan sesuatu yang nyata, praktis dan langsung dapat dinikmati hasilnya oleh manusia, maka secara tidak langsung pragmatisme menciptakan pola pikir yang materialisme. Padahal seseorang juga membutuhkan sesuatu yang bersifat ruhaniah.
Untuk mencapai tujuan materialismenya, manusia ( pragmatisme ) mengejarnya dengan segala cara tanpa menyadari bahwa dia hidup di masyarakat. Dia seakan lupa bahwa dirinya adalah anggota dalam masyarakat sosialnya. Hal ini menjurus kepada sikap egois individualis.




























C.    KESIMPULAN
Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat – akibatnya bermanfaat secara praktis ( William James ). Aliran ini lebih menekankan pada eksperimen maupun penelitian dalam membuktikan suatu kebenaran. Pengalaman pribadi, kebenaran mistik, semuanya bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar asalkan membawa akibat praktis yang bermanfaat.
Tokoh aliran ini antara lain Charles Sanders Pierce, William James dan John Dewey. aliran ini berkembang di Amerika pada abad 19 M. Pragmatisme muncul dari beberapa aspek kehidupan kontemporer. Menurut Pragmatisme pengetahuan kita tidak  hanya mencerminkan dunia, akan tetapi memikir adalah suatu kreatifitas yang mengubah bentuk dunia. Ide dan doktrin adalah sebagai alat dan mengabdi proses penyesuaian antara diri organisme dan lingkungan.
Aliran ini mendorog kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan maupun teknologi dikarenakan dalam perjalanannya, aliran ini banyak melakukan eksperimen dan penelitian dalam membuktikan suatu kebenaran. Walaupun aliran ini juga banyak memiliki kekurangan dan kelemahan.











   





DAFTAR PUSTAKA
Jan Hendrik, Rapar, Pengantar Filsafat, Kanisius, Yogyakarta : 1996
Maksum, Ali, Pengantar Filsafat dari Masa Klasik hingga Postmodernis, Ar Ruzz Media, Yogyakarta : 2008.
Harold H. Titus, Marylin S. Smith, Richard T. Nolan, Persoalan – Persoalan Filsafat, alih bahasa oleh Prof. Dr. H. M. Rasjidi, PT Bulan Bintang, Jakarta : 1984.

0 komentar: